Minggu, 17 Juli 2016

Sepahit Nafsu 1



Siang itu Erin sedang berjalan-jalan di sebuah toko pakaian. Tanpa sengaja dia bertemu dengan salah seorang lelaki yang belum cukup lama dikenalnya.
“Erin, kebetulan kita bisa ketemu di sini...” sapa laki-laki itu dengan sebuah senyuman.
“Memangnya ada apa, mas Willy?” jawab Erin.
“Ah, enggak ada apa-apa. Aku hanya kangen sama kamu, sudah satu minggu ini aku tidak melihatmu di tempat kerja.”
“Aku lagi malas, mas.”
“Malas kenapa?”
“Nggak tahulah, mungkin lagi pingin istirahat aja.”
“Tapi kamu pasti balik kan?” tanya Willy merasa penasaran.
“Mungkin,”
“Lho, kok mungkin?”

“Sebab jika aku mendapatkan pekerjaan lain, tentunya aku akan berhenti sebagai gadis pelayan bar. Tapi jika tidak ada pekerjaan yang cocok, maka aku terpaksa kembali ke tempat itu.” kata Erin begitu pasrah dan putus asa.
Sesaat Willy menatap wajah cantik gadis itu. Sudah cukup lama Willy menaruh hati kepada Erin, namun selama ini dia tidak pernah berani mengutarakan suara hatinya. “Lalu rencanamu sekarang mau kemana?”
“Nggak tahu,” jawab Erin. “hari ini aku cuman ingin jalan-jalan saja. Sudah satu minggu ini aku tidak pergi kemana-mana, rasanya jenuh sekali.”
“Bagaimana kalau hari ini kamu aku ajak jalan-jalan?” tawar Willy.
“Hmm, gimana ya?” Erin menatap bola mata pemuda yang ada di hadapannya. Dari sorot mata lelaki tampan itu, spertinya ia menemukan satu keteduhan hati. Tutur kata yang sopan dari Willy begitu tak bisa dilupakan oleh Erin.
“Bagaimana, apa kamu keberatan?” tanya Willy sekali lagi.
“Bukan begitu, tapi...”
“Apa yang membuatmu ragu?”
“Bukan aku tak senang pergi dengan mas, tapi ibuku selalu melarang jika aku harus pulang malam.”
“Apa selama ini kamu tidak memberitahukan pekerjaanmu pada ibumu?” tanya Willy merasa heran.
“Aku terpaksa merahasiakan pekerjaanku kepada ibu.”
“Kenapa?”
“Karena aku takut ibu tidak bisa menerima kenyataan yang aku hadapi sekarang ini.” desah Erin kelihatan sedih.
Willy menarik napas dalam-dalam. Ia dapat merasakan bagaimana perasaan Erin saat itu; antara bimbang dan ragu serta keputusasaan dalam menghadapi hari-harinya. Rasa iba dan simpatiknya terhadap Erin semakin tumbuh dalam diri laki-laki itu.
“Aku mengerti perasaanmu, Rin. Jika kamu keberatan jalan-jalan denganku, tidak apa-apa. Biar nanti lain waktu saja.”
“Aku tidak keberatan, mas.”
“Benarkah?” tanya Willy begitu girangnya.
Erin mengangguk dengan senyumnya yang manis. Gadis cantik yang bertubuh langsing dengan rambut panjang sebatas bahu itu berjalan mendekati kasir. Ia mengeluarkan beberapa lembar uang lima puluh ribuan, kemudian membayarkan pada kasir untuk pakaian yang telah dipilihnya. Sementara Willy hanya memperhatikan dari tempatnya berdiri. Tak beberapa lama, Erin kembali datang mendekati sambil membawa bungkusan berisi pakaian.
“Kita jalan-jalan ke mana, mas?” tanya Erin manja.
“Terserah kamu saja,” jawab Willy pasrah.
“Ah, yang ngajak itu kan mas Willy. Jadi mas Willy yang harus menentukan,”
“Baiklah kalau begitu, ayo kita menuju mobilku saja.”
“Mas punya mobil?” tanya Erin takjub.
“Milik papa, aku hanya minjam.”
“Oo, begitu...”
Willy berjalan duluan sambil menggandeng tangan Erin. Tidak lama keduanya telah tiba di tempat parkir. Willy membukakan pintu bagi Erin, gadis cantik itu pun segera masuk ke dalam mobil. Willy menyusul dengan duduk di belakang setir.
Tak lama mobil sedan warna biru tua itu sudah meluncur meninggalkan pelataran parkir pertokoan. Erin yang duduk di sebelah Willy nampak tersenyum bahagia. Dalam hatinya diam-diam tumbuh rasa kagum kepada laki-laki yang belum begitu lama dikenalnya ini. Willy adalah pemuda yang gagah dan tampan, hidungnya mancung dengan rambut dipotong pendek. Perawakannya yang atletis membuat dada Erin berdetak kencang jika kebetulan pandangan mata mereka saling bertemu.
Di sebuah rumah makan yang mewah mereka berhenti. Willy mengajak Erin untuk turun dari mobil.
“Lho, kok kita ke sini?” tanya Erin heran.
“Memang kenapa? Apa kamu nggak lapar? Biar acara kita hari ini lebih asyik, sebaiknya kita makan dulu,” kata Willy sambil menggandeng tangan Erin menuju ke dalam.
Mereka segera memilih tempat yang paling sudut. Pengunjung kebetulan lagi ramai karena rumah makan itu memang cukup terkenal. Selain masakannya enak, kebersihannya juga terjaga. Jadi tidak heran kalau siang itu pengunjungnya begitu banyak.
Willy memesan makanan, sedangkan Erin hanya menurut saja. Pelayan mencatat pesanan mereka dan tak lama sudah diantarkan. Keduanya menikmati hidangan itu dengan santai, sambil sesekali mengobrol akrab.
“Enak sekali masakannya, mas,” kata Erin memuji.
“Kamu baru pertama kali makan di sini ya?” tanya Willy.
“Iya, mas.”
“Memang restoran ini terkenal akan masakannya yang nikmat dan lezat, kokinya lulusan sekolah luar negeri.”
“Mas sering makan di sini?”
“Kadang-kadang,”
Obrolan mereka terus berlanjut. Sambil mengunyah, mata Erin sesekali melirik ke arah wajah tampan Willy. Dia nampak mengaguminya. Willy bukannya tidak tahu kalau diperhatikan, tapi dia berlagak cuek. Malah sesekali dia juga melirik ke arah Erin untuk menatap kecantikan gadis muda itu.
Mereka terus saling mengagumi dalam diam sampai tiba-tiba Willy terkejut saat seorang perempuan menghampirinya. Perempuan itu memeluk tubuhnya dan berbisik dengan sangat manja, “Apa kabar, mas? Sudah lama mas Willy nggak mengunjungi aku lagi.” sapanya sambil mengusap-usap pundak lelaki itu.
Diperlakukan seperti itu membuat Willy jadi merasa tidak enak. Apalagi saat itu dia tengah mengajak Erin, gadis cantik yang selama ini diincarnya. Begitu pun hati Erin, mendadak selera makannya menghilang. Entah kenapa ia merasa cemburu pada wanita yang berlaku manja pada Willy ini, yang dengan nyata-nyata memeluk serta mengelus-elus pundak Willy.
Willy sendiri merasa gugup dan salah tingkah, terlebih saat itu ia juga melihat Erin menghentikan makannya dengan sorot mata tajam seolah menusuk hati dan perasaannya.
“Mas Willy, terima kasih atas jamunnya siang ini. Maafkan kalau aku telah merusak acara kalian,” kata Erin sambil berdiri.
“Tunggu dulu, Rin!” desah Willy kebingungan.
“Maaf, mas. Aku masih ada keperluan, aku permisi dulu,” Erin melangkah pergi dengan hati hancur melihat kedekatan Willy dengan perempuan asing itu.
“Erin, tunggu dulu!” Willy berusaha bangkit dari kursinya, namun wanita di sebelahnya malah menahan. Erin dengan langkah cepat telah pergi meninggalkan mereka berdua.
“Keterlaluan sekali kamu, Cin!” seru Willy marah. Dengan sorot mata tajam dia menatap perempuan cantik yang ada di sampingnya.
“Lho, apa salahku?” tanya Cinthya senyum-senyum. Sedikit pun dia merasa tak bersalah, malah dia kini duduk di hadapan Willy.
“Kenapa tadi kamu bersikap berlebihan di depan gadis itu? Bayangkan bagaimana perasaannya!”
“Kok jadi marah ke aku? Mestinya aku yang harus marah karena mas Willy sudah berani membawa wanita lain.”
“Itu kan hakku, kamu nggak berhak melarang-larang! Apalagi kamu sendiri selalu gonta-ganti pasangan, dan aku tak pernah mempermasalahkannya,” desah Willy dengan nada penuh emosi.
“Sudahlah, mas, enggak enak kita ribut-ribut di sini. Sebaiknya kita bicarakan saja di rumah, mumpung suamiku lagi nggak ada. Kalau mas Willy mau marah, silakan tapi nanti jika sudah di rumah.” kata Cinthya sambil berdiri bangkit dari kursinya.
“Jadi kita pergi ke rumahmu?”
“Kalau mas mau,” Cinthya memberikan senyum menggoda.
Willy terdiam sesaat, matanya tajam menatap wanita di hadapannya. Dia nampak berpikir dan menimbang-nimbang, lalu kemudian mengangguk pelan. “Baiklah, ayo kita pergi.”
“Nah, begitu dong!” desah Cinthya sambil menggandeng lengan Willy, membiarkan payudaranya yang empuk menempel di bahu laki-laki itu.
Setelah membayar ke kasir, mereka pun pergi meninggalkan rumah makan. Tidak banyak yang diperbincangkan selama mereka meluncur menuju rumah Cinthya. Meski beberapa kali memprovokasi dengan memamerkan kesintalan tubuhnya, Willy nampk tidak begitu tertarik. Namun Cinthya tak berputus asa, begitu tiba di rumah semua pasti akan kembali seperti sedia kala.

***

Dia langsung menarik tubuh gagah Willy ke dalam kamar begitu laki-laki itu selesai memarkirkan mobilnya. Sepertinya hal itu sering Cinthya lakukan terhadap lelaki yang satu ini.
“Kamu nampak cemberut terus, mas.. apa masih ingat sama gadis tadi?” tanyanya dengan desah manja yang menggairahkan, sambil tangannya pelan menggesek selangkangan Willy dan menekan tonjolan buah dadanya yang empuk ke tubuh laki-laki itu.
Karuan saja darah laki-laki Willy menjadi naik ke atas kepala. Dia yang awalnya masih jengkel dengan sikap genit Cinthya, perlahan mulai gemetar dan bergairah. Apalagi saat itu mereka hanya berdua saja di kamar. Mata Willy menatap wajah cantik Cinthya, dan perempuan berkulit putih itu balas tersenyum kepadanya.
“Gimana, mas.. masih mau marah?” pancing Cinthya.
“Kamu memang pintar meredam emosiku, Cin.” jawab Willy. “Dengan kebinalanmu, kamu sanggup meluruhkan hati setiap laki-laki. Bahkan termasuk juga aku, hingga kadang aku tak bisa mengelak darimu lagi.”
Cinthya tersenyum saat Willy mulai mendekap pinggangnya yang ramping. “Kamu juga laki-laki idolaku, mas. Sudah lama aku mencarimu dan baru sekarang bertemu. Aku kangen sama kontolmu, mas! Aku rindu dengan belaianmu,”
“Rayuanmu selalu membuatku tak berdaya, Cin. Tubuhmu bikin nafsuku jadi menggelora,”
“Kalau begitu ayo, mas, segera setubuhi aku! Kita reguk kehangatan sore ini bersama-sama, jangan buang waktu lagi. Akan kubuat mas melupakan gadis tadi. Dengan tubuhku, aku siap memuaskan segala hasratmu!”
Dengan sekali tarik, Cinthya berhasil menyeret tubuh Willy ke atas ranjang. Ia di bawah dan Willy menindih dari atas. Dipeluknya tubuh laki-laki itu erat-erat seperti tak ingin lepas. Dibiarkannya Willy meraba seluruh tubuhnya sambil melancarkan ciuman ke segala arah.
“Hmmph,” dengan rakus Willy melumat bibir tipis Cinthya.
“Hhah,” perempuan itu membalas, santai dinikmatinya permainan lidah Willy pada rongga mulutnya, membuatnya jadi sedikit sukar untuk bernapas. “Oughhh...” Cinthya akhirnya hanya bisa mendesah manja.
Tangan Willy sudah merayap ke seluruh tubuh molek Cinthya, terutama ke buah dada perempuan itu yang memang membulat indah. Willy meremas-remasnya gemas sambil berusaha menyingkap kain yang masih menutupi. Meski masih terlindung oleh beha tapi rasanya sudah empuk sekali. Willy terus menjamahnya tiada henti dengan mulut terus memagut rakus.
“Oooouhhh...” desah Cinthya ketika merasakan tangan Willy beralih menyingkap rok yang ia kenakan. Tangan laki-laki itu mengelus-elus paha putih mulus miliknya. Cinthya sedikit menggelinjang saat Willy berusaha menarik lepas celana dalamnya yang berwarna merah jambu kembang-kembang.
“Buka saja semuanya, mas!” rintih Cinthya manja.
“Iya, pasti,” desis Willy pelan.
Laki-laki yang sudah diselimuti oleh nafsu itu segera mengelus dan meremas-remas gundukan hitam segitiga yang ada di pangkal paha Cinthya begitu celana dalamnya terlepas. Perempuan itu sedikit mengerang dan menggelinjang merasakan nikmatnya permainan jari-jari Willy di bibir kewanitaannya.
“Ooooouhhh...!!” rintih Cinthya dengan mata terpejam.
Willy memasukkan satu jari lalu ditusuk-tusukkannya pelan dengan gerakan yang sangat halus, seperti ingin mengetes kedalaman liang memek Cinthya. Sudah terasa basah dan berkedut-kedut pelan. Bau yang menguar dari sana juga sudah menunjukkan kalau Cinthya benar-benar bergairah.
“Ouhhhh... Mas!” desis perempuan yang sebenarnya sudah bersuami itu. Dia yang tak bisa menahan perasaan segera saja membuka resleting celana milik Willy, lalu membuka pula ikat pinggang laki-laki itu.
Perlahan-lahan Cinthya melepaskan semua pakaian yang melekat di tubuh Willy, juga di tubuhnya. Satu per satu jbaju mereka jatuh berserakan di atas ranjang hingga tak lama mereka sudah berbaring sama-sama telanjang, berpelukan. Cinthya yang cantik dan molek pasrah meringkuk di dalam rangkulan jemari tegap Willy. Dia kembali menggelinjang ketika lubang memeknya kembali dipermainkan.
Meski sudah menikah, tubuh Cinthya memang masih tetap menggairahkan. Buah dadanya yang besar terlihat padat berisi, permukaannya mengkilat putih mulus dengan sepasang puting kemerahan yang terlihat sangat lezat. Ketika dipegang, benda itu terasa kenyal dan hangat, membuat Willy jadi tak rela untuk sekedar melepaskannya.
Di bawah, gundukan daging segitiga tembem tampil malu-malu di antara dua paha jenjang yang putih mulus. Benda itu nampak hitam oleh bulu-bulu halus yang tumbuh di sekelilingnya. Belahannya terlihat sempit menyembunyikan lorong yang sudah sering ditembus oleh kontol laki-laki. Ditambah perut yang ramping serta bokong yang tumbuh indah, jadilah penampilan Cinthya jadi kian menggoda.
Willy sudah akan mendekatkan tubuhnya ke sana ketika mendadak Cinthya bangkit dan menjamah benda panjang yang telah menegang di selangkangannya. Santai perempuan itu mempermainkan batang kontol Willy yang kini berbaring telentang di atas tempat tidur. Cinthya meremasnya, mengelus-elusnya, bahkan kadang memijit-mijit dua benda lunak yang tergantung di bawah senjata Willy.
“Ooouhhh...” lelaki itu merintih sambil memegangi bongkahan payudara Cinthya yang menggantung indah. Dia meremas-remasnya pelan sementara Cinthya mulai menunduk untuk mengulum serta menjilat-jilat batang penisnya bagai anak kecil yang lagi makan eskrim.
Tanpa rasa jijik sedikit pun, Cinthya terus mencucup dan menghisap hingga membuat Willy kembali merintih. “Ouhhhh...” desisnya dengan remasan semakin kuat di payudara Cinthya yang bulat besar, sedang tangan satunya ia arahkan ke selangkangan perempuan itu. Satu jari Willy menusuk, tepatnya jari telunjuk ia masukkan kembali ke dalam liang gua Cinthya yang terasa kian melembab panas.
“Sshh... Oughh!!” desis Cinthya kegelian, namun dia tidak bisa merintih lebih keras lagi karena mulutnya penuh oleh batang kontol Willy. Yang bisa ia lakukan hanyalah menggoyangkan pinggul sambil sesekali menjepit jemari tangan Willy dengan kedua pahanya, sementara mulutnya terus mempermainkan serta mengulum kontol laki-laki itu.
Saling merangsang seperti itu membuat gejolak yang ada dalam diri keduanya semakin lama terasa semakin memuncak. Cinthya sendiri tampak sudah tidak bisa menahan gejolak birahinya. Memeknya terasa kian basah, sementara payudaranya makin membusung indah. Sebentar kemudian dia pun melepaskan kulumannya karena sudah benar-benar tak tahan.
“Mas, ayo setubuhi aku!” pintanya sambil menindih tubuh tegap Willy.
“Sini, aku juga sudah nggak sabar pengen merasakan jepitan memekmu,”
Perlahan-lahan Willy merebahkan tubuh montok Cinthya di atas pembaringan, lalu segera ia tindih dengan ujung penis tepat mengarah ke liang memeknya. Cinthya membantu dengan memegangi ujung penis Willy, lalu menariknya ke lubang yang tepat. Nampaknya ia sudah tidak sabar ingin segera ditusuk. Bahkan Cinthya sudah membentangkan kedua pahanya lebar-lebar hingga lubang memeknya yang gatal terlihat menganga luas, siap menelan senjata milik Willy yang terus bergerak mendekat.
“Aughhh!!” rintih Cinthya saat kontol panjang Willy berhasil menembus gua miliknya. Hanya dalam satu kali hentakan, memek Cinthya sudah bobol sepenuhnya.
“Aku goyang ya?” Perlahan-lahan Willy mulai mengayunkan pantatnya naik turun, menyetubuhi Cinthya, merasakan jepitan serta kehangatan lorong kemaluan perempuan itu yang sehari-hari adalah rekan bisnisnya.
“Oouughhh..!!” desah Cinthya kembali begitu kontol Willy semakin cepat bergerak keluar masuk di lorong gua miliknya.
“Goyangkan pantatmu, Cin!” pinta Willy sambil meremas-remas lagi bulatan payudara Cinthya untuk menahan perasaan nikmatnya.
Mendengar perintah tersebut, Cinthya buru-buru memutar pantatnya ke kiri dan ke kanan. Kadang ia juga menghentaknya dengan cepat sambil sesekali diangkat-angkat. Akibatnya hujaman kontol Willy jadi lebih terasa keras, bahkan beberapa kali bagaikan mentok di mulut rahim.
“Ooouuhhhh...!” Willy menjerit keenakan, sedangkan Cinthya juga mendesis tak kalah nikmat.
“Tekan lebih keras lagi, mas!” dia meminta.
Willy mengabulkan dengan menekan batang panjangnya sedikit lebih dalam. Kini semuanya masuk tak tersisa, bahkan biji pelirnya juga seperti hilang ditelan oleh celah memek Cinthya yang langsung mendekapnya erat karena kaget sekaligus juga keenakan. Mata perempuan itu terpejam dengan mulut mendesis bagai ular.
“Sshht... Yah begitu, mas! Terus! Tusuk yang keras! Ughh... Enak!” rintih Cinthya menahan rasa nikmat.
Willy yang juga merasakan perasaan yang sama, terus menghunjamkan kontolnya dengan liar dan ganas. Bahkan kaki Cinthya diangkatnya ke atas pundak sehingga pantat perempuan itu jadi sedikit terangkat dengan bibir kemaluan terasa kian menjepit erat. Persetubuhan mereka jadi berkali-kali lipat nikmatnya dan rasanya tak ingin diakhiri dalam waktu cepat.
“Oohhh... Aku sudah tak tahan lagi, mas!” namun desahan Cinthya membuyarkan semua rencana itu. Di saat Willy kian kuat menghentakkan penis, dia malah memejamkan mata menikmati desakan birahinya yang semakin memuncak.
Karena tak ingin ketinggalan, Willy pun mempercepat aliran gairahnya. Ia tidak lagi menahan-nahan seperti tadi. Terasa spermanya mulai mengalir keluar menuju ujung kontol. “Kita sama-sama, Cin!” bisiknya dengan tubuh gemetar.
“Auwghhh!! Argghhhh...!!” jerit Cinthya mengejang saat sudah tak sanggup lagi menahan laju orgasme. Cairan nikmatnya merembes deras membasahi lorong memeknya, yang secara bersamaan dipenuhi juga oleh sperma Willy yang meluncur panas.
”Arghhh!!” Menghujamkan pinggul lebih kuat, Willy melepas semua bebannya di kedalaman memek Cinthya yang membanjir bandang. Tangannya mencekal pantat perempuan itu kuat-kuat saat cairan kentalnya meluncur keluar, bertabrakan dengan milik Cinthya yang masih terus menyembur-nyembur. Mencoba untuk menggerakkan penisnya, Willy bisa merasakan kalau memek Cinthya kini berubah bagai sumur yang kelebihan air: begitu basah dan lengket sekali.
“Oouuhhh...” mereka merintih berdua menahan nikmat.
Kelelahan, keduanya sama-sama terkulai lemas di atas pembaringan. Berpelukan mereka meringkuk di ranjang yang penuh noda itu. Namun Cinthya kelihatannya belum merasa puas. Perempuan yang selalu gatal itu mencoba menggesek-gesek kembali kontol Willy yang masih terbenam di dalam celah memeknya.
“Mas, aku mau sekali lagi!” pintanya manja.
“Tapi aku masih capek, Cin,” desah Willy dengan napas masih tersengal.
“Ayolah, masa sih kamu nggak kepingin lagi?” rayu Cinthya sambil memberikan bongkahan payudara nya kepada Willy agar dihisap. Kemudian dengan penuh nafsu ia menunduk untuk menjilati kontol Willy yang terlepas dari jepitan memeknya.
Diberi susu serta penis diemut-emut membuat gairah Willy muncul kembali secara perlahan. Apalagi ternyata Cinthya tidak cuma melumat, dia juga mempermainkan kantong telur Willy dengan meremas-remasnya lembut hingga tak perlu waktu lama kontol Willy yang tadi terkulai lemas perlahan mulai membesar kembali, menunjukkan bentuk yang sebenarnya.
“Oughhh... Nakal kamu, Cin!” rintih Willy yang semakin lama semakin bangkit birahinya. Kini senjatanya sudah menegang kencang, besar dan panjang. Cinthya terus mengulum serta menjilatinya dengan mabuk kepayang.
“Ayo, mas. Aku sudah tak tahan!” kata perempuan itu sambil memandangi batang Willy yang berukuran di atas rata-rata. Dia mengangkang untuk mempersiapkan memeknya, siap untuk ditusuk lagi.
“Baik, tapi aku ingin melakukannya dari belakang!” kata Willy.
“Dari belakang?” tanya Cinthya kaget, karena tak biasanya Willy meminta yang seperti itu.
“Iya,”
Namun Cinthya tidak menolak ketika Willy memintanya agar menungging, malah dia dengan senang hati melakukannya. Berpegangan pada sisi ranjang, Cinthya memberikan pantatnya yang bulat besar pada Willy. Laki-laki itu langsung menusuknya dari arah belakang, kontolnya dengan lincah menelusup ke celah memek Cinthya yang tersembunyi di antara paha.
“Ooouhhh...” rintih Cinthya saat merasakan nikmat yang tiada tara. Ia mengangkat kaki sebelah kirinya agar batang kontol Willy bisa meluncur lebih jauh lagi. Posisinya sekarang benar-benar mirip anjing betina yang lagi kawin. Payudaranya yang menggantung indah terlihat terayun-ayun maju mundur saat Willy mulai menghentakkan pinggul naik turun.
“Sshhhh... aghhh!!” desah Cinthya begitu tangan Willy menyambar benda lunak kembar yang menempel di dadanya. Gemas Willy meremas-remas buah dada itu sambil terus menghujamkan batangnya dari arah belakang. Cinthya mau tak mau jadi ikut merasakan nikmat dan erangannya pun menjadi kian keras. Walaupun rasa sakit masih tetap ada, namun ia tidak mempedulikannya.
“Oooughhh...!!” Willy meringis menahan ngilu yang mulai mendera batang penisnya. Tubuhnya menggigil, sedang lututnya serasa goyah. Dia terus menghentak, namun ketika tiba-tiba Cinthya menjerit dan menyiramnya dengan cairan bening yang sangat panas, ia pun tak tahan.
Ikut menggeram, Willy turut menumpahkan spermanya di rahim perempuan itu. Cairan kentalnya mengalir deras memenuhi lorong memek Cinthya yang berwarna coklat kemerahan. Kemudian keduanya sama-sama terkapar. Karena keletihan, mereka akhirnya sama-sama tertidur pulas dengan tubuh masih tetap dalam keadaan telanjang.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar