Senin, 17 Agustus 2015

Jadilah Manusia Setia

Jadilah Manusia Setia

Nāsti satyāt paro dharmo nānrtāt pātakam param
Triloke ca hi dharma syāt tasmāt satyam na lopayet
( Slokantara, sloka 3 (7) )
Terjemahan :
Tidak ada dharma (kewajiban suci) yang lebih tinggi dari kebenaran (satya), tidak ada dosa yang lebih rendah dari dusta. Dharma harus dilaksanakan diketiga dunia ini dan kebenaran harus tidak dilanggar

ULASAN
Mengenai kebenaran, Mahatma Gandhi pernah berkata, “kebenaran adalah hukum hidup kita”. (Gandhiji’s Ideas). 
Juga dalam autobiografinya ia menyatakan, “kebenaran itu sama dengan sebatang pohon subur yang menghasilkan buah yang semakin lama semakin banyak jika kita terus memupukknya.” Selain pendapat yang datang dari timur, maka kami bawakan juga pendapat-pendapat ahli dari barat antara lain La Rochefoucauld (Prancis) yang menyatakan “kebenaran itu adalah sumber dan jalan menuju kesempurnaan dan keadilan”. Dan tokoh politi Inggris Chamberlain pernah mengatakan, “kembalikanlah kekuatan kebawah kuasanya kebenaran”. Hal mana merupakan suatu pertentangan dengan pendapat yang lumrah right is might artinya: kekuatan itulah kebenaran atau siapa yang kuat atau menang dialah yang benar, atau dalam bahasa Sansekerta “Satyam Eva Jayate” yang artinya hanya kebenaran yang menang.

Ahli fikir Jerman, Lessing berkata, “kalau Tuhan misalnya menggenggam didalam tangan kanannya segala pengetahuan tentang kebenaran dan didalam tangan kirinya hanya semangat mencari kebenaran dengan kemungkinan terkandung didalamnya kesalahan dan salah raba, dan kalau Tuhan berfirman kepada saya, “pilihlah mana yang engkau suka”, maka saya akan menyembah dibawah telapak kakinya dan saya akan berseru, “Tuhanku, berilah hamba isi tangan kirimu, sebab kebenaran asli buat Tuhan sendiri.” (Dr. Abu Hanifah, Rintisan Filsafat, 1950)

Dalam pemikiran ini oleh Lessing lebihlah dipentingkan agar manusia terus mencari, terus mengejar kebenaran itu karena jika diberikan isi tangan kanan Tuhan, yaitu kebenaran itu demikian saja, manusia akan sudah merasa puas diri yang akan menyebabkan kelemahan daya juang.

Kata “kesetiaan” mempunyai arti yang sangat penting dalam tata susila Hindu. Kata kesetiaan berasal dari kata “satya” dan akar katanya berasal dari “sat” yang berarti kesetiaan, kebenaran, kejujuran, bahkan juga kunci hakekat dari filsafat. Yang dimaksud dengan uraian kesetiaan adalah kesetiaan itu sendiri, bukan yang berarti kebenaran, kejujuran dan sebagainya. Orang yang setia pasti akan menunjukkan kesetiaannya pada saudara, keluarga, dan teman yang sedang mendapat musibah. Kesetiaan sangat penting artinya dalam meniti perjalanan hidup ini. Kesetiaan ditunjukkan melalui sikap dan perbuatan, juga dapat diperlihatkan melalui ucapan. 

Ada beberapa macam satya yang disebut dengan Panca Satya. Yaitu diantaranya setia terhadap ucapan disebut dengan satyawacana yaitu memenuhi janji terhadap apa yang pernah diucapkan sebelumnya. Satya Heredaya yaitu setia akan kata hati, berpendirian teguh dan tak terombang ambing. Kemudian satya laksana yaitu setia dan jujur mengakui serta bertanggung jawab terhadap apa yang pernah diperbuat. Kemudian satya mitra yaitu setia terhadap teman. Dan trakhir yaitu satya semaya yaitu setia kepada janji. 

Adapun contoh-contoh kesetiaan dari epos Ramayana dan Mahabharata sebagai berikut. Dari Epos Ramayana mendapat contoh kesetiaan seorang istri terhadap suaminya yaitu Dewi Sita terhadap Sri Rama. Dalam epos Mahabarata yaitu Dharmawangsa atau Yudistira juga memberikan pelajaran kesetiaan kepada kita. Ia (Dharmawangsa) tidak mau masuk sorga bila anjingnya yang setia itu tidak diikut sertakan. Contoh-contoh kesetiaan dari ke-2 epos tersebut mencerminkan adanya moral yang begitu tinggi maknanya. Karena itu kesetiaan itu perlu kita jaga, kita pelihara sebaik-baiknya. Selain itu kita perlu hayati secara mendalam agar dapat kita aktualisasikan dalam kehidupan sehari-hari untuk mencapai kehidupan yang berbahagia baik untuk kepentingan diri sendiri, keluarga, dan masyarakat luas

Tidak ada komentar:

Posting Komentar