Tampilkan postingan dengan label Mutiara Veda. Tampilkan semua postingan
Tampilkan postingan dengan label Mutiara Veda. Tampilkan semua postingan

Senin, 31 Agustus 2015

Pokok-pokok ajaran Samkhya

Pokok-pokok ajaran Samkhya

Pendiri dari system filsafat ini adalah Sri kapila muni,yang di katakana sebagai putra Brahma dan Avatara Wisnu. Kata “Samkhya“ itu sendiri artinya “jumlah” dan system ini memberikan sejumlah prinsip-prinsip alam semesta yang banyaknya 25 buah, sehingga nama Samkhya tersebut sangatlah tepat. Istilah Samkhya juga di pergunakan dalam pengertian “Vicara” atau “perenungan filosofis”.

Ajaran Samkhya berpengaruh besar ajaran agama hindu di Indonesia. Kitab Tattva Jnana, Wrhaspatitattva adalah ajaran Samkhya dalam Saivapaksa. Ke dua kitab ini dalam bahasaa jawa kuna. Ajaran Samkhya haruslah merupakan ajaran yang sudah tua benar usianya. Buktinya baik kitab Sruti maupun Smrti maupun pula purana menunjukkan pengaruh ajaran Samkhya. Menurut tradisi pembangunannya adalah RSI KAPILA yang menulis Samkhya sutra. Pada system Samkhya tak ada penyelidikan secara analitik ke dalam alam semesta, seperti keberadaan yang sesungguhnya,yang merupakan susunan menurut topic-topik atau kategori-kategori, namun terdapat suatu system tiruan yang di awali dari satu Tattva atau prinsip mula-mula yang di sebut Prakrti, yang berkembang atau menghasilkan (Prakaroti) sesuatu yang lain.


Sistem filsafat Samkhya merupakan salah satu kelompok filsafat yang tergolong Astika, dalam ajarannya ingin secara metafisis mengemukakan pokok-pokok ajaran berkisar pada : Prakrti, Purusa, Tri Guna, (Penciptaan alam semesta, Bentuk evolusi penciptaan).

PRAKRTI SEBAGAI POKOK AJARAN SAMKHYA

Samkhya dalam ajarannya menerima dua ultimasi yaitu tentang Purusa dan Prakrti yakni azas rohani dan badani.Dari kedua azas inilah terciptanya alam semesta ini dengan isinya. Teori Samkhya tentang sebab asal benda-benda ini menimbulkan ajaran Prakrti sebagai sebab terakhir dari dunia ini. Semua objek dunia ini, baik badan pikiran, perasaan adalah terbatas dan merupakan suatu yang tergantung pada gantungan yang lain.
 
Yang di hasilkan oleh beberapa elemen. Alam semesta ini merupakan serentetan akibat dari suatu sebab. Sebab itu haruslah lebih halus dari akibat dan ia harus ingin tumbuh menjadi objek impian. Sebab terakhir itu haruslah suatu azas yang tidak merupakan akibat dari suatu sebab lagi. Suatu sebab yang kekal abadi yang selalu menjadi sumber dari terciptanya dunia objek ini. Prakrti (bahasa sansekerta) terdiri atas perfiks “pra”berarti “sebelum” atau pertama, dari akar kata “kr” berarti membuat atau menghasilkan. Jadi Prakrti ini berarti “yang ada sebelum segala sesuatunya di hasilkan/disebabkan, sumber pertama dari semua benda, bahan asal dari mana semua benda menyebar dan ke dalam mana semua benda pada akhirnya akan kembali. Ia di sebut juga pradana (pokok) karena semua akibat di temukan padanya dan ia juga merupakan sumber dari segala yang ada.
 
Sebab terakhi inilah yang di sebut prakrti dalam ajaran Samkhya, karena prakrti itu merupakan sebab pertama dari semua alam semesta ini, ia haruslah bersifat kekal abadi, sebab tidak mungkin yang tidak kekal menjadi sebab yang pertama dari semua yang ada di alam semesta ini
Akan adanya prakrti sebagai sebab terakir itu dapat di ketahui dari kesimpulan berikut ini:
  1. Objek dunia ini dari intelek sampai dengan dunia ini sendiri adalah terbatas dan bergantungan satu sama lain. Karena itu haruslah ada yang tak terbatas dan yang bebas dari ketergantungan sebagai asal dari segala yang ada ini.
  2. Benda-benda dunia ini mempunyai sifat-sifat umum tertentu, yang menyebabkan pemilik-pemiliknya dapat menjadi senang, susah, netral. Karena itu semuanya ini haruslah mempunyai sumber yang sama dari ketiga sebab ini.
  3. Semua sebab itu mengalir dari suatu aktifitas dari suatu sebab yang megandung potensi di dalamnya. Karena itu dunia objek ini haruslah mengandung suatu unsur sebab dunia ini.
  4. Suatu akibat timbul dari sebabnya, dan kemudian ia menyusupi akibat yang menyusul. Suatu objek pengalamaan itu timbul dari suatu sebab dan sebab ini timbul dari sebab lagi. Begitulah seterusnya sampai pada sebab pertama. Pada waktu peleburan unsur-unsur badani akan lebur menjadi atom-atom, atom-atom menjadi tenaga, dan begitu pula seterusnya, hingga sampai pada sebab pertama.
Maka menurut teori Samkhya tentang sebab asal benda-benda ini adalah prakrti sebagai penyebabnya. Ia sebagai penyebab segalanya, dan oleh karena itu ia sendiri tidak memiliki penyebab, ia sebagai prinsip pertama dari alam semesta (pradhana). Ia di sebut Avyakta, karena ia sebagai keadaan tak termanifestasikan dari sebuah pengaruh atau efek. Ia di sebut anumana, karena ia sebagai benda yang benar-benar halus dan tak dapat di lihat yang hanya di tarik kesimpulannya dari produ-produkya, dan sebagai kekuatan yang selalu aktif tak terbatas, maka ia di sebut sakti. Ia adalah kekuatan yang sangat halus, misterius yang melahirkan dan mengembalikan alam semesta dalam suatu tatanan siklus. Kehalusannya yang luar biasa membuat dirinya tak termanifestasikan dan tak dapat di pahami, kita hanya dapat menyimpulkan eksistensi dari produk-produk atau akibat-akibat yang di datangkannya.

PURUSA SEBAGAI POKOK AJARAN SAMKHYA

Purusa merupakan jenis kesadaran tertiggi. Samkhya menyebut purusa sama dengan roh/jiwa. Setiap orang merasa dirinya ada dan memiliki sesuatu. Rasa akan dirinya ada adalah rasa yang alamiah. Purusa tidak mengalami perubahan tempat maupun bentuk, akan tetapi prakrti mengalami perubahan-perubahan. Pada dirinya purusa hanya berfungsi sebagai penonton atau saksi, bukan sebagai si pelaku atau si penikmat. Hidup kejiwaannya di sebabkan hubungannya dengan perkembangan dari prakrti yang menjadi alat-alat bhatinnya.

Purusa bersifat Asanga: tak terikat dan merupakan kesadaran yang meresapi segala dan abadi, akan tetapi pernyataan kehadirannya di sunia ini yaitu pada waktu samsara tidak pernah berada di luar badannya. Sehubungan dengan hal yang demikian itu, tampaknya purusa dan prakrti berbuat sebagai satu AKU, atau satu pribadi, tetapi hal itu hanya mengenai pribadi manusia yang dapat di amati saja dan bukan kebenaran yang tertinggi. Pribadi yang sebenarnya dan yang tertinggi adalah PURUSA. Maka itu Samkhya mengatakan bahwa roh itu adalah karena roh itulah yang menjelma dan akan tidak adanya tidak dapat di nyatakan dengan jalan apapun juga. Menurut ajaran Samkhya roh itu berbeda dengan indriya, pikiran dan akal. Ia bukan dunia objek ia adalah semangat kesadaran yang selalu menjadi subjek pengetahuan dan tidak pernah menjadi objek pengetahuan. Ia adalah kesadaran yang langgeng yang padanya tidak ada perubahan dan aktifitas. Ia tanpa sebab, abadi menyusupi segala namun bebas dari segala ikatan dan pengaruh dunia objek ini. Akan adanya purusa atau roh itu di nyatakan oleh Samkhya sebagai berikut:
  1. Benda-benda dunia ini seperti meja, kursi adalah untuk mengetahui kepentingan suatu yang lain dari dirinya sendiri. Sesuatu yang berkepentingan haruslah sesuatu yang sadar yang benda-benda duniawi ini sebagai sarana pemenuhan kepentingannya. Itulah purusa, dia yang sadar.
  2. Semua manusia berusaha mendapatkan kelepasan. Hal ini menyatakan, bahwa ada sesuatu yang dapat mencapai kelepasan itu. Yang dapat mencapai kelepasan itu ialah purusa.
  3. Semua objek dunia ini termasuk pikiran, dan kecerdasan harus di awasi dan di arahkan oleh suatu kesadaran agar ia harus di awasi dan di arahkan oleh suatu kesadaran agar ia dapat mencapai tujuannya. Karena itu haruslah ada suatu yang mengarahkan objek dunia, dan itu adalah purusa
  4. Semua objek dunia memberikan rasa senang, susah, atau netral. Rasa senang, susah hanya ada artinya bila ada yang dapat mengalaminya. Yang mengalaminya itulah purusa.
Menurut Samkhya roh itu banyak jumlahnya yang masing-masing berhubungan dengan satu badan. Adanya banyak roh itu berdasarkan atas pertimbangan-pertimbangan yang berikut:
  1. Adalah jelas perbedaan antara hidup dan mati. Kelahiran atau kematian orang lain. Demikian pula halnya dengan keadaan bhuta tuli. jika semua orang mempunyai satu roh yang sama, maka kelahiran atau kematian seseorang akan menyebabkan kelahiran atau kematian orang lain. Demikian pula halnya dengan bhuta tuli. Tetapi kenyataannya tidak demikian. Maka itu roh itu tidak satu tetapi banyak jumlahnya.
  2. Jika seandainya ada satu roh untuk semua mahluk, maka aktifitas seseorang haruslah menyebabkanyang lain aktif. Tetapi kenyataannya, bila seseorang tidur yang lain mungkin resah dan gelisah.
  3. Orang laki dan perempuan itu berbeda dengan dewa-dewa. Demikian pula dengan burung-burung dengan binatang buas. Perbedaan ini akan hilang seandainya ada satu roh. Karena itu haruslah ada banyak roh.
  4. Evolusi alam semesta.
Prakrti akan mengembang menjadi ala mini bila berhubungan dengan purusa. Melalui perhubungan ini prakrti di pengaruhi oleh purusa seperti halnya anggota badan kta dapat bergerak karena hadirnya pikiran. Evolusi alam semesta tidak mungkin terjadi hanya karena purusa saja, karena ia bersifat pasif. Tidak juga hal itu dapat terjadi karena prakrti karena ia tanpa kesadaran. Hanya karena perhubungan purusa prakrti sajalah dunia ini dapat terjadi. Hubungan purusa–prakrti ini adalah seperti kerjasama orang lumpuh ndengan orang buta untuk dapat keluar hutan. Mereka bekerja sama untuk mencapai tujuannya. Hubungan antara purusa dan prakrti menyebabkan terganggunya keseimbangan dalam triguna. Yang mula-mula tergantung ialah rajas yang menyebabkan guna yang lain ikut terguncang pula.Masing-masing guna itu berusaha mengatasi kekuatan guna lainnya.

Maka terjadilah pemisah dan penyatuan triguna itu yang menyebababkan munculnya objek yang ke dua ini. Yang pertama terjadi dari prakrti ialah Mahat dan Buddhi. Mahat adalah benih besar alam semesta ini sedangkan buddhi adalah unsure intelek. Fungsi buddhi ialah untuk memberikan pertimbangan dan memutuskan segala apa yang datang dari alat-alat yang lebih rendah dari padanya. Dalam keadaannya yang murni ia bersifat dharma, jnana, vairagya dan aiswarya yaitu kebajikan, pengetahuan, tidak bernafsu dan ketuhanan. Ia berada amat dekat dengan roh, maka ia mencerminkan kesadaran roh. Ahamkara atau rasa aku adalah hasil prakrti yang ke dua. Ia langsung timbul dari mahat merupakan manifestasi pertama dari mahat. Fungsi ahamkara adalah merasakan rasa aku. Dengan ahamkara sang diri merasa dirinya yang bertindak, yang ingin memiliki. Ada tiga macam ahamkara sesuai dengan guna mana yang lebih unggul dalam keinginan itu. Ahamkara itu di sebut sattvika bila unsur sattva yang unggul, rajas bila yang unggul dan tamas bila tamas yang unggul. Dari sattvika timbullah panca jnanendriya, panca karmendriya dan manas. Dari tamas ini lahirlah panca tanmatra sedangkan rajas memberikan tenaga baik pada ssattvika maupun tamas untuk merubah manah berfungsi menuntun alat-alat tubuh untuk mengetahui dan bertindak. Panca tanmatra adalah sari-sari benih suara, sentuhan, warna, rasa dan bau. Semuanya ini hanya di ketahui orang akibat yang di timbulkannya, sedangkan ia sendiri tidak dapat di kenal karena amat halusnya.
 
Dari benih suara terjadilah akasa. Dari benih sentuhan dan suara akan terjadi udara. Dan dari benih warna, suara, dan sentuhan terjadi cahaya atau api. Dari benih suara, sentuhan dan warna terjadi air. Dan dari benih badan empat tanmatra yang lain terjadilah bumi.
 
Sesuai dengan perkembangannya maka unsur-unsur kasar (bhuta) memiliki sifat yang sesuai dengan unsur pembentuknya yang lebih dominan yaitu,
  • ruang (ether) memiliki sifat suara, 
  • udara memiliki sifat raba (sentuhan), 
  • api memiliki sifat warna atau betuk, 
  • air memiliki sifat rasa dan 
  • tanah memiliki sifat bau

Dari semua anasir kasar itu berkembanglah alam semesta ini dengan segala isinya,bumi dengan gunung-gunungnya, sungai-sungai, pepohonan serta mahluk-mahluk hidup lainnya, yang ke semuanya merupakan perubahan dari prakrti. Namun perkembangan ini tidak menimbulkan azas-azas baru lagi seperti perkembangan mahat. Jadi unsur kasar tetap berada dalam segala sesuatu yang di hasilkan dan hanya terjadi bermacam-macam perubahan yang senantiasa bergantian dalam suatu masa (periode), misalnya sebatang pohon yang tumbuh lalu mati dan di uraikan serta di kembalikan ke dalam unsur-unsur pembentuknya yaitu panca maha bhuta tadi. Akan tetapi perkembangan yang pertama, mulai mahat sampai unsur kasarnya tetap ada di sepanjang perputaran masa dan hanya di uraikan pada akhir perputaran masa tersebut. Jadi selama proses peleburan alam semesta ini, hasil-hasil itu kembali dengan pergerakan yang berlawanan dengan gerakan pada tahap pengembangan yang mendahuluinya dan akhirnya masuk ke dalam prakrti dan inilah yang di sebut sebagai proses penyusutan atau penguncupan. Tak ada akhir bagi Samsara atau permainan dari prakrti, karena siklus evolusi dan penyusutan tidak mempunyai awal maupun akhir. Alam semesta adalah benda-benda yang di jadikan bukan benda-benda yang menjadikan. Suatu azzas lagi setelah terbentuknya alam semesta ini, belumlah sempurna, sebab ia memerlukan adanya dunia roh yang menjadi saksi dan yang menikmati isi alam ini. Bila roh nyata ada, maka perlulah adanya penyesuaian moral, kenukmatan dan kesusahan hidup ini. Evolusi prakrti menjadi dunia objek memungkinkan roh nikmat atau menderita sesuai dengan baik-buruknya perbuatan. Namun tujuan akhir evolusi prakrti ini adalah kelepasan.
 
Proses terjadinya alam semesta ini merupakan parmana (proses evolusi) yang berkembang menjadi sesuatu kenyataan yang ada,suatu perubahan besar dari tidak ada (asa) menjadi yang ada (sat), atau perubahan dari wujud yang satu ke dalam wujud yang baru atau dari abhawa menjadi bhawa. Perkembangan prakrti menjadi alam semesta merupakan perkembangan yang terakhir. Dalam kondisi ini terjadi berbagai perubahan yang senantiasa terjadi saling bergantian di dalam batas-batas tertentu.

Misalnya sebatang pohon yang tumbuh lalu mati dan di kembalikan kepada anasir unsure-unsur yang membentuknya (panca maha bhuta). Namun perkembangan yang pertama dari mahat (unsure intelek atau kemauan) sampai dengan unsur atau benih kasar tetap ada di sepanjang perputaran massa, dan hanya akan di pisahkan pada akhir perputaran masa (kalpa).Ketika terjadi proses peleburan alam semesta, hasil-hasil perkembangan prakrti pada masa perkembangan pertama atau yang mendahuluinya akan kembali dengan pergerakan yang berlawanan,dan akhirnya masuk ke prakrti.

TRI GUNA SEBAGAI POKOK AJARAN SAMKHYA

Agama hindu mengajarkan adanya triguna,terdiri atas sattvam (sattvika), berasal dari kata “sat” berarti benar dan tva berarti mempunyai sifat. Dengan demikian sattva berarti sifat yang benar,yang di maksudkan dalam pernyataan ini adalah sifat ringan bagi benda, dan baik bagi makhluk hidup (manusia). Sattva adalah hakikat segala sesuatu yang memiliki sifat-sifat terang dan menerangi, sehingga sering menimbulkan segala hal yang menyenangkan. Memiliki sifat ringan, menimbulkan gerak ke atas dan bentuk kesenangan seperti kepuasan, kegirangan.

Rajas (rajasika). Berasal dari kata Raj, yang berarti mengendalikan. Rajas juga berarti bersinar. Berkenaan dengan kata rajas berarti sifat yang menjadi penggerak dari segala benda yang ada di alam semesta ini. Bagi mahluk hidup berarti sifat yang memberikan kekuatan untuk mengerjakan sesuatu atau kekuatan yang menyebabkan mahkluk aktif dalam hidupnya. Rajas merupakan aktifitas yang dinyatakan sebagai raga-dvesa, yakni suka atau tidak suka, cinta atau benci, menarik atau memuakkan. Rajas adalah unsur yang menggerakkan guna sattva dan guna tamas. Ia juga menggerakkan benda-benda.

Tri guna itu tidak dapat kita amati dengan indriya. Adanya itu di simpulkan atas objek dunia ini yang merupakan akibat dari padanya. Karena adanya kesamaan azaz antara akibat dan sebab,maka dapat kita ketahui sifat-sifat guna itu dari alam yang merupakan wujud hasil dari padanya. Semua objek dunia ini memiliki tiga sifat yaitu sifat-sifat yang menimbulkan rasa senang, susah dan netral. Nyanyian burung yang menyenangkan seorang seniman, menyusahkan orang sakit, tak berpengaruh apapun untuk orang yang acuh. Sebab semua sifat ini merupakan akibat suatu sebab, maka sifat-sifat itu haruslah terkandung pada sebab itu. Demikianlah sifat-sifat ini terkandung dalam sattva, rajas dan tama situ. Sattva adalah suatun prakrti yang merupakan alam kesenangan yang ringan,yang terang bercahaya. Wujudnya berupa kesadaran sifat ringan yang menimbulkan gerak ke atas,angin dan air di udara dan semua bentuk kesenangan seperti kepuasan, kegirangan dan sebagainya. Rajas adalah unsure gerak pada benda-benda ini. Ia selalu bergerak dan menyebabkan benda-benda ini bergerak. Ialah yang menyebakkan api berkobar, angin berhembus, pikiran berkeliaran ke sana ke mari. Ialah yang menggerakkan sattva dan tamas untuk melaksanakan tugasnya.Tamas adalah unsure yang meyebabkan sesuatu menjadi pasif dan bersifat negative.Ia bersifat keras,menentang aktifitas menahan gerak pikiran sehingga menimbulkan kegelapan,kebodohan sehingga mengantar orang pada kebingungan.Karena menentang aktifitas menyebabkan orang menjadi malas,acuh tak acuh,tidur.Demikianlah sifat-sifat triguna itu.Karena dunia ini terbentuk dari tri guna itu sendiri,maka dalam dunia inipun kita saksikan selalu ada pertentangan dan kerjasama dalam kesatuan.Ketiga guna ini selalu bersama dan tidak pernah berpisah satu sama lainnya.Tidak dapat hanya salah satu dari padanya membangun benda-benda dunia ini.Kerjasama ke tiga guna itu laksana minyak,sumbu dan api yang bersama-sama menyebabkan adanya nyala lampu,walaupun masing-masing elemen itu berbeda-beda yang sifatnya bertentangan.Ke tiga guna berubah terus menerus ada dua peubahan bentuk tri guna itu.

Pada waktu pralaya masing-masing guna pada dirinya sendiri,tanpa mengganggu yang lain.Perubahan seperti ini di sebut swarupaparinama.Pada waktu demikian tak mungkin ada ciptaan,karena tidak ada kerjasama antara guna-guna itu.Namun bila guna yang satu menguasai yang lain,maka terjadilah suatu penciptaan.Perubahan ini di sebut wirupaparinama.Dengan kata lain antara guna yang satu dengan guna yang lainnya saling mengisi.Dengan adanya saling mempengaruhi maka akan terjadi penciptaan.Ketika dalam pralaya,tidak bisa antara guna yang satu dengan guna yang lain saling mempengaruhi.Mereka saling menyendiri,sehingga tidak mungkin ada penciptaan.

KESIMPULAN
Jadi system filsafat Samkhya di sebut sebagai NIR-ISVARA SAMKHYA atau Samkhya tanpa Tuhan,yaitu tidak mempercayai adanya tuhan atau isvara,sehingga sifatnya atheis.Penciptaan berasal dari prakrti yang ada dengan sendirinya dan tak ada sangkut pautnya dengan purusa tertentu yang menjadikannya.Karena itu,para pengikut system filsafat Samkhya menyatakan bahwa tak perlu adanya pencipta yang cerdas atau bahkan satu kekuatan yang mengatasinya yang secara jelas bertentangan dengan system filssafat VEDANTA.

Samkhya menerima teori pengembangan dan penyusutan,dimana sebab dan akibat merupakan keadaan yang belum berkembang dan pengembangan dari satu substansi yang sama.Dalam system ini tak ada sesuatu hal yang sebagai penghancuran total,karena dalam penghancuran,akibat terbawa menjadi penyebab,jadi hanya itu saja masalahnya.Jadi gambaran sentral dari filsafat Samkhya adalah bahwa akibat benar-benar ada sebelumnya di dalam penyebabnya,seperti seluruh keberadaan pepohonan yang dalam keadaan terpendam atau tertidur dalam benih (biji),demikian pula seluruh alam raya ini ada dalam keadaan tertidur dalam prakrti yaitu avyakta (tidak berkembang) ataupun Avyakta (tak terbedakan).Akibat atau hasil tidak berbeda dengan materi penyusunannya.

DAFTAR PUSTAKA
1.I Wayan Maswinara,Paramitha Surabaya.1999.
2.I Gede Rudia Adi Putra,Wayan Suarjaya,I Gede Sura ,Tattva Darsana th.1984.
3.Sari Filsafat India,Oleh DR.Harum Hadiwiyono.
4.ALL ABOUT HINDUISM,Oleh Swami Sivananda.
5.The Weda,Oleh Sri Chandra Sekharendra Saraswati.
6.Indian Philosophy,Oleh Prof.DR.S.Radhakrisnan.

Senin, 17 Agustus 2015

Jadilah Manusia Setia

Jadilah Manusia Setia

Nāsti satyāt paro dharmo nānrtāt pātakam param
Triloke ca hi dharma syāt tasmāt satyam na lopayet
( Slokantara, sloka 3 (7) )
Terjemahan :
Tidak ada dharma (kewajiban suci) yang lebih tinggi dari kebenaran (satya), tidak ada dosa yang lebih rendah dari dusta. Dharma harus dilaksanakan diketiga dunia ini dan kebenaran harus tidak dilanggar

ULASAN
Mengenai kebenaran, Mahatma Gandhi pernah berkata, “kebenaran adalah hukum hidup kita”. (Gandhiji’s Ideas). 
Juga dalam autobiografinya ia menyatakan, “kebenaran itu sama dengan sebatang pohon subur yang menghasilkan buah yang semakin lama semakin banyak jika kita terus memupukknya.” Selain pendapat yang datang dari timur, maka kami bawakan juga pendapat-pendapat ahli dari barat antara lain La Rochefoucauld (Prancis) yang menyatakan “kebenaran itu adalah sumber dan jalan menuju kesempurnaan dan keadilan”. Dan tokoh politi Inggris Chamberlain pernah mengatakan, “kembalikanlah kekuatan kebawah kuasanya kebenaran”. Hal mana merupakan suatu pertentangan dengan pendapat yang lumrah right is might artinya: kekuatan itulah kebenaran atau siapa yang kuat atau menang dialah yang benar, atau dalam bahasa Sansekerta “Satyam Eva Jayate” yang artinya hanya kebenaran yang menang.

Ahli fikir Jerman, Lessing berkata, “kalau Tuhan misalnya menggenggam didalam tangan kanannya segala pengetahuan tentang kebenaran dan didalam tangan kirinya hanya semangat mencari kebenaran dengan kemungkinan terkandung didalamnya kesalahan dan salah raba, dan kalau Tuhan berfirman kepada saya, “pilihlah mana yang engkau suka”, maka saya akan menyembah dibawah telapak kakinya dan saya akan berseru, “Tuhanku, berilah hamba isi tangan kirimu, sebab kebenaran asli buat Tuhan sendiri.” (Dr. Abu Hanifah, Rintisan Filsafat, 1950)

Dalam pemikiran ini oleh Lessing lebihlah dipentingkan agar manusia terus mencari, terus mengejar kebenaran itu karena jika diberikan isi tangan kanan Tuhan, yaitu kebenaran itu demikian saja, manusia akan sudah merasa puas diri yang akan menyebabkan kelemahan daya juang.

Kata “kesetiaan” mempunyai arti yang sangat penting dalam tata susila Hindu. Kata kesetiaan berasal dari kata “satya” dan akar katanya berasal dari “sat” yang berarti kesetiaan, kebenaran, kejujuran, bahkan juga kunci hakekat dari filsafat. Yang dimaksud dengan uraian kesetiaan adalah kesetiaan itu sendiri, bukan yang berarti kebenaran, kejujuran dan sebagainya. Orang yang setia pasti akan menunjukkan kesetiaannya pada saudara, keluarga, dan teman yang sedang mendapat musibah. Kesetiaan sangat penting artinya dalam meniti perjalanan hidup ini. Kesetiaan ditunjukkan melalui sikap dan perbuatan, juga dapat diperlihatkan melalui ucapan. 

Ada beberapa macam satya yang disebut dengan Panca Satya. Yaitu diantaranya setia terhadap ucapan disebut dengan satyawacana yaitu memenuhi janji terhadap apa yang pernah diucapkan sebelumnya. Satya Heredaya yaitu setia akan kata hati, berpendirian teguh dan tak terombang ambing. Kemudian satya laksana yaitu setia dan jujur mengakui serta bertanggung jawab terhadap apa yang pernah diperbuat. Kemudian satya mitra yaitu setia terhadap teman. Dan trakhir yaitu satya semaya yaitu setia kepada janji. 

Adapun contoh-contoh kesetiaan dari epos Ramayana dan Mahabharata sebagai berikut. Dari Epos Ramayana mendapat contoh kesetiaan seorang istri terhadap suaminya yaitu Dewi Sita terhadap Sri Rama. Dalam epos Mahabarata yaitu Dharmawangsa atau Yudistira juga memberikan pelajaran kesetiaan kepada kita. Ia (Dharmawangsa) tidak mau masuk sorga bila anjingnya yang setia itu tidak diikut sertakan. Contoh-contoh kesetiaan dari ke-2 epos tersebut mencerminkan adanya moral yang begitu tinggi maknanya. Karena itu kesetiaan itu perlu kita jaga, kita pelihara sebaik-baiknya. Selain itu kita perlu hayati secara mendalam agar dapat kita aktualisasikan dalam kehidupan sehari-hari untuk mencapai kehidupan yang berbahagia baik untuk kepentingan diri sendiri, keluarga, dan masyarakat luas

Kamis, 16 Juli 2015

Keluarga Sukinah Dari Perspektif Agama Hindu

Keluarga Sukinah Dari Perspektif Agama Hindu

Prajanartha striyah srstah
Samtanartham ca manawah
Tasmat sadharano dharmah
ςrutau patnya sahaditah (Vedasmrti. IX.96)
artinya:
Untuk menjadi ibu, wanita itu diciptakan dan untuk menjadi ayah , laki-laki itu diciptakan Upacara keagamaan karena itu ditetapkan di dalam Veda untuk dilakukan oleh suami beserta dengan istrinya.
Sejak awal kehidupan manusia, ternyata bersatunya antara seorang wanita dengan seorang laki-laki yang disimbulkan akasa dan pertiwi sebagai cakal bakal sebuah kehidupan baru yang diawali dengan lembaga perkawinan. Hendaknya laki-laki dan perempuan yang telah terikat dalam ikatan perkawinan selalu berusaha agar tidak bercerai dan selalu menyintai dan setia sampai hayat hidupnya, jadikanlah hal ini sebagi hukum yang tertinggi dalam ikatan suami-istri (G.Pudja MA, 2002 :561). 


Keluarga yang dibentuk hanya berlangsung sekali dalam hidup manusia, keluarga atau rumah tangga bukanlah semata-mata tempat berkumpulnya laki dan wanita sebagai pasangan suami istri dalam satu rumah, makan-minum bersama. Namun mengupayakan terbunanya keperibadian dan ketenangan lahir dan bathin, hidup rukun dan damai, tentram, bahagia dalam upaya menurunkan tunas muda yang suputra (Jaman, 195 :3).

Menurut Undang-Undang Perkawinan Nomor 1 Tahun 1974 Bab I

pasal 1:
menyebutkan bahwa perkawinan ialah ikatan lahir dan bathin antara seorang pria dengan seorang wanita sebagai suami istri dengan tujuan membentuk keluarga bahagia dan kekal berdasarkan Ketuahanan Yang maha Esa.

pasal 2 :
Menyebutkan bahwa perkawinan adalah sah apabila dilaksanakan menurut hokum masing-masing agamanya dan kepercayaannya itu.

Makalah ini disampaikan pada acara Dharma santih Tempek Pondok karya Jakarta Selatan, Oleh : I Gede Jaman, S.Ag.M.Si.

Dengan demikian perkawinan menurut pandangan Hindu bukanlah sekedar legalitas hubungan bilologis semata tetapi merupakan suatu peningkatan nilai berdasarkan hukum Agama, karena Wiwaha samkara adalah merupakan upacara sacral atau skralisasi peristiwa kemanusiaan yang bersifat wajib ( G. Pudja,MA,2002 :80).

Keluarga bahagia yang menjadi tujuan wiwaha samkara dalam terminology Hindu disebut keluarga Sukhinah merupakan unsur yang sangat menentukan terbentuknya masyarakat sehat (sane society).

Tujuan Grehastha

Beranjak dari Veda Smrthi Bab. IX Sloka 45 menegaskan bahwa ia yang merupakan orang sempurna yang terdiri atas tiga orang menjadi satu : istrinya, ia sendiri dan keturunannya .Begitu pula dikatakan tidak ada bedanya sama sekali antara Dewi Sri (Dewi Kemakmuran ) dengan istri dirumah, yang dikawinkan dengan tujuan untuk mempunyai keturunan membawa kebahagiaan dan layak dipuja sebagai pelita rumah tangga (Veda Smrthi. XI.26).
Kata anak dalam bahasa sankerta “Putra” kata putra berarti kecil, yang disayang, kata putra menjadi penting dalam berkeluarga, hal secara tegas seperti sloka berikut :
Pumnamo narakadyas
Mattraya te pitaram sutah,
Tasmat putra iti proktah
Swayamewaswayambhuwa
Artinya:
Oleh karena seorang anak yang akan menyebrangkan orang tuanya dari neraka yang disebut Put (neraka lantaran tidak punya keturuanan), oleh karenanya ia disebut putra.
Sehingga arti dan maksud kata Putra pada hakekatnya adalah ia yang menyelamatkan atau menyebrangkan roh orang tua/leluhurnya dari neraka mencapai sorga.

Apakah semua anak dapat membahagiakan keluarganya, tentu tidak karena kita sering melihat dan mendengar istilah anak durhaka, anak penghacur keluarga. Namun anak yang dimaksudkan dlam tujuan perkawinan Hindu adalah anak yang suputra yang senantiasa membahagiakan keluarganya (PGAHN, 1987:26).

Pentingnya berkeluarag untuk tujuan kebahagiaan dan penyelamatan dari neraka , juga dinyatakan bahwa Jaratkaru yang melihat orang tua yang tergantung di bamboo petung pangkalnya digigit tikur di pinggir jurang. Karena tersentak hatinya barkatalah Jaratkaru :
Ling Sang Jaratkaru:
aparan ta rahadyan sanghulun kabeh, ginatung ri petung sawulih, meh tikela deni panigit ing tikur, ikang jurang ri sornya tan kinawruhan jero nika. Ya tikangde larangeresi manah ninghuluh, moghawelas ahyun tumulunge kita.
(Apakah sebabnya tuanku sekalian bergantung dibuluh yang hampir putus oleh gigitan tikus, seang dibawahnya jurang yang tiada terduga dalamnya ?. Perbuatan itulah yang menyebabkan hamba, kasihan hamba melihat, dan hamba akan menolong )
Menjawablah orang yang tergantung di buluh petung :
kunang tapan pegat wangsa mami. Nahan ta mami n pegat sangkeng pitraloka, magantungan petungan sawulih, kangken tibeng narakaloka; tattwa nikang petung sawulih, hana wangsa mami sasiki, Jaratkaru ngaranya. Ndan moksa wih ta ya, mahyun luputeng sarwajanmabandhana, tatan pastry” (Adiparwa 1938 :35)
Artinya:
Karena keturunan kami terputus. Itulah sebabnya saja pisah dari dunia leluhur, bergantung dibuluh petung ini, seakan-akan sudah masuk neraka. Ada seorang keturunan saya bernama Jaratkaru, ia moksa (pergi ) untuk melepaskan ikatan kesengsaraan orang, ia tiada beristri
Demikianlah pentingnya posisi spiritual dari seorang anak dalam keluarga Hindu, karena kelahiran anak yang suputra akan membahgiakan keluraganya dan membuka sorga setelah kematian leluhurnya. Namun untuk mendapat kan anak yang suputra sebagai sumber kebahagiaan keluarga ( yan ning putra suputra sadhu gunawan mamadangi ri kula wandawa), tidaklah semudah membalikkan telapak tangan.
Untuk ini diperlukan serangkaian proses yang cukup panjang :
  • Tahap 1. Menentukan Areal Rumah Tangga
  • Tahap 2. menentukan calon pasangan yang baik
  • Tahap 3. menyiapkan perkawinan yang baik
  • Tahap 4. Proses reproduksi yang baik dan terkendali, serta perawatan dan pendidikan yang benar.

Menentukan Areal Rumah Tangga

Setelah seseorang melakukan samskara wiwaha,maka ada tempat tinggal pasangan suami-istri tersebut yang dinamakan rumah tempat tinggal yang lazim kita sebut sebagai Rumah Tangga yang didalamnya lengkap dengan kehidupan suami-istri dalam areal rumah tempat tinggalnya. Massyarakat Hindu selalu berusaha bersikap hidup dalam keseimbangan alam semesta. Keseimbangan tatanan hidup dengan alam semesta berporos pada konsep hulu-teben, sacral-profan, yang akhirnya areal rumah tinggal dibagi menjadi tiga zone, sesuai dengan nilai sacral (utama), nilai sedang (madya), dan nilai profan (kanista) yang disebut Tri Mandala. 
dari konsep Tri Mandala inilahirlah konsep sanga mandala dengan menempat arah airsanya (kaja kangin) yang dinyatakan areal yang paling sacral sebagai pengkejawantahan konsep niskala ke skala konsep Dewata nawa sanga. Kesembilan dewa yang menguasai penjuru mata angin ini sangat berpengaruh terhadap tata letak bangunan berdasarkan fungsinya ( Sulistyawati, 1998 :46). Penempatan tiap-tiap bangunan yang mempunyai fungsi relegi selalu mengikuti arah dewa yang menguasainya. Misalnya letak dapur diletakkan di arah selatan, disesuaikan dengan arah yang dikuasai oleh Dewa Brahma (Dewa panas/api) dalam kosmologi Hindu. Sumur di sebelah utara bersebrangan dengan dapur , disesuaikan dengan arah Dewa Wisnu ( Sulistyawati,1998 :48).

Bila kita akan membangun tempat tinggal hendaknya areal pekarangan di bagi 9 lebih dahulu dan dalam kaitan dengan Tri Mandala, maka arah perpaduan Timur dengan Utara (Airsanya) memiliki nilai yang paling sacral sehingga dipakai tempat yang diposisikan sebagai Utama mandala untuk letak pendirian tempat Ibadah.

Hal ini jelas disuratkan bagi setiap umat Hindu yang telah berkeluarga hendaknya memiliki tempat pemujaan berupa Pemerajan (sanggah) dalam lontar Siwagama disebutkan sebagai berikut :
…… wwang kamulan pamanggalanya sowang...
Artinya :
… dan Kamulan palinggih pada masing-masing pakarangan rumah.
Pemerajan ini berfungsi sebagai tempat pemujaan roha suci leluhur atau atma yang telah Sidha Dewata/Dewa Pitara (I Ketut Wiana, 1992 :22), sesuai dengan lontar Usana dewa menyebutkan sebagai berikut :
Ring kamulan ngaran Ida Sanghyang Atma, ring Kamulan Tengan bapa ngaran sang Paratma, ring Kamulan Kiwa ibu ngaran sang Siwatma, ring kamulan Tengah ngaran raganya, tu Brahma dadi meme bapa maraga Sang Hyang Tuduh.
Artinya:
Pada Kamulan nama Beliau adalah Sang Hyang Atma, di Kamulan sebelah kanan adalah linggih Paratma adalah Bapak, di kamulan ruang sebelah kiri adalah linggih Siwatma adalah Ibu, di Kamulan tengah ada wujudnya Brahma menjadi Ibu Bapak yang berujud Sang Hyang Tuduh.
Keluarga yang memiliki tempat tinggal (rumah), memiliki Tempat Pemujaan (mrajan) minimal pada banguna mraja itu adanya pelinggih Rong Tiga, pelinggih Sedahan Penglurah dan Gedong linggih Taksu (Gde Soeka, BA, 1986 :13).

Lingkungan kedua tempat tadi menuju keseimbangan bhuana Agung dan Bhuana Alit harus selaras untuk mencari kesejahteraan jasmani dan kebahagiaan rohani, keselarasan antara Bhuana Agung dengan kehidupan manusia menjadi tujuan pokok mengikuti tata aturanperumahan seperti ini. Hal ini dilandasi oleh kesadaran bhawa Bhuana Agung/alam semesta adalah kompleksitas unsure-unsur yang satu sama lain terkait dan memebntuk satu sisitim kesemestaan. Sehingga dapat dikatakan bahwa nilai dasar dari kehidupan masyarakat Hindu adalah nilai keseimbangan. Nilai keseimbangan ini tertuang dalam perilaku :
  1. selalu ingin menyesuikan diri dan berusaha menjalin hubungan dengan elemen-elemen alam dan kehidupan yang mengitari.
  2. Ingin menciptakan suasana kedamaian dan ketentraman antara sesama makhluk dan juga terhadap alam dimana manusia hidup sebagai salah satu elemen dari alam semesta raya.
Kedua unsur tersebut oleh masyarakat Hindu dianggap sebagai azas yang harus dipakai pedoman atau tuntunan dalam kehidupan berumah tangga. Karena rumah tangga dianggap sebagai dunia yang hidup dengan konsep Tri Hita Karana. Adanya parahyangan untuk mencapai sasaran Satyam (kebenaran), adanya Palemahan untuk mencapai sasaran Sundaram (kebahagiaan) dan adanya Tempat tinggal/rumah (pawongan ) sasaran untuk mencapai Kebijakan (Siwam). Kesemuanya itu menuju tujuannya Jagadhita (secara sekala/nyata) dan Moksa secara Niskalanya (I Made Suasthawa, 1991:36)

Kehidupan rumah tangga tata letak keluar masuk menuju rumah (pemedal) juga mengikuti asta kosala-kosali dengan tolok ukur yang empunya rumah itu sendiri.
Bila rumah menghadap :
  • Timur : diukur dari arah utara/kadya, lalu dibagi sembilan pintu masuk ambil pada bagian 3 ( wredi guna) dan atau 4 (dana teke). Wredi artinya subur, banyak.
  • Selatan : diukur dari arah Timur ke Barat, lalu dibagi 9 pintu masuk ambil pada hitungan 4 (udan mas), 6 (dana wredi) atau 8 (teka wredi)
  • Barat : diukur dari arah Selatan menuju Utara, lalu dibagi 9 pintu masuk ambil pada hitungan 3 (wredi mas ), 4 (wredi guna) da atau 5 (danawan).
  • Utara : diukur dari Barat ke Timur dibagi 9 pintu masuk ambil pada hitungan 7 (suka agung).
Dengan memperhatikan hitungan-hitungan tersebut diatas sesuai dengan arah banguan kita maka niscaya kehidupan yang sejahtera dapat kita dekati dan penderitaan dapat kita hindari (I Made Suandra, 1991 :22). Disamping tata letak yang kita tentukan seperti diatas memilih areal pekarangan juga harus berhati hati dan hendaknya hindari pekarangan seperti: 
  • Karang karubuhan yaitu areal pekaranga yang berpapasan dengan perempatan jalan, menyebabkan sakit-sakitan yang menempati.
  • Karang Sandanglawe yaitu pekaranga yang memiliki pintu masuk berpapasan dengan tetangga.
  • Karang Kutabanda yaitu pekarangan yang diapit oleh jalan raya..
  • Karang Gerah yaitu pekarangan yang terletak di hulu Pura atau parahyangan.
  • Karang Suduk Angga yaitu pekarangan yang dibatasi oleh pagar hidup, terdapat dua tempat pemujaan dari keluarga yang berbeda..
Pekarangan yang dilarang seperti diatas perlu hendaknya dibuatkan upacara pemahayu karang atau bangunkan palinggih tertentu (Drs. I Nyoman Singgih W, 1999 :15)

Secara kodrati bahwa setiap orang yang dilahirkan berlawanan jenis untuk bersatu dalam kehidupan rumah tangga yang diawali dengan samskara wiwaha yang terwadahi dalam areal /kawasan rumah tangga dengan system keseimbangannya. Mengingat berumah tangga tidak untuk sesaat maka berhati-hatilah dengan mempersiapkan fisik dan spiritual secara matang (K.H.M. RusliAmin, M.A, 2002 :18).

Menentukan Calon Pasangan yang baik

Untuk mendapatkan calon pasangan yang baik harus diamati bibit, bebet dan bobot calon pasangan.

Yang dimaksudkan pengamatan bibit meliputi asal-usul calon pasangan. Hendaknya diusahakan calon pasangan berasal dari keluaga baik-baik artinya bukan dari keluarga yang gemar mabuk-mabukan, penjudi, pemarah/emosional, pembohong, pencuri, gemar memerkosa, gemar memerkosa, gemar memfitnah, penggemar black magic dan lain-lainya yang merupakan perwujudan dari sifat-sifat sadripu dan sadatatayi. 
Bila memungkinkan supaya diusahakan mendapatkan calon yang bisa diajak membangun keluarga Sukhinah dari kelahiran Suwargacyuta yaitu orang-orang yang berbahagia turun lahir dari sorga dengan cirri-ciri : 
  1. tidak sakit-sakitan ( Arogya), 
  2. disayangi oleh sesamanya (Rati), 
  3. bersifat ksatrya( Curatwa), 
  4. berbhakti kepada Ida Sanghyang Widhi (Dewasubhaktih), 
  5. murah rejeki (kanakalabha) 
  6. dikasihi oleh orang besar (Rajapriyatwa), 
  7. Pemberani (Cura), 
  8. bijaksana dalam segala ilmu pengetahuan (Krtawidya), 
  9. peramah (Pryamwada). 
Kesemuanya ini adlah ciri kelahiran sorga dan penjelmaan dari orang melakukan dharma yang suci dahulunya (I Gusti Agung Oka, 1994 :24-25)

Yang dimaksud dengan pengamatan tentang bebet atau penampilan. Hendaknya menghindari orang kelahiran Neraka cyuta dengan cirri-ciri sebagai berikut :
  1. Mandul (Anapatya), 
  2. wandu (Akamarasa), 
  3. mempunyai penyakit asma ( Pitti), 
  4. bisu (kujiwa) 
  5. berbicara tidak jelas (Clesma) dan 
  6. orang berambut kemerah-merahan dan badannya cacat. 
  7. Tetapi yang pantas dinikahi mempunyai nama yang pantas dan badannya tidak cacat, jalannya seperti seekor angsa, giginya kecil-kecil berbadan lembut ( I Gede Pudhja, M.A, 2002 :132-133)
Yang dimaksudkan dengan pengamatan tentang bobot, ini banyak diatur dalam Canakya Nitisastra maupun dalam Weda Smrti III.7 yang menyatakan: Keluarga yang tidak hirau pada upacara suci, tidak mengerti ajaran weda /agama hendaknya dihindari untuk dijadikan calon pasangan. Salah satu susatra Veda menegaskan bahwa :
Akara iringngita irgatya cesta bhasitena ca;
Natrawaktrawikarena jayate ca pariksitah
Maksudnya:
seseorang harus diuji dengan melihat tampilan luarnya berupa caranya berjalan, gerakgeriknya, perbuatannya, tutur katanya ( I Gusti Agung Oka, 1993 :169)
Dalam menejemen modern hendaknya mempertimbangan pengetahuan (knowledge), ketrampilan yang dimiliki (Skill) dan tata laku kesahariannya (Attitude)nya

Kelahiran Neraka cyuta yang dihindari dalam memilih pasangan, juga dilarang adalah:
  1. masih hubungan sepupu dari keluarga Purusha, Arudaka namanya, 
  2. saling ambil (Pasikuh-paha), 
  3. suami istri pernah keponakan (Angemban Ari), 
  4. kawin dengan tumin ngarep (Anglangkahi sanggar), 
  5. mengawini janda beranak bila sudah punya anak laki-laki, Ekajanma namanya (Suwidja,1992 :101).

Menyiapkan Perkawinan yang Baik

Meyiapkan perkawinan yang baik perlu diperhatikan : perjodohan atau patemon, hari dan bulan perkawinan yang di nilai baik serta bentuk perkawinan yang harus diusahaka. Untuk itu perlu konsultasi kepada pakar yang terkait.
  1. Petemon Penganten: merupakan perhitungan pertemuan kelahiran suami dan istri yang nantinya akan membawa nasib keluarga mereka, apakah akan murah rejeki, banyak masalah ataupun berakibat yang lainnya. 
  2. Dewasa Ayu Nganten: merupakan pemilihan hari baik melangsukan upacara pernikahan. Karma wasana yang kita bawa sejak kelahiran kita akan memberikan warna pada kehidupannya, sehingga para akhli astronomi/wariga hari kelahiran seseorang dapat diterka/diramal maslah rejeki, suka-duhka hidup yang diraihnya melalui urip kelahirannya. Biasanya dibaca hari kelahirannya menunjukkan masa yang dalami masa anak-anak, dicari gabungan urip berikutnya masa remaja dan masa tua adalah urip gabungan berikutnya dapat diketahui.Namun yang dipakai patokan pertemuan suami istri adalah urip gabungan kelahirannya saja. Ataas dasar itulah maka seseorang dapat meningkatkan status dan kualitas kehidupannya yang akan dibangun melalui berumah tangga. lebih lengkapnya baca: Pemilihan Hari Baik Pernikahan.

Cara Perkawinan.
Cara atau bentuk perkawinan penting sekali diperhatikan. Weda Smrti III.42 menyatakan; Dari perkawinan yang terpuji akan lahir putra yang terpuji, dari perkawinan yang tercela akan lahir putra yang tercela. Karena itu hendaknya dihindari bentuk perkawinan yang tercela. Aninditah stri wiwah air, anindya bhawati praja ninditair nindita nrrnam, nasnam nidyam wiwarjayaet.

Dalam Weda Smrti III.20 disebutkan bahwa diantara delapan bentuk perkawinan, ada yang memberi pahala, ada pula yang menimbulkan derita, baik ketika masih hidup maupun setelah mati.

Kedelapan bentuk perkawinan yang disebutkan dalam Weda Smrti adalah Brahma wiwaha, Daiwa wiwaha, Arsa wiwaha, Prajapati wiwaha, Asura wiwaha, Gandharwa wiwaha, Raksasa wiwaha,dan Pisaca wiwaha. Empat yang terakhir hendaknya dihindari oleh kaum brahmana. Gandharwa wiwaha masih bisa ditolerir bila dilakukan oleh kaum ksatria, sedangkan raksasa wiwaha masih bisadimengerti bila dilakukan oleh golongan sudra (Weda Smrti ).

Proses Reproduksi yang baik dan terkendali

Dalam proses reproduksi atau pembuatan anak perlu diperhatikan waktu yang dibenarkan dan yang dilarang oleh ajaran agama Hindu atau yang pas untukmewujudkan keinginan punya anak laki atau perempuan. Posisi tubuh atau gaya bermain kedangkalan penting diperhatikan terutama untuk pasangan yang mengalami kesulitan punya anak. Namun sejauh itu Weda belum mengatur.

Memahami waktu yang dilarang dan dibenarkan sangat diperkenankan bila ingin mendapatkan anak suputra sadhu gunawan,seperti yang telah dibahas di artikel "Hari Baik Berhubungan Intim"

Perawatan dan pendidikan anak yang benar.

Perawatan anak dalam Hindu berarti perawatan badan anak seutuhnya yang meliputi trisarira dan triguna. Trisarira terdiri dari anggasarira atau Stula sarira yaitu badan kasar, sukma sarira yaitu badan halus yang memberi kesadaran kepada manusia, terdiri dari cita, budhi dan ahamkara. Sedangkan anantakarana sarira adalah atman. Triguna adalah sattwam, rajas, tamas.
  • Satwam adalah watak yang menyebabkan perilaku sabar, hormat, penuh cinta kasih, rela berkorban, penolong, pemaaf. 
  • Rajas adalah watak yang menyebabkan perilaku serba cepat,energetic dan mudah marah. 
  • Tamas adalah watak yang menyebabkan perilaku yang serba lambat, malas

Antara badan dan jiwa terdapat kaitan yang sangat erat. Pepatah Yunani kuno mengatakan mensana in corpore sano Artinya jiwa sehat terdapat dalam badan yang sehat.
Bila dikaji dari filsafat Samkya kaitan erat ini bila dimengerti karena jiwa dan badan keduanya berasal dari Purusa dan Prakerti yang membentuk 25 unsur yang sama- sama menjadi unsure pembentuk jiwa maupun badan. Menurut filsafat Samkya pula, dalam Prakerti- yang merupakan unsure kosmik pembentukan manusia-terdapat triguna yang merupakan unsure perwatakan yang memberi warna tingkah laku manusia.

Berdasarkan pemahaman unsure-unsur yang membentuk manusia seutuhnya maka bila berbicara mengenai perawatan anak tidak cukup hanya perawatan kesehatan fisik dan mental/jiwa tetapi juga perawatan atman untuk mewujudkan atma hita. Perawatan kesehatan fisik meliputi pemberian makanan bersih, suci, bukan sisa orang, bergisi dan seimbang, cukup olahraga, dan lingkungan yang aman, nyaman dan memungkinkan tumbuh dan berkembang secara optimal.
Atmahita karana meliputi kegiatan :
  1. Garbhadhana, yaitu upacara ketika mulai diketahui sudah ada konsepsi pembuahan yaitu bertemu dan bersatunya kama bang dan kama petak atau telur (ovum) yang merupakan bibit dari pihak perempuan dan bibit dari pihak laki (sperma ).
  2. Punsavana, upacara 3 bulan kandungan
  3. Simantonnayana, upacara 6 bulan kandungan , di Bali disebut magedong-gedongan.
  4. Upacara Jatakarma ketika lahir. Untuk anak laki dilakukan sebelum talipusar dipotong (Weda Smrti II,29)
  5. Namakarana atau namadheya: Menurut Weda Smrti II.30 upacara pemberian nama dilakukan pada usia 10-12 hari atau pada hari lain yang dianggap baik. Nama harus disesuaikan dengan wangsa.Untuk wanita namanya harus mengandung arti penghormatan, sederhana dan tidak menakutkan. Semuanya ini diatur dalam Veda Smrti II.31-33.
  6. Niskramana: upacara pada usia empat bulan dimana bayi sudah boleh dibawa kelur rumah atau menyentuh (Weda Smrti II.34)
  7. Annprasana: upacara 6-7 bulan dimana bayi pertama kali diajarkan makan (Weda Smrti II. 3-4).
  8. Cundakarma : upacara potong rambut pertama, dilakukan untuk memperoleh kebajikan spiritual. Dilakukan pada usia 1-3 tahun (3 tahun bagi orang-orang dwijati, Smrti II.35)
  9. Upanayana : upacara mengawali belajar secara formal. Menurut Weda Smrti II. 36,upacara ini dilakukan pada tahun kedelapan setelah pembuahan bagi kaumbrahmana, tahun kesebelas bagi kaum Ksatriya, tahun kedua belas bagi Waisya.
  10. Samawartana ; upacara setelah menyelesaikan pendidikan.
  11. Wiwaha: upacara perkawinan .

Di India selain upacara tersebut diatas masih ada lagi upacara tambahan yaitu upacara tindik kuping (Karnawedha) pada usia 3 tahun dan upacara Weda ramba : upacara mulai belajar weda pada usia 5 tahun bagi kaum brahmana. Di Bali ada upacara mepandes atau upacara potong gigi.

Semua upacara tersebut di atas dilakukan sebagai rangkaian pensucian untuk membersihkan kotoran yang melekat pada diri anak yang diperoleh dari orang tua ketika dalam kandungan sekaligus mohon bimbingan dan perlindungan dari Ida Sanghyang Widhi, serta sebagai media untuk mengumpulkan sanak keluarga untuk memberikan doa restu.

Dalam rangka perawatan fisik, perlu juga mengadopsi ilmu kedokteran modern yaitu dengan memberikan upaya pencegahan penyakit lewat program imunisasi

Misalnya;BCG untuk mencegah TBC, Hepatitis A maupun B untuk mencegah infeksi virus Hepatitis pada Hati, DPT untuk mencegah tetanus, batuk rejan dan infeksi menyumbat tenggorokan, Polio untuk mencegah lumpuh polio, Campak untuk mencegah radang paru basah dan radang otak, MMR untuk mencegah bengok, campak Jerman dan campak bias, HIB untuk mencegah radang selaput otak, Varicella untuk menegah cacar air, Typhim atau Typa untuk mencegah tipus.


Demikian beberapa hal yang dapat kami sampaikan dalam makalah ini yang berthema pembinaan Remaja Pra Nikah, semoga kegiatan orientasi keluarga Sukhinah dapat menjadaikan sarana dan wahana peningkatan kualitas sumber daya manusia Hindu yang mandiri dan berakhlak mulia menuju tercapai kehidupan yang sejahtera dan damai.
Om Sarve bhavantu sukhinah
Sarve śāntu niramayah
Sarve bhadrāni paśyantu
Ma kaścid duhkha bhāg bhavet (Sloka Subhasita).
Om, Hyang Widhi, semoga semuanya memperoleh kebahagiaan
Semoga semuanya memperoleh kedamaian
Semoga semuanya memperoleh kebajikan dan saling pengertian
Jauhkanlah kami dari segala kedukaan dan halangan.

demikian sekilas Perkawinan menurut Pandangan Hindu menuju  Keluarga Sukinah Dari Perspektif Agama. semoga bermanfaat. Om Santih Santih Santih Om.