Tampilkan postingan dengan label Niti Sastra. Tampilkan semua postingan
Tampilkan postingan dengan label Niti Sastra. Tampilkan semua postingan

Senin, 17 Agustus 2015

Janganlah menjadi Sombong

Janganlah menjadi Sombong

Gua peteng tang mada moha kesmala
Maladi yolania mageng maha wisa
Wisata sang wruh rikanang jurangkali
Kalinganing sastra suluh nika praba
(Kekawin Ramayana Sargah 3)
Terjemahan :
Kemabukan (mada), kesombongan (moha) dan perbuatan hina (kesmala) seperti gua yang gelap atau ular besar yang berbisa (berbahaya), karena itu bagi orang bijaksana dapat menyadari itu sebagai jurang yang terjal dan hendaknya ilmu pengetahuan suci (sastra) patut dipakai sebagai obor penerangan yang benderang.
ULASAN
Salah satu ajaran Hindu yang masih berkaitan dengan etika dan tata susila adalah Tri Kaya Parisudha, dimana pembagiannya adalah berpikir yang baik, berkata yang baik dan berbuat yang baik pula. Sebagai makhluk ciptaan Tuhan yang paling mulia diantara makhluk ciptaan Tuhan yang lainnya manusia harus dapat mengimplementasikan ajaran tersebut dalam kehidupannya sehari-hari. Mengenai suatu perkataan yang kita ucapkan baik sadar ataupun tidak sadar, terkadang menimbulkan kebahagiaan dan juga penderitaan bagi diri kita sendiri dan orang lain. Tanpa kita sadari, terkadang apa yang kita ucapkan menimbulkan sikap kesombongan dan keangkuhan serta egoisme. Perkataan orang yang sombong selalu ditandai dengan kata-kata yang bermakna paling, yakni, paling tahu, paling hebat, paling pintar, paling kaya, dan sebagainya

Perilaku orang sombong adalah meremehkan orang lain, mengecilkan orang lain, membesarkan dirinya sendiri, tidak bisa diatasi, berpotensi menghina orang lain namun ia tidak sadar bahwa perilakunya itu dapat menyakitkan hati orang lain. Ciri-ciri lain orang sombong adalah selalu membanggakan dirinya sendiri karena memiliki pendidikan tinggi atau memiliki kekayaan. Ia menuntut penghargaan tinggi walaupun dia tidak pantas mendapat penghormatan itu. Sombong tergolong pada asubhakarma (perbuatan yang tidak baik atau jahat). Sombong termasuk pula pada Tri Mala (Tri : tiga, Mala : penyakit, kejelekan) yang terdiri dari Kesmala (perbuatan yang hina dan kotor), Mada (perkataan yang kotor dan dusta), dan Moha (pikiran, perasaan yang curang dan sombong). Orang yang sombong, tidak hanya merugikan orang lain, tetapi juga merugikan dirinya sendiri, karena kesombongannya itu dapat menimbulkan kejengkelan seseorang atau memicu perkelahian yang fatal. Hal ini besar kemungkinan terjadi kalau saja yang dihadapi oleh orang sombong itu adalah orang-orang yang emosional atau dengan pertimbangan-pertimbangan yang pendek. (Raka Mas, 2002: 6-7).

Dalam Bhagavadgita XVI sloka 4 juga disebutkan bahwa sifat sombong itu dimiliki oleh orang yang bersifat jahat dan merupakan jalan terbuka lebar menuju neraka. Mereka yang selalu sombong atau bangga karena memiliki sejenis pendidikan atau sejumlah kekayaan. Mereka ingin disembah oleh orang lain dan mereka menuntut penghormatan, walaupun mereka tidak layak dihormati. Mereka menjadi marah sekali karena hal-hal yang kecil sekali dan mereka berbicara dengan cara yang kasar, bukan dengan cara yang lembut. Mereka tidak mengetahui apa yang harus dilakukan dan apa yang seharusnya tidak dilakukan. Mereka melakukan segala sesuatu seenaknya, menurut kehendak sendiri. Dengan demikian sloka ini mengingatkan kita agar menjadi orang waras, menghindari kejahatan dan meningkatkan kesadaran diri pribadi menjadi manusia yang selalu melaksanakan subha karma (perbuatan yang baik) agar memperoleh kehidupan yang baik, nyaman dan sejahtera.

Dari perkataan, dari cara seseorang berbicara kita dapat melihat bahwa orang yang kita ajak bicara itu orang baik atau tidak, orang pandai atau tidak. Tetapi karena ada kebiasaan untuk “bertanam tebu di bibir” maka kita harus waspada. Bukan saja waspada dalam mendengar kata-kata orang lain, tetapi juga waspada dalam mengeluarkan kata-kata atau berbicara agar tidak menimbulkan suatu sikap kesombongan dan keangkuhan. Karena “Lidah kamu, harimau kamu, memotong kepala kamu”. Lidahmu atau kata-katamu akan buas, sebagai harimau yang mungkin akan menjerumuskan engkau kelembah derita, disamping menyebabkan sakit hati orang lain. Setajam-tajam pedang, lidah manusia lebih tajam lagi karena tusukan pedang mungkin dapat disembuhkan tetapi tusukan kata-kata dari perkataan manusia itu akan melukai dan mengasami hati seumur hidup.

Kesombongan dan keangkuhan berawal dari cara seseorang berbicara dan dari perkataannya itu. Sehingga kata-kata yang kita ucapkan memegang peranan penting dalam kehidupan kita sehari-hari. Dalam Nitisastra (V.3) dikatakan :
Wasita nimittanta manemu laksmi,
Wasita nimittanta pati kapangguh,
Wasita nimittanta manemu duhkha,
Wasita nimittanta manemu mitra”.
Artinya :
Karena kata-kata engkau mendapat kebahagiaan.
Karena kata-kata engkau menemui ajalmu.
Karena kata-kata engkau menderita nestapa.
Karena kata-kata engkau mendapat teman.

Disamping itu dikatakan juga bagaimana perbedaan kata-kata yang dikeluarkan oleh seorang yang budiman dengan seorang yang jahat.
Bhatara haricandanatisaya tisnira, humewihi tejaning wulaan,Satisnira kinalihan kalewihan tekapi wacana sang mahardika.
Ikang dahana bahni tiksna mapans lumewihi sira tejaning rawi.
Panas nira kinalihan kaluwihan tekapi wacananing duratmaka.
(Nitisastra III.10)
Artinya :
Perbawa Bhatara Wisnu itu sejuk melebihi kesejukan sinar bulan. Walaupun demikian kata-kata orang budiman saleh itu melebihi dua kali lipat kesejukannya. Panas api menyala itu melebihi panas matahari di dunia ini. Tetapi kata-kata orang jahat itu dua kali lipat melebihi kepanasan api itu.

Adapun cerminan bagi orang-orang yang sombong adalah suatu saat nanti dan pada saatnya tiba, dia akan berbalik malu dan menderita atas perkataan dan perbuatan yang telah dia lakukan terhadap orang lain, karena apa yang ia katakan dan perbuat belum tentu lebih baik dan benar daripada perkataan dan perbuatan orang lain. Dia akan menerima karmanya sendiri. Dalam Slokantara, sloka 13 (10) menyatakan bahwa karma itu pengikut yang setia. Hanya karmalah, yaitu perbuatan baik ataupun buruk yang mengikuti jiwa manusia sebagai bayangannya baik di dunia ataupun di akhirat. Dalam Saramuscaya, sloka 32 juga dikatakan bahwa adapun yang ikut sebagai teman jika kita kedalam alam baka adalah karma (perbuatan baik atau buruk). Oleh karena itu berusahalah berbuat dan berkata yang baik, jangan sombong dan angkuh karena itulah yang akan menjadi sahabat yang akan menuntun jiwa ke alam baka kelak. Karena orang-orang yang sombong termasuk orang yang jahat maka karmanya akan mengantarkan dia pada pintu gerbang neraka dan harus menerima hukuman sesuai dengan karmanya itu

Kamis, 13 Agustus 2015

Merdeka Menurut Hindu

Merdeka Menurut Hindu

Dalam kehidupan berbangsa dan bernegara kemerdekaan adalah sebuah kebebasan, tidak ada penindasan dari bangsa lain, tidak berada dibawah kekuasaan bangsa lain dan tidak ada campur tangan bangsa lain. Kini kemerdekaan memiliki arti yang lebih luas mencangkup segala aspek kehidupan; politik, sosial, hukum dan budaya. Mari kita mencoba merenungkan apakah bangsa indonesia telah merdeka jika kita melihat masih banyaknya orang-orang dinegeri ini yang bicara soal Ras. 
Bagaimana dengan kebebasan setiap pemeluk agama untuk melakukan ibadahnya membangun tempat ibadahnya?
Apakah sudah merasa nyaman dan aman?
Lalu bagaimana soal pendidikan, aspek hukum dan perekonomian apakah bangsa indonesia telah merdeka untuk semua itu? 
Kemerdekaan dari tahun ke tahun masih belum terlihat adanya kemerdekaan secara individual dan sosial di bangsa ini.


Kemerdekaan menurut Hindu adalah kemerdekaan seseorang untuk mengatasi/melawan tujuh hal yang menyebabkan orang mabuk, lupa daratan. 
Lalu apa hubungan dengan kemerdekaan dalam kehidupan berbangsa? 
Ketut Wiana, seorang tokoh Hindu Nasional dan Dosen Institut Hindu Dharma Negeri menjabarkan tentang hal itu.

Merdeka berasal dari bahasa Sansekerta dari kata ”maharddhika’‘ yang artinya berkuasa, bijaksana, orang berilmu. Dalam Kekawin Nitisastra IV.19 dijelaskan konsep ”mahardhika” amat nyata. Ada tujuh penyebab orang bisa mabuk. Tetapi barang siapa yang tidak mabuk atau dapat menguasai tujuh penyebab mabuk itu dialah yang disebut hidupnya ”merdeka”. Dialah orang bijaksana bagaikan Sang Pinandita. Ini artinya perjuangan untuk memperoleh kemerdekaan itu adalah perjuangan untuk membangun tujuh hal yaitu surupa, guna, dhana, kula, kulina, yowana, sura, kasuran. Yang penting ketujuh hal itu tidak membuat mabuk atau dapat menguasai tujuh penyebab mabuk itu.

Didalam Nitisastra IV. 19 disebutkan:
Lwirning mangdadi madaning jana sur pa guna dhana kula kulina yowana
lawan tang sura len kas aran agawe wereh manahikang sarat kabeh, 
yan wwanten wang sira sang dhanewsara sur apa guna dhana kula yowana 
yan ta mada maharddhikeka panggarannia sira putusi sang pinandita.
Hal yang dapat membikin orang mabuk adalah keindahan rupa, kepandaian, kekayaan, kemudahan, kebangsawanan, keberanian dan air nira. Barang siapa tidak mabuk karena semuanya itu dialah yang dapat disebut merdeka (mahardika), bijaksana bagaikan Sang Pinandita.
Adapun tujuh hal penyebab mabuk (sapta timira) adalah:
  1. Surupa yaitu keindahan rupa seperti cantik bagi mereka yang perempuan dan ganteng bagi mereka yang laki-laki. Cantik dan ganteng ini tentunya tidak ada artinya dalam hidup ini kalau tidak disertai dengan sehat dan bugar. Kalau kebetulan berhasil lahir cantik atau ganteng tentunya amat membahagiakan. Ini artinya hidup ini boleh dan semestinya berusaha untuk menguatkan eksistensi cantik dan ganteng tersebut dengan usaha membina kesehatan diri yang bugar dan segar. Yang penting hal itu tidak menyebabkan orang itu mabuk. Ada sementara fakta sosial yang kita jumpai bahwa ada orang yang cantik atau ganteng tetapi sulit mendapatkan pasangan yang ideal karena sering tampil sombong atau gelap hati karena kecantikan atau kegantengannya itu. Ini artinya dia dijajah oleh kecantikan atau kegantengannya.
  2. Guna artinya ilmu terapan yang telah memberikan makna pada kehidupan. Dalam Nitisastra II.5 ada dinyatakan: Norana mitra mengelewihaning wara guna maruhur. Artinya tidak ada sahabat yang melebihi bersahabat dengan ilmu pengetahuan yang luhur. Ilmu itu adalah tongkat penunjang kehidupan. Dalam susastra Hindu di Bali disebut: matungked tutur utama. Ini artinya ilmu itu adalah sarana untuk mensukseskan tujuan hidup. Kalau tongkat ilmu pengetahuan itu telah dimiliki, selanjutnya mereka tidak sombong atau mabuk karena ilmu pengetahuan itu, dialah yang disebut merdeka. Kalau mereka itu sombong bersikap ekslusif karena memiliki ilmu pengetahuan itu artinya mereka belumlah merdeka. Bahkan bisa menjadi budaknya ilmu pengetahuan.
  3. Dhana artinya memiliki kekayaan berupa harta benda. Hubungan kekayaan dengan manusia ibarat air dengan perahu. Perahu tidak bisa berlayar tanpa air. Tujuan perahu berlayar bukan mencari air, tetapi, mencari pantai tujuan. Kalau salah caranya perahu berlayar, air itulah yang menenggelamkan perahu tersebut. Ini artinya harta benda itu adalah sarana hidup untuk menyelenggarakan kehidupan. Janganlah sampai harta benda itu menenggelamkan hidup ini sehingga justru menggagalkan usaha mencapai tujuan hidup. Orang yang sombong dan mabuk karena merasa memiliki harta benda itu artinya mereka belum merdeka.
  4. Kula kulina artinya memiliki keturunan yang mulia. Lahir dalam keluarga yang mulia artinya dari keluarga orang suci, orang berjasa pada bangsa atau orang yang kaya dermawan adalah suatu karunia yang patut disyukuri. Yang penting tidak mabuk karena merasa memiliki wansga yang mulia itu. Apa lagi Bhagawad Gita menyatakan bahwa membangga-banggakan wangsa (abhijana) itu salah satu sifat manusia yang keraksasaan atau asuri sampad.
  5. Yowana artinya senantiasa punya semangat muda. Semangat muda didukung oleh kesehatan yang prima dan wawasan yang luas tentunya karunia yang amat utama. Apa lagi delapan sistem ajaran Ayurveda itu salah satu adalah Rasayana Tantra yaitu ilmu kesehatan untuk membina hidup sehat bugar awet muda. Yang penting tidak sombong karena kemudaan dan segalanya itu. Kalau sombong dan mabuk karena kemudaannya itu artinya ia belum juga merdeka.
  6. Sura artinya nira atau di Bali disebut tuak. Minuman itu mengandung alkohol. Memang ada obat tertentu yang membutuhkan alkohol sebagai salah satu unsur yang membentuk obat tersebut. Yang penting jangan sampai alkohol itu diminum di luar fungsinya sebagai obat sampai kecanduan. Kalau sampau mabuk-mabukan itu artinya mereka itu belum juga merdeka.
  7. Kasuran artinya pemberani karena memiliki kesaktian artinya memiliki ilmu dan kemampuan untuk mengamalkan ilmu tersebut dalam kehidupan empiris. Mereka yang sakti itu tentunya menjadi dambaan masyarakat pada umumnya. Yang penting mereka tidak sombong dan mabuk karena semuanya itu. Kalau mabuk artinya mereka belum merdeka.
Setiap tahun kemerdekaan selalu diperingati dengan ajakan mari isi kemerdekaan dengan pembangunan, tidak perlu terlalu muluk-muluk. Pembangunan diri sendiri untuk menjadi pribadi yang lebih baik. Menghargai perbedaan, menjunjung tinggi persatuan. Dirgahayu Bangasaku! Om Santhi.