Tampilkan postingan dengan label Catur Marga Yoga. Tampilkan semua postingan
Tampilkan postingan dengan label Catur Marga Yoga. Tampilkan semua postingan

Minggu, 23 Agustus 2015

Tentang Moksa - Catur Purusa Artha

Tentang Moksa - Catur Purusa Artha dan Panca Sradha

Moksa adalah salah satu sradha dalam Agama Hindu yang merupakan tujuan hidup tertinggi Agama Hindu (Panca Sradha dan Catur Purusa Artha). Diantara semua makhluk hidup di dunia ini, maka manusia adalah yang termulia, menurut ajaran agama Hindu. Manusia dapat berbuat baik maupun buruk. Orang sepatutnya bersyukur dan berbesar hati lahir sebagai manusia. Menjelma menjadi manusia sungguh-sungguh utama karena ia dapat menolong dirinya dari kesengsaraan dengan berbuat baik.

Menjelma menjadi manusia merupakan kesempatan untuk membebaskan diri dari kesengsaraan menuju kebahagiaan yang abadi yang di  sebut moksa/kebebasan.

Moksa berasal dari kata “muc” diambil dari Bahasa Sansekerta yang artinya membebaskan/ mengeluarkan/ melepaskan.

Menurut kitab-kitab Upanisad, moksa adalah keadaan atma yang bebas dari segala bentuk ikatan dan bebas dari samsara. Yang dimaksud dengan atma adalah roh, jiwa. Sedangkan hal-hal yang termasuk ikatan adalah :
  1. Pengaruh panca indria
  2. Pikiran yang sempit
  3. Ke-akuan
  4. Ketidak sadaran pada hakekat Brahman-Atman
  5. Cinta kasih selain kepada Hyang Widhi
  6. Rasa benci
  7. Keinginan
  8. Kegembiraan 
  9. Kesedihan 
  10. Kekhawatiran/ketakutan, dan 
  11. Khayalan
Moksa adalah tujuan akhir umat Hindu. Moksa merupakan akhir dari punarbhawa, akhir dari lahir dan mati, bersatunya atma dengan paramatma, kebebasan yang kekal abadi. Bersatunya Atma dengan Brahman berarti Atma telah mencapai keadaan “Sat Cit Ananda”, yaitu kebahagiaan yang kekal abadi/ “sukha tan pawali dukha”. Istilah moksa disamakan artinya dengan kelepasan, nirwana, mukti dan kaparamartha. Mencapai moksa bukan hanya setelah manusia itu mati (disebut : Videha Mukta), tetapi dalam dunia ini pun moksa dapat dicapai setelah bebas dari ikatan duniawi dan pasang surut, suka dukanya gelombang hidup di dunia yang disebut “jiwanmukti” (moksa semasih hidup).

Jika selama masih hidup seseorang itu mencapai moksa maka ia telah mencapai tingkat moral yang tertinggi, kehidupannya sempurna (krtakrtya), penuh dengan kesenangan (atmarati) karena terbebas dari 11 jenis ikatan yang disebutkan diatas, memandang dirinya ada pada semua mahluk (eka-atma-darsana), memandang dirinya ada pada alam semesta (sarva-atma-bhava-darsana). Kesenangan juga tercapai karena pengetahuan dan kesadaran bahwa brahman-lah atman yang ada didirinya (brahmanbhavana).

Jika moksa dicapai setelah meninggal dunia maka terjadilah proses menyatunya atman dengan brahman sehingga atman tidak lahir kembali sebagai mahluk apapun atau bebas dari samsara, disebut juga sebagai kedamaian abadi (sasvatisanti).

Macam – Macam Moksa

Berdasarkan atas keadaan Atma dalam hubungannya dengan Paramatma, maka moksa dapat dibedakan menjadi 4 macam yaitu :
  1. Samipya/Jiwan Mukti. Merupakan suatu kebebasan yang dicapai semasa hidup ini terutama oleh para Maha Rsi pada waktu melakukan semadhi, segala unsur-unsur maya/pikiran, emosi dan badan dapat dikendalikan, sehingga beliau dapat menerima wahyu-wahyu Tuhan.
  2. Sarupya / Sadarmya. Merupakan kebebasan yang dicapai semasa hidup, dimana kedudukan Atma dapat mengatasi unsur-unsur maya, karena dalam hal ini Atma merupakan refleksi daripada kemahakuasaan Tuhan.
  3. Salokya/Karma Mukti. Merupakan kebebasan yang dapat dicapai oleh Atma dimana Atma itu sendiri telah berada dalam posisi dan kesadaran yang sama dengan Tuhan, akan tetapi belum bersatu. Dalam hal ini Atma telah mencapai tingkat dewa yang merupakan manifestasi sinar suci Tuhan. Salokya sama dengan Karma Mukti.
  4. Sayujya/Purna Mukti. Merupakan suatu tingkat kebebasan yang tertinggi dimana Atma telah bersatu dengan Tuhan, sehingga mencapai “Brahman Atman Aikyam”. Sayujya sama dengan Purna Mukti.

Tingkatan – Tingkatan Moksa

Berdasarkan atas kemampuan manusia untuk melepaskan diri dari ikatan keduniawian untuk mencapai Moksa, maka berdasarkan tingkatannya  Moksa dibedakan menjadi 3 diantaranya :
  1. Moksa. Merupakan kebebasan yang dapat dicapai oleh seseorang tetapi masih meninggalkan bekas berupa mayat/badan kasar.
  2. Adi Moksa. Merupakan kebebasan yang dicapai oleh seseorang dengan meninggalkan bekas-bekas berupa abu.
  3. Parama Moksa. Merupakan kebebasan yang dicapai oleh seseorang tanpa meninggalkan bekas.

Jalan Mencapai Moksa

Untuk mencapai moksa seseorang harus mempunyai persyaratan tertentu sehingga proses mencapai moksa dapat berjalan sesuai dengan norma-norma ajaran agama Hindu. Dalam mencapai Moksa dapat dilakukan dengan beberapa cara yaitu :
  1. Dharma.
  2. Dalam ajaran agama Hindu yang terdapat dalam Catur Parusa Arta dijelaskan bahwa tujuan dari kehidupan adalah bagaimana untuk menegakkan Dharma, setiap tindakan harus berdasarkan kebenaran tidak ada dharma yang lebih tinggi dari kebenaran. Dalam Bagawad Gita disebutkan bahwa Dharma dan Kebenaran adalah nafas kehidupan. Krisna dalam wejangannya kepada Arjuna mengatakan bahwa dimana ada Dharma, disana ada Kebajikan dan Kesucian, dimana Kewajiban dan Kebenaran dipatuhi disana ada kemenangan. Orang yang melindungi dharma akan dilindungi oleh dharma maka selalu tempuhlah kehidupan yang suci dan terhormat.

    Dalam zaman edan saat ini semua orang mengabaikan kebenaran, orang sudah menghalalkan segala cara untuk mencapai tujuan, krisis moral sudah meraja lela dimana mana, kebenaran dan keadilan sudah langka, orang sudah tidak mengenal budaya malu, semua perbuatannya dianggap sudah benar dan normal. Sebenarnya Dharma tidak pernah berubah, Dharma telah ada pada zaman dahulu, zaman sekarang dan zaman yang akan datang, ada sepanjang zaman tetapi setiap zaman mempunyai karateristik lain dalam melakukan latihan kerohanian (spiritual). Untuk Kerta Yuga latihan kerohanian yang baik adalah melakukan Meditasi, untuk Treta Yuga latihan kerohanian yang baik adalah dengan melakukan Yadnya atau kurban, untuk Dwapara latihan kerohanian yang baik adalah dengan melakukan Yoga yaitu upacara pemujaan dan untuk Kali Yuga latihan kerohanian yang baik adalah dengan melakukan Nama Smarana yaitu mengulang ngulang atau menyebut nama Tuhan yang suci.

  3. Pendekatan kepada Yang Widhi Wasa
  4. Untuk mendekatkan diri kehadapan Yang Widhi Wasa ada beberapa cara yang dilakukan Umat Hindu yaitu cara Darana (menetapkan cipta), Dhyana (memusatkan cipta), dan Semadi (mengheningkan cipta). Dengan melakukan latihan rochani , terutama dengan penyelidikan bathin, akan dapat menyadari kesatuan dan menikmati sifat Tuhan yang selalu ada dalam diri kita. Apabila sifat-sifat Tuhan sudah melekat dalam diri kita maka kita sudah dekat dengan Tuhan Yang Maha Esa sehingga segala permohonan kita akan dikabulkan dan kita selalu dapat perlindungan dan keselamatan.

  5. Kesucian.
  6. Untuk memperoleh pengetahuan suci, dan menghayati Yang Widhi Wasa dalam keberagaman dinyatakan dalam doa Upanisad yang termasyur:
    Asatoma Satgamaya, 
    Tamasoma Jyothir Gamaya, 
    Mrityorma Amritan Gamaya 
    yang artinya;
    Tuntunanlah kami dari yang palsu ke yang sejati, tuntunlah kami dari yang gelap ke yang terang, tuntunlah kami dari kematian ke kekekalan.
    Setiap kita melakukan kegiatan, kita biasakan untuk memohon tuntunan kehadapan Yang Widhi Wasa agar kita selamat dan selalu dilindungi. Pekerjaan apapun kita lakukan, apabila kita bekerja demi Tuhan dan dipersembahkan kehadapan Yang Widhi Wasa, maka pekerjaan tersebut mempunyai nilai yang sangat tinggi. Dengan menghubungkan pekerjaan tersebut dengan Yang Widhi Wasa, maka ia menjadi suci dan mempunyai kemampuan dan nilai yang tinggi.
Tujuan dari kehidupan kita adalah agar atman terbebas dari triguna dan menyatu dengan Para atman. Didalam Weda disebut yaitu Moksartham Jaga Dhitaya Ca Iti Dharmah yang artinya adalah tujuan agama (Dharma) kita adalah untuk mencapai moksa (moksa artham) dan kesejahteraan umat manusia (jagadhita).
Ciri2 orang yang telah mencapai jiwatman mukti adalah:
  1. Selalu mendapat ketenangan lahir maupun bathin.
  2. Tidak terpengaruh dengan suasana suka maupun duka.
  3. Tidak terikat dengan keduniawian.
  4. Tidak mementingkan diri sendiri, selalu mementingkan orang lain (masyarakat banyak.
Pada dasarnya semua umat Hindu mempunyai keinginan untuk bahagia baik didunia maupun diakhirat (“Moksartham Jagadhita Ya Ca Iti Dharma”). Ada empat jalan untuk menuju moksa yang disebut dengan Catur Marga Yoga; diantaranya :
  1. Bhakti Marga Yoga
  2. Jalan atau cara untuk mencapai moksa atau kebebasan, yaitu bersatunya Atman dengan Tuhan dengan melakukan sujud bakti kehadapan Yang Widhi Wasa. Bakti adalah cinta yang mendalam kepada Tuhan, bersifat tanpa pamerih sedikitpun dan tanpa keinginan duniawi apapun juga. Bagi umat Hindu untuk melakukan Bakti Marga Yoga dengan menyanyikan nama-nama Tuhan secara berulang-ulang, bergaul dengan orang-orang Suci yang mempunyai bakti, konsentrasi pikiran setiap saat kepada Tuhan, dan jalan Bakti ini adalah yang paling mudah dilakukan. Seperti setiap hari kita melakukan Trisandya dengan mengucapkan Gayatri Mantra tiga kali sehari.

    Untuk menanamkan rasa Bakti kehadapan Yang Widhi Wasa , sebaiknya anak mulai kecil dididik mengucapkan Mantra Gayatri dengan memberi penjelasan makna dan arti masing bait, sehingga meresap dalam pikiran mereka dan dapat menuntun ajaran-ajaran kebenaran (Dharma). Kalau belum hafal sebaiknya dibaca saja dan usahakan dengan suara yang lembut sehingga benar-benar meresap dalam hati sanubari kita dan bayangkan Brahman ada dalam pikiran dan renungkan secara terus menerus selama melagukan Gayatri Mantra Dengan selalu melantunkan Gayatri Mantra terus menerus , maka kita seolah olah menyatu dengan Tuhan atau bersatunya Atman dengan Tuhan., sehingga kita mendapat ketenangan, kedamaian, keselamatan dan kesejahteraan.Dalam melakukan Bakti Marga Yoga terutama upacara piodalan di pura-pura diseluruh Indonesia, masyarakat Hindu sudah mempunyai cara upacara bakti (persembahyangan) secara baku, dimanapun kita melakukan persembahyangan sudah tersusun sama, dan Mantra Gayatri selalu dilantunkan sebelum persembahyangan dimulai.

    Pada saat Pendeta melakukan upacara piodalan juga dinyanyikan lagu-lagu warga sari sebagai pemujaan kehadapan Yang Widhi Wasa yang mempunya makna adalah agar sebelum persembahyangan dimulai kita sudah mulai rasakan menyatunya Atman dengan Brahman.

  3. Karma Marga Yoga
  4. Cara atau jalan untuk mencapai moksa (bersatunya Atman dengan Brahman), dengan selalu berbuat baik, tetapi tidak mengharapkan balasan atau hasilnya untuk kepentingan diri sendiri (amerih sukaning awah) disebut Karma Marga Yoga. Dalam Karma Marga Yoga, kita sebagai umat Hindu setiap tindak tanduk kita melakukan karya harus demi kepentingan masyarakat banyak dan jangan ada suatu keinginan untuk menikmati hasilnya, sebab kalau kita selalu berpikir hasilnya akan timbul keterikatan-keterikatan, kalau keterikatan-keterikatan telah tumbuh dalam jiwa kita, maka ketenangan akan menjauh dari kenyataan, sehingga jiwa kita akan diracuni oleh Sad Ripu yaitu enam musuh utama manusia yang terdiri dari Kama, Lobha, Mada, Moha, Kroda, Matsarya (napsu, loba, kemarahan, kemabukan, kebingungan,iri hati).

    Didalam Bhagawad Gita disebutkan bahwa berulang kali Krisna berkata kepada Arjuna, lakukan tugasmu, lakukanlah pekerjaan yang benar tetapi jangan ingin menikmati hasil pekerjaan itu. Tujuan Krisna memberikan wejangan kepada Arjuna agar jangan     melihat hasil nya adalah, kita sebagai pelaku benar2 dalam bekerja semua perbuatan kita yaitu karma diubah menjadi Yoga sehingga kegiatan tersebut membawa kita menuju persatuan dengan Tuhan maka ini disebut dengan Karma Marga Yoga. Apabila seseorang sudah dapat melakukan pekerjaan tanpa melihat hasilnya maka ia akan menjadi orang yang benar2 bijaksana (Stithaprajna), yang tidak terpengaruh dengan keadaan suka dan duka atau gembira dan sedih.

    Perbuatan adalah karma , setiap orang lahir dari karma, hidup dalam karma dan mati dalam karma, karma sumber dari baik dan buruk dosa atau kebajikan, laba atau rugi, kebahagiaan atau kesedihan, sebenarnya karmalah penyebab kelahiran, maka karma dalam kehidupan merupakan masalah yang sangat penting. Sebagai ilustrasi dapat diceritrakan sebagai berikut.

    Diumpamakan badan kita adalah sebuah jam dinding, dan nafas kita adalah pegasnya yang menyebabkan jarum jam dapat berputar, dan baterynya adalah tenaga manusia. Tanpa nafas dan tenaga, manusia tidak dapat berbuat apa apa yaitu berkarma, maka perbuatan (karma) sangat tergantung dengan nafas (pegas) dan tenaga (batery). Dengan kekuatan batery (tenaga) maka jarum jam yang terdiri dari tiga jarum yaitu jarum yang paling panjang disebut jarum detik, jarum yang menengah disebut dengan jarum menit dan jarum yang paling pendek disebut jarum jam. Ketiga jarum akan berputar dengan kecepatan yang berbeda beda dan saling ketergantungan satu sama lainnya, tetapi masing2 jarum akan berputar sesuai dengan fungsinya.

    Apabila jarum detik telah berputar 60 kali maka jarum menit akan mengikuti berputar hanya sekali, demikian saat jarum menit telah berputar 60 kali maka jarum jam akan berputar sekali demikian seterusnya dengan menggunakan kelipatan 60. Setiap gerakan jarum detik kita umpakan adalah karma (perbuatan), untuk gerakan jarum menit kita umpamakan adalah perasaan dan untuk gerakan jarum jam kita umpamakan adalah kebahagiaan. Untuk mencapai suatu kebahagiaan yang terus menerus kita harus selalu berbuat (berkarma) baik, setiap tindakan kita selalu tanamkan kebaikan yang menyebabkan perasaan kita mendapat rangsangan kebaikan tersebut sehingga kita merasa senang.
    Apabila perasaan kita telah mencapai kesenangan terus menerus akibat kita selalu berbuat (karma) baik terhadap seseorang, maka menyebabkan kita akan mencapai kebahagiaan, sebab karma (perbuatan), perasaan, dan kebahagian saling keterkaitan seperti ketiga jarum jam berputar saling ketergantungan satu sama lainnya.

    Makin banyak kita ber karma baik maka perasaan dan kebahagian akan selalu mengikuti seperti perputaran jarum jam, apabila jarum detik tidak bergerak jangan harap jarum menit bergerak apalagi jarum jam Kebahagian akan dicapai dalam kehidupan ini apabila kita selalu berkarma baik

  5. Jnana Marga Yoga
  6. Pada saat sekarang peranan ilmu pengetahuan dan teknologi (IPTEK) sangat menentukan dalam pembangunan nasional disamping ilmu pengetahuan lainnya. Setiap negara akan berusaha sekuat tenaga dengan menggunakan resource yang ada untuk berkompetisi dalam bidang IPTEK, siapa yang menguasai IPTEK maka merekalah yang menguasai dunia ini. Kata Jnana artinya adalah kebijaksanaan filsafat atau pengetahuan, Yoga berasal dari urat kata YUJ yang artinya menghubungkan diri.

    Jadi Janana Marga Yoga artinyga jalan untuk mencapai persatuan atau pertemuan antara Atman dengan Paramatman (Tuhan) berdasarkan atas pengetahuan (kebijaksanaan filsafat) terutama mengenai kebenaran dan pembebasan diri dari ikatan duniawi (maya). Dalam kehidupan ini kita memilih profesi pekerjaan kita sesuai dengan bakat yang diberikan oleh Sangyang Widhi Wasa dan latar belakang pendidikan kita atau pekerjaan yang sangat menarik yang kita geluti saat ini, sebab bakat yang diberikan oleh Tuhan adalah anugrah yang sangat tinggi nilainya yang merupakan hasil Karma kita dahulu sebelum kita Reinkarnasi sebagai manusia. Apabila kita ingin mengabdi kan diri dibidang ilmu pengetahuan, perlu diperhatikan adalah ilmu pengetahuan yang dapat membantu umat manusia dalam mengatasi kehidupan ini. Sebagai ilustrasi dapat disampaikan sebagai berikut.

    Pada zaman sekarang banyak manusia mengalami kesulitan dalam mengatasi penyakit, banyak penyakit yang belum diketemukan obatnya seperti AID, lever hati, tumor, kanker dan lain lainnya. Perkembangan ilmu kedokteran tidak dapat mengejar penyakit-penyakit yang timbul dalam masyarakat, peralatan rumah sakit masih menggunakan peralatan tradisional sehingga angka kematian di negara kita sampai sekarang masih cukup tinggi.

    Para dokter yang bergerak dibidang kesehatan harus terus menerus melakukan penelitian atau Research And Development (R&D) sehingga semua kesulitan masyarakat dapat diatasi dengan baik dan murah dengan diketemukan obat-obat yang mujarab. Seseorang yang mempunyai profesi dalam bidang kedokteran ini disebut dengan Jnana Marga Yoga dimana ilmu yang diabdikan demi kepentingan umat manusia.

  7. Raja Marga Yoga
  8. Jalan untuk mencapai moksa menurut agama Hindu dapat dilakukan melalui Tapa, Brata, Yoga, dan Semadi. Untuk mengendalikan diri dengan melakukan latihan-latihan untuk mengatasi Sadripu disebut dengan Tapa, Brata, sebab apabila Sadripu kita sudah dapat kendalikan maka jalan mencapai moksa lebih mudah. Disamping mengendalikan Sad Ripu, kita juga melakukan latihan-latihan untuk dapat menyatukan Atman dengan Tuhan yang disebut dengan Yoga dan Semadi, dengan melakukan konsentrasi yang setepat tepatnya dalam ketenangan dan suasana syandu sempurna sehingga kita dapat menyatu dengan Tuhan.

Sebagai ilustrasi dapat diceritrakan sebagai berikut.
Didalam suatu pesraman di Hutan rimba ada seorang resi yang bernama Resi Suka yang memberikan dharma wecana kepada murid-muridnya yaitu yoga, semadi diantara murid-murid nya ada seorang raja bernama raja Jenaka. Raja Jenaka disamping mempunyai kerajaan yang sangat besar dan kaya juga berkeinginan belajar spiritual (Yoga,semadi) kepada Resi Suka yang sangat terkenal ilmu spiritualnya. Banyak ujian-ujian yang diberikan kepada para siswanya agar dapat mencapai moksa dalam kehidupan ini dengan meninggalkan keduniawian dengan melepaskan semua keterikatan-keteriktan sehingga Atman menyatu dengan Brahman.Pada suatu hari Resi Suka agak terlambat memberikan dharma wecana sehubungan Raja Jenaka ada keperluan kerajaan yang sangat mendesak yang tidak boleh diwakili. Resi Suka dengan sengaja menunggu Raja Jenaka, ingin menguji kesabaran para muridnya apakah dapat mengekang sad ripu sebagai dasar pelajaran Yoga.

Dari pengamatan Resi Suka banyak para muridnya gelisah dan gusar dan kadang-kadang timbul marah tidak sabar menunggu sampai ada yang protes bahwa pelajaran dimulai saja, mengapa kita dibeda-bedakan orang biasa dengan raja Setelah raja datang dharma wecana baru dimulai dan resi Suka memberikan wejangan, kita harus dapat mengendalikan sad ripu sehingga kita dapat ketenangan bathin. Setelah dharma wecana selesai maka pelajaran dilanjutkan dengan yoga, semadi, dan pelajaran ini harus dilakukan dengan konsentrasi pikiran secara penuh.

Dengan suasana hening sepi hanya suara jengkrik yang kedengaran, para muridnya sedang asyik melakukan yoga semadi, tiba-tiba Resi dengan berteriak bahwa sedang ada kebakaran di kota kerajaan, murid-muridnya pada bubar berlari lari pergi ke kota kerajaan ingin menyelamatkan harta dan rumahnya yang kebakaran. Tetapi raja Jenata tidak bergeming sedikitpun, dia telah masuk dalam keadaan Semadi, beliau berbahagia dalam Atman.

Resi mengamati wajah raja dengan perasaan sangat gembira. Setelah beberapa murid-murid yang lari kembali bahwa dikota tidak ada kebakaran dan resipun memberikan penjelasan arti dari peristiwa tersebut. Penundaan mulainya dharma wecana adalah untuk menghormati raja, karena beliau telah menghapuskan keakuannnya kebanggaannya dan mempunyai kerendahan hati dan melatih mengendalikan sadripu dan berhasil dengan baik dan ini perlu dicontoh oleh semua muridnya. Dan peristiwa kebakaran di kota kerajaan sebenarnya tidak pernah terjadi, peristiwa kebakaran adalah rekayasa Resi dan ini merupakan ujian dari Resi Suka.Kalau mau berhasil sebagai seorang spiritual (Yogi) harus berani melepaskan semua keduniawian yaitu keterikatan-keterikatan, tanpa ada kemauan untuk menghilangkan keterikatan-keterikatan ini tidak mungkin tercapai tujuannya yaitu sebagai seorang Yogi.

Semua latihan ini membutuhkan ketekunan, tulus iklas, kesujudan iman dan tanpa pamerih. Pada akhir-akhir ini banyak generasi muda sudah melakukan latihan Yoga dan Semadi, dan buku penuntun untuk yang baru memulai belajar Yoga dan Semadi sudah cukup banyak beredar di toko buku, dan suasana ini sangat membantu bagi umat hindu untuk belajar masalah spiritual melalui Raja Marga Yoga.

Diantara keempat Marga Yoga tersebut diatas semuanya adalah sama tidak ada yang lebih tinggi kedudukannya, umat Hindu dapat memilih dari keempat Marga Yoga tersebut tergantung dari bakat masing-masing dan jalan yang satu akan berhubungan dengan yang lain semuanya akan mencapai tujuan yang sama yaitu Moksa.

Hambatan – Hambatan Mencapai Moksa

Mencapai moksa sungguh tidaklah mudah, banyak terdapat hambatan dan rintangan diantaranya :
  1. Masih melekatnya karma wesana dalam jiwatman.
  2. Karena terbelenggu oleh Awidya / kebodohan
  3. Karena ikatan subha dan asubha karma
  4. Karena guna, rajas dan tamas selalu lebih dominan
  5. Citta, Budhi, Manah dan Ahamkara tidak seimbang
  6. Belum dapat melaksanakan ajaran-ajaran Catur Asrama dengan baik dan benar.
Selain itu menjalankan Spiritual dalam kehidupan sehari hari sering mengalami kendala, banyak pertanyaan yang timbul terutama generasi muda, apakah kita melakukan kegiatan spiritual harus mengurangi kegiatan untuk mencari harta yaitu bekerja (karma). Ada juga yang berpendapat bahwa melakukan kegiatan spiritual sebaiknya dilakukan setelah MPP (masa persiapan pensiun) disamping banyak waktu juga tanggung jawab atau kewajiban sudah berkurang. Pada saat bekerja aktif dimana ada suatu jabatan tidak memungkinkan untuk melakukan kegiatan spiritual karena disibukkan dengan pekerjaan yang kadang menyimpang dari Dharma akibat tugas yang membutuhkan untuk mengambil keputusan sesuai dengan kebutuhan atasan (manajemen. Pada hal pada saat menjabatlah memanfaatkan kesempatan untuk menegakkan Dharma yaitu kebenaran, setiap keputusan yang diambil harus menguntungkan masyarakat banyak. Kadang banyak orang yang tidak sabar dalam mengumpulkan harta dalam bidang pekerjaannya dengan mengambil jalan pintas yaitu KKN (korupsi, kolusi, nepotisme), pada hal dalam mengumpulkan harta tidak harus ber KKN banyak jalan atau cara yang ditempuh asal mau sabar dan tetap berlandaskan Dharma.
demikian sekilas  Tentang Moksa - Catur Purusa Artha dan panca Srada, semoga bermanfaat.

Rabu, 19 Agustus 2015

Ajaran YOGA dalam kehidupan sehari-hari

Ajaran YOGA dalam kehidupan sehari-hari

Kata yoga berasal dari bahasa Sanskerta “yuj”, yaitu menghubungkan atau hubungan, yakni hubungan yang harmoni dengan objek yoga. Maharsi Patanjali dalam kitabnya, Yogasutra (I:2) mendefinisikan yoga:
yogas citta vrtti nirodhah”, 
yang artinya;
mengendalikan gerak-gerik pikiran, atau cara untuk mengendalikan tingkah-polah pikiran yang cendrung liar, bias, dan lekat terpesona oleh aneka ragam objek (yang dikhayalkan) memberi nikmat.
Oleh karena itu, kini kita mulai menyadari bahwa mengendalikan pikiran adalah hal yang terpenting. Mengendalikan dalam konteks yoga lebih berarti:
amuter tutur pinahayu
membalik kesadaran secara benar (Kanwa X:1)
Artinya kesadaran yang sebelumnya cendrung mengarah keluar dan suka berada diluar diri adalah kesadaran yang lebih cenderung terjebak, karena seringkali didasari oleh pengetahuan yang keliru. Maksudnya pikiran hendaknya diusahakan berdasar atas pengetahuan yang benar. Biar seimbang dan tidak cendrung lupa diri, sewaktu-waktu dalam waktu yang tepat kita perlu meluangkan waktu untuk membalik pikiran, yakni diarahkan kedalam diri dengan cara:
  1. Duduk mantap dalam diam terpejam,
  2. Dengan nafas halus alami,
  3. Lalu secara rileks menarik pikiran (indra) agar lepas sebentar dari aneka ragam objek nikmatnya diluar,
  4. Terus diarahkan kembali pulang kanda, kedalam diri,
  5. Terus dibiasakan terkonsentrasi menembus lapis-lapis diri menuju pada satu titik pusat meditasi (misal pada salah satu cakra, simpul batin),
  6. Disitu lalu ditenangkan, dimurnikan, dan dikontemplasikan dalam renungan mendalam,
  7. Dan bila berhasil mencapai puncak permenungan mendalam itu, maka terseraplah dalam kelenyapan dalam itu, kebahagiaan sejati.
Kata Sang Rsi, ia yang “ulah apageh” tekun berusaha dan mantap, seperti itulah yang disebut-sebut sebagai orang yang berhasil dalam yoga, mendapat pencerahan yang membahagiakan. Cirinya ia punya siddhi dan taksu daya bathin dan karisma. Laras dengan itu Mpu Kanwa melukiskan pengalaman yoga Arjuna setelah ia berhasil dalam perjuangan bathinnya memurnikan indra dan emosinya menjadi daya budi dan daya rasa. Disitu Mpu Kanwa mengisyaratkan kepada kita bahwa, yoga adalah jalan kesucian untuk menemukan-memahami-dan mengalami kemanunggalan dengan Yang Suci. Mpu Kanwa tegas dan dengan berulang-ulang mengatakan caranya, mareka mendekati itu, mendekati berarti berusaha menjadi (sahrdaya) sehati. Jika itu Suci, maka kita haruslah berusaha menjadikan diri suci. Jika itu Kebahagiaan, maka kita haruslah berusaha membahagiakan diri. Jika itu Pengetahuan, maka kita haruslah berpengetahuan. Jika itu Kebajikan, maka kita haruslah berbuat bajik.

Demikian disarankan, jadi kita harus tapa-bratha berusaha keras dan disiplin mendekatkan diri kepada Tuhan. Mendekat sampai mampu mengidentifikasikan diri seidentik mungkin dengan itu “Tuhan Sang Pujaan Hati”. Adapun yang dimaksud ‘Itu tampak nyata’ adalah hasil yoga, yakni Siddha ‘berhasil’:
  1. Menemui itu,
  2. Memikirkan itu, demikian selalu,
  3. Maka bila tiba waktunya, sang yogin berhak dan mendapat manunggal dengan itu.
Itu adalah Siva, Sang Hakekat Semesta, Sang Sumber Pengetahuan-Kebajikan-Kebahagiaan Sejati. Simpul kata, yoga adalah jalan untuk mulat sarira ‘merefleksi diri, intropeksi diri’ yang menyebabkan orang tahu diri. Disebut juga sebagai jalan panyupatan ‘ruwatan’ yang dapat menjadikan orang suci lahir dan bathin. Suci berarti sahrdaya, yakni sehati dalam Tuhan Yang Mahasuci.

Tujuan Yoga

Tujuan riil (jangka pendek) orang belajar yoga adalah agar menjadi manusia rahayu, sehat dan bahagia lahir bathin, tidak sakit-sakitan, terhindar dari penderitaan. Agar menjadi manusia sadar, dapat melaksanakan tugas hidup sebagaimana mestinya.

Sedangkan tujuan ideal (jangka panjang), seperti telah disebutkan diatas adalah agar mendapat pengalaman religius, yakni mengetahui-memahami-dan mengalami kemanunggalan dengan Sang Jati Diri, manunggalnya atman ‘roh individu’ dengan Atman atau Brahman ‘Roh Semesta, Tuhan’. Akan tetapi bagi, pengagum daya magis, siddhi ‘kekuatan supranatural’ itulah dijadikan tujuan utamanya, maka ia melaksanakan yoga yang khas.

Etika Yoga (Yama - Nyama Brata)

Untuk dapat ekagra laLu mencapai nirudha, orang pertama-tama dianjurkan untuk mentaati brata yoga, yang disebut yama dan niyama brata. Yama adalah pengekangan diri yang mesti senantiasa dilaksanakan. Sedangkan niyama brata adalah janji diri yang dapat dipandang sebagai pengokoh yama. Niyama dapat dilaksanakan secara tidak tetap tergantung situasi dan kondisi.
  • Yama Brata, 5 jenis disiplin utama yang disebut mahavrata ‘janji agung’; “ahima satasteya brahmacaryaparigraha yamah” (yogasutra. II:30). Artinya:
    1. Ahimsa, yaitu tidak bersikap atau berlaku kasar kepada sesama pun kepada makhluk lain, baik melalui pikiran, ucapan, maupun tindakan.
    2. Satya, yaitu bersikap dan berprilaku bajik, benar pada pikiran, setia pada ucapan, dan jujur pada perbuatan.
    3. Asteya, yaitu tidak mencuri.
    4. Brahmacarya, yaitu bersikap dan berlaku terkendali, mengendalikan nafsu asmara.
    5. Aparigraha, yaitu hidup sederhana atau tidak serakah.
  • Niyama Brata, 5 disiplin penunjang untuk mengukuhkan yama brata; ”sauca santosa tapah svadyayesvara pranindhanani niyamah” (yogasutra, II:3). Artinya:
    1. Sauca, yaitu berusaha menjaga kebersihan dan kesucian diri, baik lahir maupun batin.
    2. Santosa, yaitu berusaha menjaga kestabilan emosi, agar selalu tenang, arif, dan damai dalam menghadapi suatu masalah.
    3. Tapa, yaitu berusaha untuk tahan uji, melenyapkan ketidak sempurnaan diri dengan melakukan tapa, yang berpegang teguh pada dharma.
    4. Swagdyaya, yaitu berusaha belajar mandiri dan tekun mempelajari kitab suci.
    5. Isvarapranidhana, yaitu berusaha selalu memusatkan pikiran dan bhakti kepada Isvara ‘Tuhan’.

Astangga Yoga

Astangga Yoga adalah delapan tahapan yoga. Kedelapan tahapan yoga ini satu dengan yang lainnya saling terkait. Mengabaikan salah satu komponen penting tahapan ini berarti menghancurkan sistem yoga dan itu berarti gagal. Dalam lontar adalah delapan tahapan yoga. Kedelapan tahapan yoga ini satu dengan yang lainnya saling terkait. Mengabaikan salah satu komponen penting tahapan ini berarti menghancurkan sistem yoga dan itu berarti gagal. Dalam lontar Tattwa Jnana disebut prayogasandhi. Delapan tahapan yoga itu adalah:
  1. Yama, dasar moral yoga yang telah dijelaskan tadi didepan.
  2. Nyama, dasar moral yoga yang sudah dijelaskan juga tadi didepan.
  3. Asana, sikap duduk benar dan sempurna menurut sistem yoga (Zoetmulder 1995:67). Asana dapat dikelompokkan 3 posisi, yaitu: (1) duduk, (2) berdiri terbalik, (3) terlentang.
  4. Pranayama, latihan pernafasan (Zoetmulder, 1995:847), tujuan utamanya adalah agar tidak ada gangguan pernafasan dan dapat bernafas dengan lega dan alami melalui hidung yang diselaraskan dengan asana. Pranayama dapat dikelompokkan menjadi 3, yaitu: (1) puraka (menarik nafas), (2) khumbaka (menahan nafas), (3) recaka (mengeluarkan nafas).
  5. Prathahara, penarikan (Zoetmulder, 1995:856). Menarik indra dari objek kesukaannya,karena setiap indra mempunyai kesenangan sendiri-sendiri yang kemudian diarahkan kedalam diri.
  6. Dharana, tindakan memegang, membawa, menguasai, dan memiliki (Zoetmulder, 1995:196). Maharsi Patanjali mengajarkan 3 cara dharana, yaitu: (1) menguasai indra-indra agar tetap terkonsentrasi pada satu objek saja, tetap dibawah pengawasan manah (pikiran), (2) menentramkan gerak-gerik pikiran dengan watak lemah lembut, ceria, penuh kasih sayang dan tenang baik dalam keadaan duka maupun suka, (3) mengkonsentrasikan indra tersebut pada nafas yang keluar masuk tubuh (Yogasutra, I:32-25).
  7. Dhyana, berarti meditasi, refleksi, atau pemusatan pikiran (Zoetmulder, 1995:245), disebut juga kontemplasi atau renungan mendalam. Patanjali menjelaskan “tatra pratyaikatanata dhyanam” artinya, “arus pikiran terkonsentrasi tak putus-putusnya pada objek renungan”.
  8. Samadhi, kata ini berasal dari urat kata sam dan dhi. Sam artinya kumpulan persamaan, gundukan, timbunan, sedangkan Dhi artinya pikiran, ide-ide, atau budi. Secara etimologis Samadhi berarti pemusatan atau kumpulan pemikiran yang ditujukan kepada satu objek tertentu, dalam konteks yoga objek sasarannya adalah Tuhan Yang Maha Esa (Jendra, 1994:14). Renungan mendalam itu sesungguhnya adalah  Samadhi. Orang yang merenung (pemikir), aktivitas merenungnya (pemikirannya), dan yang direnungkan (objek yang dipikirkan). Maharsi Patanjali (yogasutra, I:17-18) menyatakan ada 2 jenis Samadhi, yaitu:
    • Samprajnata Samadhi, disebut juga sabija atau savikalpa samadhi, yakni keadaan supra sadar yang lebih rendah, karena masih ada benih kesadaran atau sisa kesan yang dirasakan.
    • Asamprajnata Samadhi atau nirbija atau nirvikalpa samadhi, adalah keadaan supra sadar yang transenden, yakni tidak menyadari lagi keadaan puncak yang dicapainya, ia mencapai kelepasan total, ia mencapai Sunya.

Aplikasi Ajaran Yoga Dalam Kehidupan Sehari – hari

Ada banyak jalan untuk mencapai kebenaran tertinggi. Jalan yang berbeda-beda itu tampakanya memiliki tujuan yang sama yaitu sebuah penyatuan tertinggi antara Atman dengan Brahman. Kita lahir berulang kali untuk meningkatakan perkembangan evolusi jiwa. Dan masing-masing dari kita berada pada tingkat pemahaman yang berbeda-beda. Karena itu tiap orang disiapkan untuk tingkat pengetahuan spiritual yanag berbeda pula. Semua jalan rohani yang ada di dunia ini penting karena ada orang-orang yang membutuhkan ajarannya. Penganut suatu jalan rohani dapat saja tidak memiliki pemahaman lengkap tentang sabda Tuhan dan tidak akan pernah selama masih berada dalam jalan rohani tersebut.

Jalan rohani itu merupakan sebuah batu loncatan untuk pengetahuan yang lebih lanjut. Setiap jalan rohani memenuhi kebutuhan rohani yang mungkin tidak dapat dipenuhi oleh jalan rohani yang lain. Tidak satupun jalan rohani yang memenuhi kebutuhan semua orang di segala tingkat. Saat satu individu masih tingkat pemahamannya tentang Tuhan dan perkembangan dalam dirinya, dia mungkin merasa tidak terpenuhi oleh pengajaran jalan rohani sebelumnya dan mencari jalan rohani yang lain untuk mengisi kekosongannya. Bila hal itu terjadi, maka orang tersebut telah meraih tingkat pemahaman yang lain dan akan merindukan kebenaran serta pengetahuan yang lebih luas, dan kemungkinan lain untuk tumbuh.

Dengan demikian kita tidak berhak untuk mencerca jalan rohani yang lain. Semua berharga dan penting di mata-Nya. Ada pemenuhan sabda Tuhan, akan tetapi kebanyakan orang tidak meperolehnya di sini untuk bisa meraih kebenaran, kita perlu mendengarkan roh dan melepas ego kita. Dan Yoga sebagai salah satu jalan yang bersifat universal adalah salah satu jalan rohani dengan tahapan-tahapan yang disesuaikan dengan kemapuan spiritual seseorang.
Berikut aplikasi yoga dalam kehidupan sehari – hari :
  1. Melakukan Persembahyangan
  2. Sembahyang adalah merupakan ajaran Bhakti – Yoga, dimana Bhakti Yoga adalah jalan bagi pengabdian diri, pemujaan, dan penyerahan diri kepada Tuhan. Para pemuja dalam jalan ini memuja Tuhan dalam berbagai bentuk yang ia punyai. Jalan ini adalah penyadaran yang sesuai dengan orang-orang yang terberkahi dengan pikiran yang emosional. Para pemuja dalam jalan ini secara inisial memilih salah satu Dewa (Ista-Dewa), yang sesuai temperamen dirinya, untuk mewujudkan tujuan spiritual. Tujuan dari jalan spiritual adalah melebur ego dari seorang individu melalui pengabdian dan penyerahan diri pada keinginan Tuhan (Pandit, 2005:73).
    Bhakti merupakan kasih sayang yang mendalam kepada Tuhan. Mereka yang mencintai Tuhan tak memiliki keinginan ataupun kesedihan, ia tak pernah membenci mahluk atau benda apapun dan tak pernah tertarik dengan objek-objek duniawi, ia merangkul semuanya dalam dekapan hangat kasih sayangnya (Sivanandha, 2003:135).
    Sembahyang dapat memelihara kesehatan seseorang. Dengan melakukan Asana atau sikap duduk Padmasana, dimana tulang punggung, leher dan kepala harus tegak lurus (tidak membungkuk), kemudian dengan Pranayama (pengaturan nafas) dengan sikap batin yang hening, tenang dan suci, akan menjadikan tubuh seseorang semakin sehat. (Suhardana, 2004:3-4).
  3. Menghormati Orang Tua / Guru
  4. Paramahamsa Yogananda (dlm Autobiography of a yogi) menguraikan bahwa jika dalam sehari saja kita dapat membahagiakan, mematuhi dan menghormati Orang Tua dan Guru hanya dengan menghormati dan menyayangi orang tua, kita sudah dianggap berlatih yoga selama delapan jam secara intensif di bawah bimbingan Guru sejati serta dianggap telah melakukan perjalanan evolusi yang seharusnya ditempuh  secara   alami   selama seribu  tahun. Melalui Bhakti Sang Yogi memperoleh kedekatan hubungan dengan Tuhan sebagai pribadi kosmik tertinggi (Para Brahman) Yoga belumlah sempurna tanpa Bhakti, sehingga sering dikatakan bahwa Bhakti merupakan puncak dari segala yoga.
  5. Ahimsa / Tidak Menyakiti
  6. Dalam buku yang berjudul  Disiplin dan Sadhaana Spiritual. Kegiatan tersebut merupakan ajaran yoga dimana tidak membunuh merupakan ajaran daripada Ahimsa. Ahimsa merupakan bagian dari pada astangga yoga, Ahimsa merupakan tahap awal untuk mengendalikan diri. Jika tahap awal ini gagal dicapai maka sulit atau tidak bisa untuk mencapai tahap yang lebih tinggi yaitu Samadhi.
    Engkau tidak boleh menggunakan tubuh yang diberikan Tuhan untuk membunuh makhluk Tuhan, apakah mereka manusia, binatang atau apapun.” (Yajur Veda Samhita 12.32)
     Yang di maksud tidak menyakiti makhluk lain yaitu tidak membunuh binatang sembarangan, kita harus mengasihi makhluk tersebut. Ini termasuk kedalam Ahimsa salah satu ajaran yoga. Walaupun ahimsa secara umum berarti sebagai kebajikan dari pendeta Budha dan jainisme, akarnya tumbuh dalam Veda dan Upanisad yang subur yang merupakan kitab Hindu yang utama.
    Ahimsa mengajarkan bahwa seseorang harus menganggap semua makhluk hidup adalah perlambang dari Tuhan dan sehingga seseorang itu tidak boleh melukai pikiran, dengan kata-kata atau perbuatan mahluk lainnya.
  7. Membantu Orang Tua / Bekerja Tanpa Mengharap Imbalan (Pamrih)
  8. Menurut buku Hinduisme sebuah pengantar dalam buku tersebut dijelaskan mengenai Bhakti. Bhakti dalam artian adalah berbhakti kepada orang tua dengan membantu kedua orang tua disaat kesulitan dengan tidak mempersulit keadaaan. Dengan jalan Bhakti seseorang akan mudah mencapai kehidupannya.
    Kegiatan di atas termasuk kedalam ajaran Karma Yoga. Karma Yoga adalah jalan kegiatan yaitu jalan pelayanan tanpa pamrih, yang membawa pencapaian Tuhan melalui kerja tanpa pamrih. Yoga ini merupakan penolakan akan buah dari perbuatan. Karma Yoga mengajarkan ke pada kita bagaimana bekerja demi untuk kerja itu sendiri yaitu tak terikat. Dan bagaimana mempergunakan sebagian besar tenaga kita untuk keuntungan yang terbaik. Motto dari seorang Karma-Yogin adalah “Kewajiban demi untuk kewajiban itu sendiri”. Bagi seorang Karma-Yogin, kerja adalah pemujaan. Setiap orang hendaknya melakukan kewajiban sesuai dengan Warna dan asramanya masing-masing golongan sosial serta tahapan dalam kehidupannya. Tak ada manfaatnya meninggalkan pekerjaannya sendiri dan condong melakukan pekerjaan orang lain. (Sivanandha, 2003:133-134).
  9. Konsentrasi Dalam Suatu Kegiatan
  10. Tindakan memegang, membawa, menguasai, dan memiliki (Zoetmulder, 1995:196). Maharsi Patanjali mengajarkan 3 cara dharana, yaitu:
    • menguasai indra-indra agar tetap terkonsentrasi pada satu objek saja, tetap dibawah pengawasan manah (pikiran), 
    • menentramkan gerak-gerik pikiran dengan watak lemah lembut, ceria, penuh kasih sayang dan tenang baik dalam keadaan duka maupun suka, 
    • mengkonsentrasikan indra tersebut pada nafas yang keluar masuk tubuh (Yogasutra, I:32-25).
    Dharana yang merupakan pengkonsentrasian pikiran terhadap suatu objek. Tanpa kosentrasi, kita tidak dapat memiliki suatu keberhasilan dalam jalan kehidupan. Pada seorang manusia duniawi, pancaran pikiran berpencar kesegala arah, melompat-lompat seperti seekor kera. Sekali saja Pratyahara telah dapat dilakukan, pikiran kemudian diarahkan kepada objek konsentrasi. Objek tersebut dapat berupa gambaran dari Dewa, sebuah mantra, nafas seseorang atau bagian tubuh, atau hal yang lain. (Pandit, 2005:82).
  11. Berjapa Yoga dan Gayatri Sadhana
  12. Japa Yoga dijelaskan tentang mantra dapat mengubah sifat kita menjadikan lebih halus, lembut dan lebih tenang. Japa adalah pelafalan mental atau diam mengingat sebuah mantra yang perlahan-lahan membangkitkan getaran energi dalam ruang atau medan pikiran. Selain itu didalam Gayatri Sadhana dijelaskan pelaksanaan meditasi Gayatri dapat menghancurkan segala karma dan dosa dan dengan pemurnian hati serta pikiran, ia membukakan penglihatan ketiga guna pencerahan; dengan mantramu manusia dapat hidup lama atau berumur panjang dengan kesehatan yang prima, bersinar laksana cahaya dan membantu umat manusia dalam mempercepat evolusinya.hal tersebut disebutkan dalam buku yang berjudul Japa Yoga dan Gayatri Sadhana.
  13. Merenung / Pemusatan Pikiran
  14.  Ini termasuk kedalam ajaran Dhyana, berarti meditasi, refleksi, atau pemusatan pikiran (Zoetmulder, 1995:245), disebut juga kontemplasi atau renungan mendalam. Patanjali menjelaskan “tatra pratyaikatanata dhyanam” artinya, “arus pikiran terkonsentrasi tak putus-putusnya pada objek renungan” (Yogasutra, III:2). Seperti halnya air sungai yang menuju laut, demikian pulalah hendaknya renungan itu terpusat pada Isvara “Tuhan” (Sukayasa dkk, 2006:27-28)
     Renungan mendalam itu sesungguhnya adalah  Samadhi. Orang yang merenung (pemikir), aktivitas merenungnya (pemikirannya), dan yang direnungkan (objek yang dipikirkan). Maharsi Patanjali (yogasutra, I:17-18) menyatakan ada 2 jenis Samadhi, yaitu:
      • Samprajnata Samadhi, disebut juga sabija atau savikalpa samadhi, yakni keadaan supra sadar yang lebih rendah, karena masih ada benih kesadaran atau sisa kesan yang dirasakan.
      • Asamprajnata Samadhi atau nirbija atau nirvikalpa samadhi, adalah keadaan supra sadar yang transenden, yakni tidak menyadari lagi keadaan puncak yang dicapainya, ia mencapai kelepasan total, ia mencapai Sunya.
      Demikianlah Ajaran YOGA dalam kehidupan sehari-hari, semoga bermanfaat.