Tampilkan postingan dengan label Asta Kosala Kosali. Tampilkan semua postingan
Tampilkan postingan dengan label Asta Kosala Kosali. Tampilkan semua postingan

Rabu, 18 November 2015

Satuan Ukur dalam Arsitektur Bali

Satuan Ukur dalam Arsitektur Bali

Satuan ukur dalam arsitektur tradisional Bali disebut dengan "GEGULAK", yang diturunkan dari bagian-bagian fisik pemilik atau pemakai bangunan. Satuan ukur ini ditetapkan dalam sebilah bambu sebagai modul dasar. Melalui gegulak ditentukan ukuran setiap dimensi arsitektur mulai dari ukuran pekarangan, tata letak masa bangunan hingga pada elemen bangunan yang kecil, seperti: 
  • panjang tiang (sesaka), 
  • panjang balok tarik (lambang, pementang, dan tada paksi), 
  • panjang usuk (iga-iga), 
  • hiasan pada tiang (kekupakan). dll
Ukuran pekarangan digunakan satuan DEPA, yakni ukuran panjang tangan terentang dari ujung jari kanan ke ujung jari kiri dengan variasi "depa alit", "depa madia" dan "depa agung". 

Jumlah kelipatan satuan ukur depa yang ditambah "PENGURIP" merupakan panjang sisi-sisi pekarangan yang diukur.

Untuk ukuran tata letak masing-masing masa bangunan didasarkan pada satuan ukuran "TAPAK" yakni sepanjang tapak kaki dari ujung tumit sampai ujung jari kaki. Jumlah kelipatan tapak yang ditentukan didasarkan pada kelipatan sloka wawaran dari ASTAWARA (sri-indra-guru-yama-rudra-brahma-kala-uma) yang diakhiri pengurip "a tapak ngandang" yakni selebar tapak kaki. Penentuan setiap kelipatan disesuaikan dengan fungsi bangunan yang sejalan dengan makna ungkapan dari setiap wawaran, seperti: 
  • kelipatan sri untuk jarak ke bangunan lumbung/tempat padi (padi sebagai simbul Dewi Sri); 
  • kelipatan brahma untuk jarak paon/dapur (api sebagai saktinya Dewa Brahma); 
  • kelipaatn guru untuk tempat bangunan pemujaan leluhur (Bhatara Hyang Guru) dst .

Dimensi bangunan digunakan satuan "RAI" (ukuran penampang tiang) yang diturunkan dari ruas-ruas jari, yakni: tiga ruas, tiga setengah ruas dan empat ruas. 
Besaran ini digunakan sebagai dasar ukuran pada penampang tiang untuk tiang kecil sampai pada tiang terbesar. Sebagaimana kelipatan ukuran lainnya, ukuran bagian-bagian bangunan dari kelipatan rai juga ditambah pelebih untuk pengurip.

Ukuran pengurip juga di ambil dari bagian-bagian jari tangan dengan istilahnya masing-masing, seperti: 
  • a guli (jarak ujung jari ke ruas pertama jari), 
  • a guli madu (jarak ruas pertama ke ruas kedua jari) , 
  • a useran tujuh (satu pusaran telunjuk), 
  • a nyari (selebar jari). 
Pengurip juga dapat diambil dari lebar masing-masing jari dan pecahan panjang sisi penampang tiang, yakni: seperempat, setengah, tiga perempat panjang sisi penampang (¼, ½, ¾ rai).

Pada prinsipnya ukuran gegulak adalah bagian refleksi dari naluri masyarakat Bali untuk menjaga keharmonisan dan keseimbangan hubungan manusia dengan alam semesta, sesuai dengan pilosofi Tri Hita Karana. Arsitektur sebagai lingkungan buatan (salah satu bentuk dari alam baru) diharapkan dapat mengayomi dan mewadahi aktivitas pelakunya sebagaimana alam semesta. Oleh karena itu ukuran fisik (sistem proporsi) "alam baru" ini tidak pernah terlepas dari ukuran angota tubuh kepala keluarga atau pemiliknya. 

Gegulak sebagai sistem proporsi tradisional yang sangat menentukan dalam proses pembuatan arsitektur di Bali mengakibatkan terwujudnya arsitektur rumah tinggal dengan proporsi yang sangat bervariasi, dan secara partikular sangat melekat terhadap penggunanya.

Jumat, 14 Agustus 2015

Upacara Melaspas

Upacara Melaspas

Melaspas wajib dilakukan bagi keluarga Hindu yang telah selesai mendirikan rumah tinggalnya. Selain rumah tinggal upacara melaspas juga dilakukan terhadap bangunan lain seperti bangunan suci(pura,merajan dll) hotel, kantor, toko bahkan kandang. Upacara melaspas bertujuan untuk membersihkan dan menyucikan bangunan secara niskala sebelum digunakan atau ditempati. Melaspas dalam bahasa Bali memiliki arti Mlas artinya Pisah dan Pas artinyany Cocok, penjabaran arti Melaspas yaitu sebuah bangunan dibuat terdiri dari unsur yang berbeda ada kayu ada pula tanah(bata) dan batu, kemudian disatukan terbentuklah bangunan yang layak(cocok) untuk ditempati.

Upacara Melaspas wajib dilakukan Umat Hindu di Bali dan telah menjadi tradisi hingga kini, Melaspas dilakukan bertujuan untuk terciptanya ketenangan dan kedamaian bagi anggota keluarga yang tinggal di rumah tersebut terhindar dari hal-hal yang tidak diiginkan.

Tingkatan upacara melaspas, seperti halnya upacara-upacara lainnya yaitu:
  • Kanista, upacara yang dilakukan paling sederhana
  • Madya, Upacara yang dilakukan tergolong sedang.
  • Utama, Upacara yang dilakukan tergolong besar.
Sebelumnya dilakukan upacara Melaspas, dilakukan terlebih dahulu mecaru.
  1. Nedunang Bhutakala
  2. Menghaturkan Labaan
  3. Mengembalikan ketempatnya masing-masing.
Selanjutnya baru dilakukan upacara Melaspas, Rangkaian upacara melaspas sebagai berikut:
  1. Mengucapkan orti pada mudra bangunan
  2. Memasang ulap ulap pada bangunan, ulap ulap dipasang tergantung jenis bangunan ( ulap ulap kertas yang ditulis dengan hurup rajahan ).
  3. Bila bangunan tersebut tempat suci maka dasar banguan digali lubang untuk tempatkan pedagingan, kalau bangunan utama di isi pedagingan pada puncak dan madya juga, pada bagian puncak diisi padma dari emas.
  4. Pangurip urip, arang bunga digoreskan pada tiap tiap bangunan (melambangkan tri murti, Brahmana, Visnu, Iswara), jadi umat Hindu Bali percaya bahwa bangunan yang didirikan tersebut menpunyai daya hidup.
  5. Ngayaban banten ayaban dan ngayaban pras pamlaspas yang didahului memberikan sesajen pada sanggah surya ( Batang bambu yang menjulang tinggi)
  6. Ngayaban caru prabot
  7. Ngenteg-Linggih. Bila yang di Melaspas adalah tempat suci (palinggih), lalu upacaranya di tingkat madya dan nistaning utama bisa dilaksanakan sekaligus.
Puncak upacara melaspas umumnya disertai dengan menancapkan tiga jenis bentuk banten yang disebut ”Orti”. Tiga jenis banten Orti itu adalah Orti Temu, Orti Ancak dan Orti Bingin. Tiga Orti ini menggambarkan makna dari rumah tinggal tersebut. Orti Temu sebagai simbol yang melukiskan rumah tinggal itu setelah dipelaspas bukan merupakan rangkaian bahan-bahan bangunan yang bersifat sekala semata yang tak bernyawa, tetapi sudah ditemukan dengan kekuatan spiritual yang niskala dengan upacara yadnya yang sakral. Ini artinya rumah tinggal itu sudah hidup atau ”maurip” secara keagamaan.

Kesimpulannya, Upacara Melaspas dilakukan bertujuan untuk memohon kepada Hyang Widhi Wasa agar bagunan yang akan ditempati diberikan anugerah keselamatan dan kerahayuan bagi semua yang ada didalamnya.