Tampilkan postingan dengan label Yoga Meditasi. Tampilkan semua postingan
Tampilkan postingan dengan label Yoga Meditasi. Tampilkan semua postingan

Rabu, 19 Agustus 2015

Ajaran YOGA dalam kehidupan sehari-hari

Ajaran YOGA dalam kehidupan sehari-hari

Kata yoga berasal dari bahasa Sanskerta “yuj”, yaitu menghubungkan atau hubungan, yakni hubungan yang harmoni dengan objek yoga. Maharsi Patanjali dalam kitabnya, Yogasutra (I:2) mendefinisikan yoga:
yogas citta vrtti nirodhah”, 
yang artinya;
mengendalikan gerak-gerik pikiran, atau cara untuk mengendalikan tingkah-polah pikiran yang cendrung liar, bias, dan lekat terpesona oleh aneka ragam objek (yang dikhayalkan) memberi nikmat.
Oleh karena itu, kini kita mulai menyadari bahwa mengendalikan pikiran adalah hal yang terpenting. Mengendalikan dalam konteks yoga lebih berarti:
amuter tutur pinahayu
membalik kesadaran secara benar (Kanwa X:1)
Artinya kesadaran yang sebelumnya cendrung mengarah keluar dan suka berada diluar diri adalah kesadaran yang lebih cenderung terjebak, karena seringkali didasari oleh pengetahuan yang keliru. Maksudnya pikiran hendaknya diusahakan berdasar atas pengetahuan yang benar. Biar seimbang dan tidak cendrung lupa diri, sewaktu-waktu dalam waktu yang tepat kita perlu meluangkan waktu untuk membalik pikiran, yakni diarahkan kedalam diri dengan cara:
  1. Duduk mantap dalam diam terpejam,
  2. Dengan nafas halus alami,
  3. Lalu secara rileks menarik pikiran (indra) agar lepas sebentar dari aneka ragam objek nikmatnya diluar,
  4. Terus diarahkan kembali pulang kanda, kedalam diri,
  5. Terus dibiasakan terkonsentrasi menembus lapis-lapis diri menuju pada satu titik pusat meditasi (misal pada salah satu cakra, simpul batin),
  6. Disitu lalu ditenangkan, dimurnikan, dan dikontemplasikan dalam renungan mendalam,
  7. Dan bila berhasil mencapai puncak permenungan mendalam itu, maka terseraplah dalam kelenyapan dalam itu, kebahagiaan sejati.
Kata Sang Rsi, ia yang “ulah apageh” tekun berusaha dan mantap, seperti itulah yang disebut-sebut sebagai orang yang berhasil dalam yoga, mendapat pencerahan yang membahagiakan. Cirinya ia punya siddhi dan taksu daya bathin dan karisma. Laras dengan itu Mpu Kanwa melukiskan pengalaman yoga Arjuna setelah ia berhasil dalam perjuangan bathinnya memurnikan indra dan emosinya menjadi daya budi dan daya rasa. Disitu Mpu Kanwa mengisyaratkan kepada kita bahwa, yoga adalah jalan kesucian untuk menemukan-memahami-dan mengalami kemanunggalan dengan Yang Suci. Mpu Kanwa tegas dan dengan berulang-ulang mengatakan caranya, mareka mendekati itu, mendekati berarti berusaha menjadi (sahrdaya) sehati. Jika itu Suci, maka kita haruslah berusaha menjadikan diri suci. Jika itu Kebahagiaan, maka kita haruslah berusaha membahagiakan diri. Jika itu Pengetahuan, maka kita haruslah berpengetahuan. Jika itu Kebajikan, maka kita haruslah berbuat bajik.

Demikian disarankan, jadi kita harus tapa-bratha berusaha keras dan disiplin mendekatkan diri kepada Tuhan. Mendekat sampai mampu mengidentifikasikan diri seidentik mungkin dengan itu “Tuhan Sang Pujaan Hati”. Adapun yang dimaksud ‘Itu tampak nyata’ adalah hasil yoga, yakni Siddha ‘berhasil’:
  1. Menemui itu,
  2. Memikirkan itu, demikian selalu,
  3. Maka bila tiba waktunya, sang yogin berhak dan mendapat manunggal dengan itu.
Itu adalah Siva, Sang Hakekat Semesta, Sang Sumber Pengetahuan-Kebajikan-Kebahagiaan Sejati. Simpul kata, yoga adalah jalan untuk mulat sarira ‘merefleksi diri, intropeksi diri’ yang menyebabkan orang tahu diri. Disebut juga sebagai jalan panyupatan ‘ruwatan’ yang dapat menjadikan orang suci lahir dan bathin. Suci berarti sahrdaya, yakni sehati dalam Tuhan Yang Mahasuci.

Tujuan Yoga

Tujuan riil (jangka pendek) orang belajar yoga adalah agar menjadi manusia rahayu, sehat dan bahagia lahir bathin, tidak sakit-sakitan, terhindar dari penderitaan. Agar menjadi manusia sadar, dapat melaksanakan tugas hidup sebagaimana mestinya.

Sedangkan tujuan ideal (jangka panjang), seperti telah disebutkan diatas adalah agar mendapat pengalaman religius, yakni mengetahui-memahami-dan mengalami kemanunggalan dengan Sang Jati Diri, manunggalnya atman ‘roh individu’ dengan Atman atau Brahman ‘Roh Semesta, Tuhan’. Akan tetapi bagi, pengagum daya magis, siddhi ‘kekuatan supranatural’ itulah dijadikan tujuan utamanya, maka ia melaksanakan yoga yang khas.

Etika Yoga (Yama - Nyama Brata)

Untuk dapat ekagra laLu mencapai nirudha, orang pertama-tama dianjurkan untuk mentaati brata yoga, yang disebut yama dan niyama brata. Yama adalah pengekangan diri yang mesti senantiasa dilaksanakan. Sedangkan niyama brata adalah janji diri yang dapat dipandang sebagai pengokoh yama. Niyama dapat dilaksanakan secara tidak tetap tergantung situasi dan kondisi.
  • Yama Brata, 5 jenis disiplin utama yang disebut mahavrata ‘janji agung’; “ahima satasteya brahmacaryaparigraha yamah” (yogasutra. II:30). Artinya:
    1. Ahimsa, yaitu tidak bersikap atau berlaku kasar kepada sesama pun kepada makhluk lain, baik melalui pikiran, ucapan, maupun tindakan.
    2. Satya, yaitu bersikap dan berprilaku bajik, benar pada pikiran, setia pada ucapan, dan jujur pada perbuatan.
    3. Asteya, yaitu tidak mencuri.
    4. Brahmacarya, yaitu bersikap dan berlaku terkendali, mengendalikan nafsu asmara.
    5. Aparigraha, yaitu hidup sederhana atau tidak serakah.
  • Niyama Brata, 5 disiplin penunjang untuk mengukuhkan yama brata; ”sauca santosa tapah svadyayesvara pranindhanani niyamah” (yogasutra, II:3). Artinya:
    1. Sauca, yaitu berusaha menjaga kebersihan dan kesucian diri, baik lahir maupun batin.
    2. Santosa, yaitu berusaha menjaga kestabilan emosi, agar selalu tenang, arif, dan damai dalam menghadapi suatu masalah.
    3. Tapa, yaitu berusaha untuk tahan uji, melenyapkan ketidak sempurnaan diri dengan melakukan tapa, yang berpegang teguh pada dharma.
    4. Swagdyaya, yaitu berusaha belajar mandiri dan tekun mempelajari kitab suci.
    5. Isvarapranidhana, yaitu berusaha selalu memusatkan pikiran dan bhakti kepada Isvara ‘Tuhan’.

Astangga Yoga

Astangga Yoga adalah delapan tahapan yoga. Kedelapan tahapan yoga ini satu dengan yang lainnya saling terkait. Mengabaikan salah satu komponen penting tahapan ini berarti menghancurkan sistem yoga dan itu berarti gagal. Dalam lontar adalah delapan tahapan yoga. Kedelapan tahapan yoga ini satu dengan yang lainnya saling terkait. Mengabaikan salah satu komponen penting tahapan ini berarti menghancurkan sistem yoga dan itu berarti gagal. Dalam lontar Tattwa Jnana disebut prayogasandhi. Delapan tahapan yoga itu adalah:
  1. Yama, dasar moral yoga yang telah dijelaskan tadi didepan.
  2. Nyama, dasar moral yoga yang sudah dijelaskan juga tadi didepan.
  3. Asana, sikap duduk benar dan sempurna menurut sistem yoga (Zoetmulder 1995:67). Asana dapat dikelompokkan 3 posisi, yaitu: (1) duduk, (2) berdiri terbalik, (3) terlentang.
  4. Pranayama, latihan pernafasan (Zoetmulder, 1995:847), tujuan utamanya adalah agar tidak ada gangguan pernafasan dan dapat bernafas dengan lega dan alami melalui hidung yang diselaraskan dengan asana. Pranayama dapat dikelompokkan menjadi 3, yaitu: (1) puraka (menarik nafas), (2) khumbaka (menahan nafas), (3) recaka (mengeluarkan nafas).
  5. Prathahara, penarikan (Zoetmulder, 1995:856). Menarik indra dari objek kesukaannya,karena setiap indra mempunyai kesenangan sendiri-sendiri yang kemudian diarahkan kedalam diri.
  6. Dharana, tindakan memegang, membawa, menguasai, dan memiliki (Zoetmulder, 1995:196). Maharsi Patanjali mengajarkan 3 cara dharana, yaitu: (1) menguasai indra-indra agar tetap terkonsentrasi pada satu objek saja, tetap dibawah pengawasan manah (pikiran), (2) menentramkan gerak-gerik pikiran dengan watak lemah lembut, ceria, penuh kasih sayang dan tenang baik dalam keadaan duka maupun suka, (3) mengkonsentrasikan indra tersebut pada nafas yang keluar masuk tubuh (Yogasutra, I:32-25).
  7. Dhyana, berarti meditasi, refleksi, atau pemusatan pikiran (Zoetmulder, 1995:245), disebut juga kontemplasi atau renungan mendalam. Patanjali menjelaskan “tatra pratyaikatanata dhyanam” artinya, “arus pikiran terkonsentrasi tak putus-putusnya pada objek renungan”.
  8. Samadhi, kata ini berasal dari urat kata sam dan dhi. Sam artinya kumpulan persamaan, gundukan, timbunan, sedangkan Dhi artinya pikiran, ide-ide, atau budi. Secara etimologis Samadhi berarti pemusatan atau kumpulan pemikiran yang ditujukan kepada satu objek tertentu, dalam konteks yoga objek sasarannya adalah Tuhan Yang Maha Esa (Jendra, 1994:14). Renungan mendalam itu sesungguhnya adalah  Samadhi. Orang yang merenung (pemikir), aktivitas merenungnya (pemikirannya), dan yang direnungkan (objek yang dipikirkan). Maharsi Patanjali (yogasutra, I:17-18) menyatakan ada 2 jenis Samadhi, yaitu:
    • Samprajnata Samadhi, disebut juga sabija atau savikalpa samadhi, yakni keadaan supra sadar yang lebih rendah, karena masih ada benih kesadaran atau sisa kesan yang dirasakan.
    • Asamprajnata Samadhi atau nirbija atau nirvikalpa samadhi, adalah keadaan supra sadar yang transenden, yakni tidak menyadari lagi keadaan puncak yang dicapainya, ia mencapai kelepasan total, ia mencapai Sunya.

Aplikasi Ajaran Yoga Dalam Kehidupan Sehari – hari

Ada banyak jalan untuk mencapai kebenaran tertinggi. Jalan yang berbeda-beda itu tampakanya memiliki tujuan yang sama yaitu sebuah penyatuan tertinggi antara Atman dengan Brahman. Kita lahir berulang kali untuk meningkatakan perkembangan evolusi jiwa. Dan masing-masing dari kita berada pada tingkat pemahaman yang berbeda-beda. Karena itu tiap orang disiapkan untuk tingkat pengetahuan spiritual yanag berbeda pula. Semua jalan rohani yang ada di dunia ini penting karena ada orang-orang yang membutuhkan ajarannya. Penganut suatu jalan rohani dapat saja tidak memiliki pemahaman lengkap tentang sabda Tuhan dan tidak akan pernah selama masih berada dalam jalan rohani tersebut.

Jalan rohani itu merupakan sebuah batu loncatan untuk pengetahuan yang lebih lanjut. Setiap jalan rohani memenuhi kebutuhan rohani yang mungkin tidak dapat dipenuhi oleh jalan rohani yang lain. Tidak satupun jalan rohani yang memenuhi kebutuhan semua orang di segala tingkat. Saat satu individu masih tingkat pemahamannya tentang Tuhan dan perkembangan dalam dirinya, dia mungkin merasa tidak terpenuhi oleh pengajaran jalan rohani sebelumnya dan mencari jalan rohani yang lain untuk mengisi kekosongannya. Bila hal itu terjadi, maka orang tersebut telah meraih tingkat pemahaman yang lain dan akan merindukan kebenaran serta pengetahuan yang lebih luas, dan kemungkinan lain untuk tumbuh.

Dengan demikian kita tidak berhak untuk mencerca jalan rohani yang lain. Semua berharga dan penting di mata-Nya. Ada pemenuhan sabda Tuhan, akan tetapi kebanyakan orang tidak meperolehnya di sini untuk bisa meraih kebenaran, kita perlu mendengarkan roh dan melepas ego kita. Dan Yoga sebagai salah satu jalan yang bersifat universal adalah salah satu jalan rohani dengan tahapan-tahapan yang disesuaikan dengan kemapuan spiritual seseorang.
Berikut aplikasi yoga dalam kehidupan sehari – hari :
  1. Melakukan Persembahyangan
  2. Sembahyang adalah merupakan ajaran Bhakti – Yoga, dimana Bhakti Yoga adalah jalan bagi pengabdian diri, pemujaan, dan penyerahan diri kepada Tuhan. Para pemuja dalam jalan ini memuja Tuhan dalam berbagai bentuk yang ia punyai. Jalan ini adalah penyadaran yang sesuai dengan orang-orang yang terberkahi dengan pikiran yang emosional. Para pemuja dalam jalan ini secara inisial memilih salah satu Dewa (Ista-Dewa), yang sesuai temperamen dirinya, untuk mewujudkan tujuan spiritual. Tujuan dari jalan spiritual adalah melebur ego dari seorang individu melalui pengabdian dan penyerahan diri pada keinginan Tuhan (Pandit, 2005:73).
    Bhakti merupakan kasih sayang yang mendalam kepada Tuhan. Mereka yang mencintai Tuhan tak memiliki keinginan ataupun kesedihan, ia tak pernah membenci mahluk atau benda apapun dan tak pernah tertarik dengan objek-objek duniawi, ia merangkul semuanya dalam dekapan hangat kasih sayangnya (Sivanandha, 2003:135).
    Sembahyang dapat memelihara kesehatan seseorang. Dengan melakukan Asana atau sikap duduk Padmasana, dimana tulang punggung, leher dan kepala harus tegak lurus (tidak membungkuk), kemudian dengan Pranayama (pengaturan nafas) dengan sikap batin yang hening, tenang dan suci, akan menjadikan tubuh seseorang semakin sehat. (Suhardana, 2004:3-4).
  3. Menghormati Orang Tua / Guru
  4. Paramahamsa Yogananda (dlm Autobiography of a yogi) menguraikan bahwa jika dalam sehari saja kita dapat membahagiakan, mematuhi dan menghormati Orang Tua dan Guru hanya dengan menghormati dan menyayangi orang tua, kita sudah dianggap berlatih yoga selama delapan jam secara intensif di bawah bimbingan Guru sejati serta dianggap telah melakukan perjalanan evolusi yang seharusnya ditempuh  secara   alami   selama seribu  tahun. Melalui Bhakti Sang Yogi memperoleh kedekatan hubungan dengan Tuhan sebagai pribadi kosmik tertinggi (Para Brahman) Yoga belumlah sempurna tanpa Bhakti, sehingga sering dikatakan bahwa Bhakti merupakan puncak dari segala yoga.
  5. Ahimsa / Tidak Menyakiti
  6. Dalam buku yang berjudul  Disiplin dan Sadhaana Spiritual. Kegiatan tersebut merupakan ajaran yoga dimana tidak membunuh merupakan ajaran daripada Ahimsa. Ahimsa merupakan bagian dari pada astangga yoga, Ahimsa merupakan tahap awal untuk mengendalikan diri. Jika tahap awal ini gagal dicapai maka sulit atau tidak bisa untuk mencapai tahap yang lebih tinggi yaitu Samadhi.
    Engkau tidak boleh menggunakan tubuh yang diberikan Tuhan untuk membunuh makhluk Tuhan, apakah mereka manusia, binatang atau apapun.” (Yajur Veda Samhita 12.32)
     Yang di maksud tidak menyakiti makhluk lain yaitu tidak membunuh binatang sembarangan, kita harus mengasihi makhluk tersebut. Ini termasuk kedalam Ahimsa salah satu ajaran yoga. Walaupun ahimsa secara umum berarti sebagai kebajikan dari pendeta Budha dan jainisme, akarnya tumbuh dalam Veda dan Upanisad yang subur yang merupakan kitab Hindu yang utama.
    Ahimsa mengajarkan bahwa seseorang harus menganggap semua makhluk hidup adalah perlambang dari Tuhan dan sehingga seseorang itu tidak boleh melukai pikiran, dengan kata-kata atau perbuatan mahluk lainnya.
  7. Membantu Orang Tua / Bekerja Tanpa Mengharap Imbalan (Pamrih)
  8. Menurut buku Hinduisme sebuah pengantar dalam buku tersebut dijelaskan mengenai Bhakti. Bhakti dalam artian adalah berbhakti kepada orang tua dengan membantu kedua orang tua disaat kesulitan dengan tidak mempersulit keadaaan. Dengan jalan Bhakti seseorang akan mudah mencapai kehidupannya.
    Kegiatan di atas termasuk kedalam ajaran Karma Yoga. Karma Yoga adalah jalan kegiatan yaitu jalan pelayanan tanpa pamrih, yang membawa pencapaian Tuhan melalui kerja tanpa pamrih. Yoga ini merupakan penolakan akan buah dari perbuatan. Karma Yoga mengajarkan ke pada kita bagaimana bekerja demi untuk kerja itu sendiri yaitu tak terikat. Dan bagaimana mempergunakan sebagian besar tenaga kita untuk keuntungan yang terbaik. Motto dari seorang Karma-Yogin adalah “Kewajiban demi untuk kewajiban itu sendiri”. Bagi seorang Karma-Yogin, kerja adalah pemujaan. Setiap orang hendaknya melakukan kewajiban sesuai dengan Warna dan asramanya masing-masing golongan sosial serta tahapan dalam kehidupannya. Tak ada manfaatnya meninggalkan pekerjaannya sendiri dan condong melakukan pekerjaan orang lain. (Sivanandha, 2003:133-134).
  9. Konsentrasi Dalam Suatu Kegiatan
  10. Tindakan memegang, membawa, menguasai, dan memiliki (Zoetmulder, 1995:196). Maharsi Patanjali mengajarkan 3 cara dharana, yaitu:
    • menguasai indra-indra agar tetap terkonsentrasi pada satu objek saja, tetap dibawah pengawasan manah (pikiran), 
    • menentramkan gerak-gerik pikiran dengan watak lemah lembut, ceria, penuh kasih sayang dan tenang baik dalam keadaan duka maupun suka, 
    • mengkonsentrasikan indra tersebut pada nafas yang keluar masuk tubuh (Yogasutra, I:32-25).
    Dharana yang merupakan pengkonsentrasian pikiran terhadap suatu objek. Tanpa kosentrasi, kita tidak dapat memiliki suatu keberhasilan dalam jalan kehidupan. Pada seorang manusia duniawi, pancaran pikiran berpencar kesegala arah, melompat-lompat seperti seekor kera. Sekali saja Pratyahara telah dapat dilakukan, pikiran kemudian diarahkan kepada objek konsentrasi. Objek tersebut dapat berupa gambaran dari Dewa, sebuah mantra, nafas seseorang atau bagian tubuh, atau hal yang lain. (Pandit, 2005:82).
  11. Berjapa Yoga dan Gayatri Sadhana
  12. Japa Yoga dijelaskan tentang mantra dapat mengubah sifat kita menjadikan lebih halus, lembut dan lebih tenang. Japa adalah pelafalan mental atau diam mengingat sebuah mantra yang perlahan-lahan membangkitkan getaran energi dalam ruang atau medan pikiran. Selain itu didalam Gayatri Sadhana dijelaskan pelaksanaan meditasi Gayatri dapat menghancurkan segala karma dan dosa dan dengan pemurnian hati serta pikiran, ia membukakan penglihatan ketiga guna pencerahan; dengan mantramu manusia dapat hidup lama atau berumur panjang dengan kesehatan yang prima, bersinar laksana cahaya dan membantu umat manusia dalam mempercepat evolusinya.hal tersebut disebutkan dalam buku yang berjudul Japa Yoga dan Gayatri Sadhana.
  13. Merenung / Pemusatan Pikiran
  14.  Ini termasuk kedalam ajaran Dhyana, berarti meditasi, refleksi, atau pemusatan pikiran (Zoetmulder, 1995:245), disebut juga kontemplasi atau renungan mendalam. Patanjali menjelaskan “tatra pratyaikatanata dhyanam” artinya, “arus pikiran terkonsentrasi tak putus-putusnya pada objek renungan” (Yogasutra, III:2). Seperti halnya air sungai yang menuju laut, demikian pulalah hendaknya renungan itu terpusat pada Isvara “Tuhan” (Sukayasa dkk, 2006:27-28)
     Renungan mendalam itu sesungguhnya adalah  Samadhi. Orang yang merenung (pemikir), aktivitas merenungnya (pemikirannya), dan yang direnungkan (objek yang dipikirkan). Maharsi Patanjali (yogasutra, I:17-18) menyatakan ada 2 jenis Samadhi, yaitu:
      • Samprajnata Samadhi, disebut juga sabija atau savikalpa samadhi, yakni keadaan supra sadar yang lebih rendah, karena masih ada benih kesadaran atau sisa kesan yang dirasakan.
      • Asamprajnata Samadhi atau nirbija atau nirvikalpa samadhi, adalah keadaan supra sadar yang transenden, yakni tidak menyadari lagi keadaan puncak yang dicapainya, ia mencapai kelepasan total, ia mencapai Sunya.
      Demikianlah Ajaran YOGA dalam kehidupan sehari-hari, semoga bermanfaat.

      Minggu, 19 Juli 2015

      Urutan Berjapa dan Meditasi Siwaisme

      Urutan Berjapa dan Meditasi Siwaisme

      Berjapa atau meditasi dengan tujuan mendekatkan diri kepada Sang Pencipta tentu ada aturan atau urutan, agar proses berjapa itu akan lebih terhayati (himat) dan penuh konsentrasi.
      mohon diingat, meditas apa itu meditasi, agar menjadi lebih mermanfaat.
      meditasi intinya hening dalam ketenangan, salah satu cara termudah untuk memulai meditasi adalah dengan mengatur nafas anda (pranayama). dengan pengaturan nafas, anda akan mencapai ketenangan dan dapat dengan nyaman memasuki alam meditasi.
      duduklah dengan santai, tegakkan punggung anda.
      aturlah nafas anda se-relaks mungkin, senyaman mungkin dan senyaman mungkin, bernafaslah dengan santai, gunakan nafas panjang tetapi jaga kenyamanan anda dalam bernafas. 
      setelah posisi tersebut dapat anda capai, barulah memulai prosesi japa berikut ini.
      apabila anda mengalami kesulitan, silahkan baca Belajar Tenaga Dalam Asli Bali, karena dalam tehnik tersebut dijelaskan tatacara meditasi yang paling dasar, yang akan dapat membantu anda dalam menjalankan Japa dan Meditasi Siwaisme ini.
      Berikut cara atau urutan meditasi/berjapa menurut Siwaisme yang merupakan praktek meditasi yang dikembangkan dari sekte Siwa Sidhanta;

      langkah pertama yang harus disediakan adalah Canang dan Dupa/Dipa.
      kenapa?
      karena salah satu syarat melakukan persembahyangan adalah dengan sarana canang sari dan disaksikan oleh dewa agni.
      lebih lanjut baca: Agni Hotra versi Bali

      lakukan Persembahyangan, sembahyang memuja Tuhan.
      setelah selesai melakukan persembahyangan, lanjutkan dengan melakukan hal-hal berikut ini:

      Mahamrtyunjaya Mantra (9X)

      Om trayambhakam yajamahe,
      sugandhim pusti vardhanam,
      urvarukam iva bandhanat,
      mrtyor mukṣya mamratat (Rgveda VII.59.12)

      GAYATRI PUJA (3X)

      Om bhur bhuvah svah,
      tat savitur varenyam,
      bhargo devasya dhimahi
      dhiyo yo nah pracodayat (Rgveda 3.16.10, Samaveda 1462)

      GURU PUJA (3X)

      Om guru Brahma guru Visnu
      guru Deva Mahesvara,
      guru shaksat Parambrahma,
      tasmei shri guruve namaha

      JAPA Siwa NamaSmaranam ( 108X )

      Om namah siwa ya
      atau ucapkan  108 Gelar Dewa Siwa

      MEDITASI (15 Menit)

      tenangkan diri, sambil tetap mengatur nafas, senyaman mungkin, serelaks-nya.

      MANTRAM SANTI

      Om asato ma sad gamaya
      Tamaso ma jyotir gamaya
      Mrtyor ma amirtyam gamaya (Brihadaranyaka Upanishad 1.3.28)
      Om Lokah samastha sukino bhawantu

      Baca juga artike yang terkait dengan Meditasi:
      demikianlah sekilas tentang Urutan Berjapa dan Meditasi Siwaisme. semoga bermanfaat.