Xiao Qing menyapu ruangan belakang seperti yang diperintahkan Bai Su-zhen. Di sana berjejer dua rak buku. Di sampingnya terdapat sebuah meja panjang dengan alat tulis-menulis, buku, dan dua jambangan bunga di atasnya. Di luar ruangan, tampak sebidang halaman kecil yang ditumbuhi bunga-bunga mawar Cina dan serumpun bambu. Bai Su-zhen menginginkan supaya ruangan itu selalu diatur rapi, agar ia dapat memusatkan pikiran dan perhatiannya. Bai Su-zhen dan Xu Xian duduk berjam-jam di ruangan ini. Mereka mempelajari berbagai buku tentang obat-obatan. Bai Su-zhen menjelaskan beberapa prinsip dasar obat-obatan kepada suaminya.
Suatu pagi ketika mereka sedang asyik belajar, Xiao Qing datang. “Ada tamu di luar.”
Bai Su-zhen segera keluar menemuinya. Tak lama kemudian, ia kembali dengan wajah sukacita. “Kabar baik, Suamiku! Tuan Ma dan Tuan Li telah mengirim surat. Mereka memberitahukan bahwa toko kita terletak di tepi jalan besar dan siap dibuka. Semua telah lengkap. Mereka ingin tahu kapan kita datang.”
“Baik betul mereka! Aku tidak perlu bersusah-susah dan semuanya telah siap. Aku siap berangkat sewaktu-waktu.” sahut Xu Xian.
“Kalau begitu, sebaiknya kita berangkat pertengahan bulan depan,” kata Bai Su-zhen memutuskan.
***
Pada suatu hari yang cerah, ia berlari-lari masuk ke rumah, “Istriku, kakakku datang! Untuk menjengukmu!”
Kakak Xu Xian berjalan mengikutinya dari belakang. Itu adalah kunjungannya yang kedua, dan ia mulai mengenal baik adik iparnya. Menurut Fu Yun, Bai Su-zhen adalah wanita dan istri yang cocok bagi adiknya.
Bai Su-zhen menyambut Fu Yun dan berkata, “Hari ini, karena libur, kau punya waktu untuk berbincang-bincang bersama kami?”
“Aku tidak pernah libur! Tetapi karena adikku bercerita bahwa kalian segera pindah ke Suzhou untuk meresmikan toko obat kalian, jadi aku menyempatkan diri untuk datang kemari.”
Bai Su-zhen mengajak Fu Yun ke ruang tamu untuk minum teh. Tak lama kemudian Xu Xian datang, dan ikut berbincang-bincang. Bai Su-zhen membuka percakapan.
“Di toko obatnya dahulu, gaji Xu Xian hanya dua ribu tail setahun. Ini jauh dari memadai. Itu sebabnya ia berhenti bekerja beberapa hari setelah kami menikah. Karena cukup mengenal seluk-beluk bidang obat-obatan, kami pun berminat membuka toko obat. Dan karena kabarnya di Suzhou banyak penyakit, maka kukirimkan dua orang bekas pegawai ayahku ke sana. Mereka kusuruh mencari tempat dan mengatur segala persiapannya. Kemarin, kami menerima surat. Semua telah siap. Sesungguhnya kami bermaksud mengunjungimu dalam waktu dekat untuk berpamitan. Tetapi ternyata engkau sudah mendahului datang.”
“Jadi, kalian benar-benar akan pergi dalam beberapa hari ini,” kata Fu Yun. Raut mukanya menyiratkan keharuan. Suaranya terdengar sedih.
“Begitulah.” kata Xu Xian.
Fu Yun memandang Xu Xian dan tersenyum lembut, “Engkau akan membuka tokomu sendiri, dan istrimu telah menyiapkan segalanya untukmu.” Kemudian ia berpaling kepada Bai Su-zhen, “Adikku tidak berpengalaman, jadi kuharap kau bersedia membantunya. Ia terlalu jujur dan lugu.”
“Engkau benar,” kata Xu Xian membenarkan ucapan kakaknya. “Istriku lah yang mengusulkan untuk membuka usaha ini. Aku setuju, asal ia mau membantuku. Karena tidak berpengalaman, aku takut gagal.”
Xiao Qing yang berdiri di pintu berkata kepada Fu Yun, “Kedua pegawai yang disewa kakakku adalah ahli-ahli yang berpengalaman. Kakakku sendiri ahli obat-obatan. Usaha ini memerlukan kerja sama.”
“Oh,” kata Fu Yun setengah berteriak. “Engkau pun ahli obat rupanya. Hebat sekali.”
“Istriku pandai sekali di bidang ini. Separuh rumah ini berisi buku obat-obatan,” kata Xu Xian bangga.
“Jadi, engkau akan membantunya,” kata Fu Yun.
“Tidak, suamikulah yang akan menjadi majikan usaha ini. Dan karena saudaraku juga akan membantu, pekerjaan sehari-hari di toko tidak akan mendatangkan masalah.” ucap Bai Su-zhen.
“Engkau benar-benar rendah hati,” kata Fu Yun. “Setelah kalian berangkat, aku siap membantu bila sewaktu-waktu diperlukan.”
“Kuharap hal itu tidak akan pernah terjadi,” kata Xu Xian. “Kalau pun ada, aku akan menulis surat.”
Fu Yun menjawab dengan mata berbinar-binar, “Nanti bila kalian kembali ke sini, kuharap kalian sudah mempunyai anak. Mereka pasti memerlukan perawat.”
Bai Su-zhen menukas, “Sebaiknya kita makan sekarang. Entah kapan kita akan dapat bertemu lagi.”
Xu Xian mengulangi undangan itu dan memaksa Fu Yun untuk tidak cepat-cepat pergi. Selesai makan, mereka masih bercakap-cakap. Saat itulah Xiao Qing datang dan berkata, ”Air mandinya sudah siap.”
Bai Su-zhen segera menoleh pada Fu Yun, “Silahkan,” dia kemudian berdiri dan menggandeng tangan Fu Yun. ”Mari aku antar, biar suamiku menunggu sambil tiduran di kamar sebentar."
Xu Xian mengangguk, memberi ijin pada Fu Yun untuk mengikuti Bai Su-zhen. Dengan diiringi Xiao Qing yang mengikuti dari belakang, mereka masuk ke kamar mandi. Xu Xian segera membaringkan badannya ke tempat tidurnya yang berukuran besar. Sayup-sayup ia dengar guyuran air di kamar mandi dan kadang diselingi suara cekikikan Xiao Qing dan Bai Su-zhen. Xu Xian menutup matanya dan dengan cepat tertidur pulas.
Di kamar mandi, Fu Yun tak berkedip menatap tubuh Xiao Qing dan Bai Su-zhen yang hanya dibalut baju dalam berwarna putih dari bahan sutra tipis. Begitu tipisnya hingga mencetak jelas bentuk tubuh montok keduanya. Mereka berpelukan dan bergandengan tangan dengan mesranya. Sekarang Fu Yun bisa mengamati dengan leluasa. Bai Su-zhen tidak setinggi Xiao Qing, namun kulitnya lebih putih dari Xiao Qing yang memang sudah putih itu. Bai Su-zhen juga sungguh cantik, wajahnya sangat ayu dan keibuan. Agak berbeda dengan Xiao Qing, walaupun tak secantik Bai Su-zhen, tapi dia memiliki sensualitas yang lebih besar. Wajahnya agak genit menggoda. Dibanding tubuh Bai Su-zhen yang pada berisi, tubuh Xiao Qing kelihatan lebih kurus dan ramping. Tapi kedua-duanya memiliki payudaranya yang cukup besar, yang sangat disukai oleh Fu Yun. Fu Yun sungguh beruntung bisa menikmati keduanya hari ini.
"Sekarang mandi ya, atau... perlu dimandikan?" kata Xiao Qing menggoda.
"Ah, tidak perlu... saya bisa mandi sendiri." Fu Yun segera masuk ke kamar mandi yang mewah itu. Dia segera melepas seluruh pakaiannya, dan melipat serta menumpuknya di samping pakaian Xiao Qing dan Bai Su-zhen yang terlipat rapi di sebuah rak. Dia masuk ke dalam bak mandi yang berukuran cukup besar, menutup tirai dan mulai mengguyur tubuhnya menggunakan gayung dari kayu. Penisnya yang tadi sempat menegang menyaksikan kemontokan tubuh Xiao Qing dan Bai Su-zhen, sekarang sudah agak tenang kembali.
Tapi itu tidak berlangsung lama, karena ketika asyik menggosok tubuhnya menggunakan sabun, Fu Yun terkaget-kaget saat tiba-tiba ada yang menarik tirainya. Dan dia lebih kaget lagi saat melihat apa yang terjadi di balik tirai itu. Disana, tampak Bai Su-zhen dan Xiao Qing yang saling berpelukan dan berciuman dengan baju yang sudah tersingkap berantakan, memperlihatkan kedua tubuh bugil mereka berdua. Agak tertegun Fu Yun menyaksikan pemandangan yang indah itu. Ia bisa melihat tubuh Bai Su-zhen yang begitu putih dan mulus seperti salju. Begitu juga dengan tubuh Xiao Qing. Seumur-umur dia belum pernah menyaksikan tubuh yang begini cerah dan bening.
Tangan Xiao Qing dan Bai Su-zhen saling menggerayangi dan meraba-raba seluruh permukaan tubuh masing-masing. Paha mereka saling menggesek-gesek kemaluan mereka. Kaki-kaki indah mereka saling membelit seperti ular sedang kasmaran. Sungguh pemandangan yang sangat elok dan menggiurkan.
Fu Yun duduk di dalam bak mandi sambil terus memperhatikan keduanya. Xiao Qing dan Bai Su-zhen yang sadar akan keterposanaan Fu Yun, berhenti berciuman. Mereka tersenyum dan mengangguk genit, seakan mengundang laki-laki itu untuk bergabung bersama mereka. Fu Yun segera bangkit dan melangkah mendekati keduanya. Bai Su-zhen sedikit menggeser tubuhnya, memberi tempat bagi Fu Yun di antara dia dan Xiao Qing.
Fu Yun melirik ke sebelah kiri, terlihat pakaian yang dikenakan Bai Su-zhen sudah terbuka lebar, mempertontonkan tubuh bugilnya yang putih mulus. Buah dadanya yang tidak sebesar punya Xiao Qing terburai keluar, terlihat sangat serasi dengan tubuhnya yang langsing. Putingnya yang berwarna merah muda tampak mencuat di puncak bukitnya yang mulus. Lingkaran gelap di sekitar putingnya hanya sebesar mata, menambah kesan indah pada payudara bulat itu.
Pandangan Fu Yun turun ke daerah perut Bai Su-zhen. Sungguh molek tubuh adik iparnya itu. Fu Yun tak henti-hentinya mengagumi tubuh Bai Su-zhen. Pinggangnya begitu kecil dan ramping. Matanya segera menjelajahi bagian yang lebih bawah lagi. Oh... kemaluan Bai Su-zhen tampak ditumbuhi bulu-bulu pendek yang tercukur rapi. Bukitnya begitu ranum dan menggairahkan. Sayang pahanya agak merapat sehingga Fu Yun tidak bisa mengintip bagian dalamnya.
Paha Bai Su-zhen yang mulus dan ramping sungguh mengundang selera. Apalagi betisnya yang kecil dan terkesan lebih panjang, begitu putih dan mulus tanpa terlihat sehelai bulupun. Berani bersumpah, Fu Yun belum pernah melihat secara langsung tubuh yang semolek dan seindah itu.
Bai Su-zhen agak malu juga diperhatikan seperti itu. Dia segera melingkarkan kedua tangannya ke leher Fu Yun dan menarik kepala laki-laki itu ke arahnya. Tubuh Fu Yun yang agak gendut segera menindih tubuhnya dan bibir mereka segera bertautan. Fu Yun menjelajahi seluruh permukaan bibir Bai Su-zhen yang tipis merangsang itu dengan bibirnya. Lidahnya sudah menelusup menggerayangi gigi Bai Su-zhen yang tersusun rapi. Rasanya sungguh manis dan mempesona.
Agak lama mereka berciuman dangan mesra, hingga sedikit melupakan kehadiran Xiao Qing yang ada di samping kanan. Erangan lembut Xiao Qing yang telentang telanjang sambil tangan kirinya menggosok-gosok lubang kemaluannya sendiri, menyadarkan mereka berdua. Fu Yun dan Bai Su-zhen segera melepaskan ciuman dan menolah ke arah Xiao Qing.
Tidak ingin Xiao Qing bermain sendirian, Fu Yun beringsut ke bawah dan membungkuk. Ia geser pantat bulat Bai Su-zhen agar merapat ke pinggul Xiao Qing yang sudah terbuai ke awang-awang. Dengan perlahan Fu Yun membuka paha Bai Su-zhen lebar-lebar hingga di hadapannya terpampang kemaluan dua wanita cantik yang mulus dan menggoda. Baru sekarang ia bisa menikmati pemandangan kemaluan Bai Su-zhen secara jelas.
Sungguh teramat indah benda pusaka milik adik iparnya ini. Belahan kemaluannya begitu kecil. Klitorisnya yang berwarna pink terlihat menyala dan sedikit menyembul, seakan mengundang Fu Yun untuk segera menikmatinya. Bibir bawahnya begitu tipis, seakan menyatu dengan liang senggamanya. Warnanya begitu terang, merah tua dengan sedikit semburat kecoklatan di sekitarnya. Belum pernah Fu Yun melihat vagina seindah ini. Lubang vagina Bai Su-zhen juga begitu mungil, berwarna pink muda, membuat Fu Yun semakin tak tahan dibuatnya. Tanpa basa-basi, dia segera menciumi seluruh selangkangan adik iparnya itu. Bau wangi yang khas segera menyambut di hidungnya. Perlahan Fu Yun menjilati bibir vagina yang tipis itu.
Pantat Bai Su-zhen sedikit gemetar manahan gejolak kenikmatannya. "Ohhh... ohhh... shhh… shhh…" desahannya seakan sorakan penyemangat di telinga Fu Yun, membuat laki-laki itu semakin bersemangat menyerbu lubang vaginanya. Klitorisnya yang mungil mulai dijepit dan digigit-gigit kecil, membuat paha Bai Su-zhen ikut bergetar. Gairahnya semakin menyala. Apalagi saat lidah Fu Yun mulai menyapu sekitar lubang kewanitaannya, paha Bai Su-zhen semakin terbuka lebar dan pantatnya sedikit terangkat, membuat vaginanya semakin terjangkau oleh lidah kakak iparnya itu.
"Ohh... ooh... " desah Bai Su-zhen serak, terdengar semakin keras.
"Aah... ahh... ahh..." erangan Xiao Qing menimpalinya.
Fu Yun baru sadar ada wanita cantik satu lagi yang harus ia layani. Tangan kanannya yang tadi memegang paha Bai Su-zhen agar terbuka lebar, segera ia arahkan ke vagina Xiao Qing yang ada di sebelah kanannya. Ditusuknya lubang vagina gadis itu dan dikocoknya dinding vagina Xiao Qing yang sudah basah berlendir dengan dua jarinya.
"Ahh... aah... Tuan Fu... ahh... saya tidak tahan... ahh!!" rintih gadis itu dengan tubuh kelojotan.
"Ohh... Kakak Fu... ohh... iya... iya... terus!" Setiap erangan Xiao Qing selalu ditimpali desahan Bai Su-zhen, seperti paduan suara saja layaknya.
Fu Yun terus sibuk mengerjai dua perempuan molek yang sedang dilanda birahi itu. Jari tangan kanannya menelusuri gua gelap penuh kenikmatan milik Xiao Qing, sedangkan bibir dan lidahku asyik menari-nari di seputar vagina Bai Su-zhen. Kadang jari kirinya juga ikut berpartisipasi menggosok-gosok klitoris sang adik ipar.
Tubuh Xiao Qing mulai bergetar tanda tak lama lagi akan ambrol. Fu Yun sudah hafal dengan reaksi itu. Dia segera merubah posisinya, sekarang bibir dan lidahnya sudah menikmati vagina Xiao Qing yang sudah sangat basah dan licin itu. Sementara Bai Su-zhen ia layani dengan jari tangan kirinya yang sudah menusuk keluar masuk lubang kenikmatannya. Sungguh sempit punya perempuan cantik itu.
Semakin dalam lidah Fu Yun menjelajah liang senggamanya, semakin keras pula tubuh Xiao Qing bergetar. Tangan kirinya mencengkeram kepala laki-laki itu, menarik-nariknya sampai ujungnya rambut Fu Yun jadi acak-acakan. "Aah... ahh... saya mau... sssh... sampai... ahhh!!" Tiba-tiba paha Xiao Qing mengatup dan menjepit kepala Fu Yun. Pantatnya terangkat dan ototnya menjadi kaku. Fu Yun merasakan ada cairan hangat yang menyiram lidahnya.
"Aaahhhhhh...!!!” Xiao Qing sudah mencapai puncak kenikmatannya. Untuk beberapa saat tubuhnya kaku tak bergerak. Pahanya masih menjepit kepala Fu Yun sehingga laki-laki itu terperangkap di celah selangkangannya. Saat perlahan-lahan ototnya mulai mengendur, barulah Xiao Qing melonggarkan jepitan pahanya hingga Fu Yun bisa menarik kepalanya dari perangkap kenikmatan itu.
Dengan Xiao Qing yang sudah mencapai orgasme, Fu Yun segera mengalihkan perhatiannya kembali kepada Bai Su-zhen yang masih ia layani dengan jari. Lidahnya yang masih belepotan lendir kenikmatan Xiao Qing segera ia tusukkan ke lubang vagina Bai Su-zhen, sambil tangan kanannya yang tadi mengusap-usap klitoris Xiao Qing ia sisipkan ke bawah pantat Bai Su-zhen yang bulat besar. Sekalipun tubuh Bai Su-zhen langsing dan ramping, tapi pantatnya terasa cukup padat berisi. Fu Yun segera meremas-remasnya penuh nafsu.
"Ohh... terus, Kak... ooh... shh... iya... ahh!!!" Desahan birahi Bai Su-zhen semakin membuat Fu Yun bersemangat memuaskannya. Dengan kedua tangannya, ia angkat pantat Bai Su-zhen sehingga vagina perempuan itu semakin gampang untuk ia nikmati. Xiao Qing yang sudah mulai sadar, membantunya dengan melumat pelan bibir Bai Su-zhen yang sedari tadi terbuka, sambil tangan kirinya meremas-remas buah dada Bai Su-zhen yang bulat besar. Xiao Qing kadang juga memilin-milin putingnya yang terlihat semakin tegak berdiri.
Pantat Bai Su-zhen sudah mulai bergoyang menikmati permainan lidah Fu Yun di liang senggamanya. Sekuat apapun ia berusaha untuk bertahan, tapi kalau diserang dari berbagai arah seperti ini, pastinya akan bobol juga. Dan benar saja, goyangan pantat Bai Su-zhen semakin liar tak terkendali. Dengan susah payah Fu Yun harus mengikuti goyangan itu dengan menggerakkan kepalanya ke kanan dan ke kiri agar lidahnya tidak terlepas dari selangkangan sang adik ipar.
"Ohh... ohh... Kakak Fu, aku tidak tahan..." Paha Bai Su-zhen sudah mengangkang maksimal. Dia mengangkat pantatnya tinggi-tinggi sampai dia duduk bertumpu pada ujung jari kakinya. Punggung Bai Su-zhen sudah tidak menyentuh lantai. Pantatnya bergerak berkedut-kedut naik turun tak terkendali.
"Oouugghhhhhhh..." jerit Bai Su-zhen saat cairan lendir kenikmatan menyembur deras dari liang vaginanya. Fu Yun segera menyapunya dengan lidah, membersihkan semuanya. Hmm, nikmat sekali. Rasanya cukup manis dan gurih. Banyak juga cairan yang keluar, sampai akhirnya Bai Su-zhen mulai menurunkan pantatnya secara perlahan, tapi nafasnya masih memburu cepat.
"Ohh... nikmat sekali... aku puas sekali, Kak... Ohhh!!" rintih Bai Su-zhen dengan mata terpejam.
Fu Yun beringsut dan lalu berbaring telentang diantara dua perempuan cantik itu, Bai Su-zhen di kanan dan Xiao Qing di kiri. Mereka memeluk dan tak henti menghadiahkan ciuman ke wajah Fu Yun yang cubby. Ucapan puas tak henti meluncur dari mulut mereka berdua. Fu Yun sangat senang bisa membuat dua wanita ayu ini merintih keenakan.
Beberapa saat mereka saling bercumbu, sebelum akhirnya tangan Xiao Qing yang nakal mulai menggerayangi perutnya. Penis Fu Yun yang sedari tadi sudah berdiri tegak langsung menyembul keluar, menampakkan diri. Perhatian Bai Su-zhen dan Xiao Qing segera tersedot kesana. Tangan mereka terulur, seperti saling berlomba menggerayangi penis itu. Xiao Qing mulai beringsut dan telungkup di dekat kaki kiri Fu Yun, bibirnya yang tipis namun sensual mulai menciumi batang penis laki-laki itu. Fu Yun masih berciuman dengan Bai Su-zhen ketika Xiao Qing mulai memasukkan kepala penis itu ke dalam mulutnya yang hangat. Lidahnya mulai menggelitik batang kejantanan Fu Yun yang menegang dahsyat.
Bai Su-zhen yang melirik ke bawah memperhatikan tanpa berkedip apa yang sedang dilakukan oleh Xiao Qing, ia tampak tertarik juga. Setelah melepas ciuman Fu Yun, Bai Su-zhen segera merubah posisinya sehingga sama dengan Xiao Qing, berbaring telungkup di dekat kaki kanan Fu Yun. Pelan dia mulai menciumi pangkal paha Fu Yun. Lidahnya yang lembut mulai menggerayangi selangkangan Fu Yun di sekitar biji kemaluannya.
”Ughh...” Fu Yun merintih. Kedua tangannya mengelus lembut kepala mereka, yang kiri untuk Xiao Qing dan yang kanan jatah untuk Bai Su-zhen.
Xiao Qing masih terus mengulum penis Fu Yun, kadang dimasukkan sampai ke pangkalnya. Sementara Bai Su-zhen mulai menjilati bola kembar laki-laki itu, sesekali bibirnya yang tipis menciumi dan menyedot pelan kantong biji Fu Yun. Dengan mesra kedua tangan mereka mengusap-usap lembut perut gendut Fu Yun.
”Ohh... sungguh nikmat!” Tubuh Fu Yun seakan melayang.
Apalagi saat kedua wanita itu berganti peran. Bai Su-zhen sekarang mengulum penisnya, sementara Xiao Qing yang menjilati sekitar kantong zakarnya. Cara Bai Su-zhen mengoral sungguh halus, tak seperti Xiao Qing yang agak binal. Bai Su-zhen menggerakkan kepalanya mengangguk-angguk dengan sangat lembut. Kadang kepala penis Fu Yun disedotnya pelan, diselingi jilatan lidah halusnya di sekitar leher penis. Fu Yun sangat suka dengan apa yang dilakukan oleh istri adiknya itu.
"Ohh... yah... terus, adik Bai... ohh nikmat... ooohh!!!" Tak terasa Fu Yun mulai mengerang penuh kenikmatan.
Rupa-rupanya kata-kata itu semakin menyemangati Bai Su-zhen untuk berbuat lebih jauh lagi. Dengan isyarat mata, ia mengajak Xiao Qing untuk saling berciuman dengan kepala penis Fu Yun berada di tengah-tengahnya. Lidah mereka saling membelit di batang penis itu. Lidah Bai Su-zhen yang tipis lancip membelai lembut leher penis Fu Yun, sedang Xiao Qing menggosok kepala penis laki-laki itu dengan bagian bawah lidahnya yang bertekstur lembut.
Fu Yun sudah tak sadar apa yang terjadi. Yang bisa ia lakukan hanya berbaring telentang, kaki terbujur dengan paha mengangkang selebar-lebarnya, sambil mulutnya terus mengeluarkan erangan dan desahan penuh birahi. "Ohh... ohh... ooh... nikmat sekali... ohhhh!!!"
Tubuh Fu Yun mulai gemetar. Seluruh badannya merinding merasakan apa yang dilakukan Xiao Qing dan Bai Su-zhen pada penisnya. Merasakan reaksi itu, sambil terus berciuman, Xiao Qing memegang pangkal penis Fu Yun dan mengocoknya begitu gencar. Sementara Bai Su-zhen, menggelitik kantung biji Fu Yun dengan jari-jari tangannya yang lentik.
Fu Yun yang sudah tidak sanggup untuk melawan, tidak bisa menahan ejakulasi lagi, semburan spermanya seperti sudah tidak terbendung. Tubuhnya berkelojotan tak terkendali. Seluruh bulu di tubuhnya berdiri. Ia benar-benar merasakan kenikmatan luar biasa sampai ke ujung jari kakinya.
"Oouugghhhhhh...!!!” menjerit kencang, cairan sperma Fu Yun membanjir membasahi mulut Xiao Qing dan Bai Su-zhen. Lidah mereka segera saling berlomba untuk menyapu dan menampung cairan kenikmatan itu. Keduanya menjilat dan menelan setiap tetes yang meleleh dari lubang penis Fu Yun.
Perlahan kesadaran Fu Yun kembali. Dia masih merasakan kenikmatan yang luar biasa saat membuka mata dan melirik ke bawah. Dilihatnya Xiao Qing dan Bai Su-zhen masih sibuk menjilati kepala penisnya yang terlihat basah mengkilat. Ketika sudah yakin bahwa tidak ada lagi cairan yang keluar, barulah keduanya beringsut dan berbaring telentang di samping Fu Yun.
Fu Yun memeluk kedua perempuan cantik itu. Masing-masing ia hadiahi kecupan mesra di kening. "Terima kasih, kalian memang sungguh hebat... aku belum pernah merasakan yang seperti tadi." kata Fu Yun.
"Kakak Fu, adik senang bisa membuat kakak puas. Aku juga puas kok." kata Bai Su-zhen.
"Iya, Tuan Fu. Saya puas juga... sperma tuan Fu banyak sekali, saya suka!" timpal Xiao Qing.
Fu Yun mempererat pelukannya ke tubuh kedua wanita cantik itu. Dengan manja Xiao Qing dan Bai Su-zhen menyandarkan kepala ke dadanya. Fu Yun bergantian menciumi rambut keduanya dengan lembut. Sejenak mereka beristirahat dalam posisi seperti itu sambil berbincang membicarakan kenikmatan yang baru mereka alami bersama.
Sesudah memulihkan tenaganya dan berganti pakaian, barulah Fu Yun mohon diri. Tanpa curiga, Xu Xian mengantarkannya sampai ke rumah.
“Adikku, istrimu sangat baik. Karenanya kau harus memperlakukannya dengan baik pula. Dan ingatlah! Bila nanti uangmu sudah menumpuk, berhati-hatilah terhadap kawan-kawanmu. Karena mereka akan dapat mendatangkan kesulitan. Sungguh tidak adil bagi Bai Su-zhen.” pesan Fu Yun di tengah perjalanan.
“Ya, aku harus berlaku baik kepada istriku.” sahut Xu Xian.
Setiba di rumah Fu Yun, Xu Xian segera berpamitan dan mengucapkan selamat tinggal.
***
Malam harinya, setelah mandi air hangat, Xu Xian dan Bai Su-zhen berbaring di tempat tidur. “Bagaimana keadaan kota Hangzhou dalam beberapa waktu terakhir?” tanya Bai Su-zhen sambil memeluk tubuh Xu Xian.
Xu Xian menjawab, “Kudengar kantor Bendahara Kota kecurian uang sebanyak tiga ribu tail emas.”
Bai Su-zhen menanggapi dengan hati-hati, “Bukankah kantornya selalu dikunci rapat. Siapa yang berani mendobrak dan mencuri isi lemari?”
“Itulah anehnya, “jawab Xu Xian. “Kabarnya kuncinya tetap dalam keadaan baik dan dindingnya tidak dirusak. Uang menghilang begitu saja, seperti menguap di udara.”
“Mmhh! Para pegawai yang tak jujur itu pasti akan memeras rakyat untuk mengganti uang yang hilang. Mudah-mudahan mereka tidak menangkap rakyat yang tidak bersalah.” kata Bai Su-zhen.
***
Beberapa hari kemudian, Xu Xian menyewa sebuah perahu dan tiga pegawai untuk mengangkut barang-barangnya. Ia juga mengajak serta tiga orang pembantu. Mereka lalu berangkat ke Sizhou. Biasanya dengan perahu sebesar itu, perjalanan akan memakan waktu sekurangnya sepuluh hari. Namun, begitu Bai Su-zhen naik ke atas perahu, angin berhembus kencang. Perahu berlayar kira-kira 15 kilometer dalam sehari. Setiap kali mereka berhenti, angin pun berhenti berhembus. Para penumpang lainnya di perahu menduga bahwa mereka beruntung. Mereka tidak mencurigai hal-hal lain.
Tetapi keesokan harinya, Bai Su-zhen sudah terjaga semenjak fajar. Sesaat setelah ia mengacungkan telunjuknya beberapa kali ke langit, angin datang, dan perahu pun mulai berlayar lagi. Ia tidak menyadari bahwa Xu Xian memperhatikan dirinya dan terheran-heran istrinya dapat mengatur hujan dan angin. Namun ia diam saja dan baru ketika makan siang ia memberanikan diri untuk bertanya.
“Istriku, pagi ini kulihat engkau menunjuk ke langit, dan sesudahnya angin mulai berhembus. Apakah engkau dapat mengatur angin dan hujan?”
Bai Su-zhen memandang lagi ke langit dan tersenyum. “Bagaimana mungkin aku dapat melakukan hal itu? Aku hanya menunjuk bintang!”
Karena mengira bahwa dirinya bermimpi, Xu Xian tidak lagi bertanya. Hingga mereka tiba di Suzhou, angin selalu berhembus kencang dan perahu berlayar tanpa gangguan. Akhirnya mereka pun tiba di Gerbang Surga, kota Suzhou. Xu Xian melihat tokonya berdiri dengan megah di tepi jalan utama di kota itu. Dipimpin oleh Tuan Ma dan Tuan Li, para pegawai datang menyambut dan menyalaminya. Xu Xian benar-benar kagum melihat toko barunya.
“Setidaknya kuperlukan waktu enam bulan untuk membangun toko sebesar ini,” pikirnya. “Semua botol dan guci tersusun rapi. Tiga bangunan yang terdiri dari tempat tinggal, toko, dan apotik, semuanya dalam keadaan sempurna. Bai Su-zhen mengatakan bahwa dengan bantuan Tuan Li dan Tuan Ma, aku tidak perlu khawatir. Kupikir ia hanya ingin menenangkan hatiku. Ternyata ia tidak berbohong. Betapa beruntungnya kau ini, Xu Xian.”
Setelah menyalami Tuan Ma dan Tuan Li, Xu Xian segera menurunkan barang-barang dari perahu dan membawanya masuk ke dalam toko. Ia mengusulkan agar bangunan yang terletak di tengah, dijadikan tempat tinggal, agar ia dapat mengawasi bangunan toko di kiri kanannya. Bangunan itu sangat luas, terang dan mempunyai banyak jendela. Ruang keluarga pun lebar. Xu Xian meletakkan meja kursi yang ia bawa dari rumah mereka di Hangzhou. Kamar itu berada di depan. Di dalamnya terdapat meja hias dari kayu cendana. Di sampingnya ada lemari pajangan yang berisi barang-barang antik. Di sebelah kirinya terlihat dua lemari pakaian, dua kursi yang terbuat dari kayu pohon pir, dan sebuah tempat tidur berukir. Sebuah kaca besar terletak di sebelah meja hias.
Dari pintu, Xiao Qing memanggil, “Semua peti pakaian dan lemari di ruang belakang. Tetapi di sana ada tempat tidur anak-anak. Aku tidak tahu di mana sebaiknya tempat tidur itu diletakkan.”
“Bukankah kami belum mempunyai anak,” kata Xu Xian.
“Cepat atau lambat, kalian akan memilikinya!” sahut Xiao Qing.
“Xiao Qing sedang menggoda kita,” kata Bai Su-zhen.
“Aku tidak menggoda. Apakah kalian benar-benar tidak ingin mempunyai anak?” tanya Xiao Qing.
Xu Xian berusaha menyembunyikan senyumnya dan berpura-pura melanjutkan mengatur ruangan. Kemudian ia bertanya kepada istrinya, “Di mana engkau akan memeriksa pasien-pasienmu?”
“Bangunan paling depan mempunyai tiga ruangan. Cocok untuk dijadikan tempat menerima pasien. Kalau nantinya terlalu kecil, kita cari ruangan lain.”
“Dengan pemeriksaan gratis, aku yakin orang akan berduyun-duyun ke sini. Dengan adanya tiga ruang berderetan, kurasa kaudapat memeriksa banyak orang, dan tidak akan memerlukan tambahan ruangan.”
“Kita lihat saja nanti.”
Karena pengetahuan istrinya tentang obat-obatan cukup mendalam, Xu Xian tidak berani membantah, sekalipun di dalam hati ia merasa ragu. Atas usul Bai Su-zhen, toko itu dinamakan ‘Rumah Kasih’. Ia ingin tokonya terkenal sebagai tempat menolong orang dan bukan sekedar tempat mencari untung. Dari pagi hingga waktu makan siang, Bai Su-zhen memeriksa pasien. Setiap pasien menerima nomor. Siapa datang lebih cepat akan dipanggil lebih awal. Tetapi bila suatu kali datang seorang pasien yang sakit parah, ia akan mendapat pelayanan tanpa harus menunggu giliran. Resep obat pun segera diberikan. Orang miskin boleh tidak membayar. Mula-mula hanya sedikit orang yang datang, karena mereka menyangsikan kemampuan ‘tabib wanita’. Tetapi kemudian tempat itu segera ramai dipadati pasien yang hendak berobat.
Suatu hari setelah makan malam, Xu Xian berkata kepada Bai Su-zhen, “Setiap hari kau memeriksa tiga puluh orang tanpa istirahat. Sebaiknya mulai hari ini kaubatasi jumlah pasienmu.” katanya sambil mengecup bibir mungil Bai Su-zhen
Bai Su-zhen tersenyum. “Benar katamu. Tetapi ingat! Mereka yang datang adalah orang-orang miskin. Aku tidak sampai hati menolak mereka.” sahutnya dengan tangan mengusap-ngusap dada serta jarinya memainkan puting susu Xu Xian.
“Engkau benar-benar wanita yang baik. Namun, bila terus berlanjut, engkau pasti kelelahan. Apalagi kau bekerja tanpa makan dan minum,” ungkap Xu Xian pula. Tak mau kalah, tangannya segera masuk ke pakaian tidur Bai Su-zhen. Buah dada Bai Su-zhen diremasnya dengan gemas.
Sebelum Bai Su-zhen menjawab, Xu Xian sudah melanjutkan. "Kurasa lebih baik bila jumlah pasien kita batasi.” sambil tangannya membuka seluruh kancing pakaian tidur Bai Su-zhen, lalu dijilatinya puting susu perempuan cantik itu sambil tangannya meremas buah dada Bai Su-zhen yang satu lagi.
"Mmhh..." desah Bai Su-zhen sambil memejamkan matanya. Ia mengangguk setuju.
Sambil tetap mencium dan menjilati buah dada sang istri, tangan Xu Xian yang tadinya meremas buah dada, turun ke perut lalu disusupkan ke celana dalam Bai Su-zhen. Segera jarinya menyentuh bulu-bulu kemaluan Bai Su-zhen yang tidak terlalu banyak. Bai Su-zhen tetap terpejam sambil sesekali mendesah saat jari-jari tangan Xu Xian turun menyusuri belahan vaginanya.
"Ohh..." desah Bai Su-zhen keras-keras sambil menggerakkan pinggulnya. Jari Xu Xian terus menggosok-gosok belahan vaginanya sampai cairan vaginanya keluar banyak. "Mmhh..." desah Bai Su-zhen sambil tangannya memegangi tangan Xu Xian yang sedang bermaik di vaginanya.
"Enak, istriku?" kata Xu Xian sambil melumat bibir tipis Bai Su-zhen, sementara jari tengahnya masuk ke lubang vagina perempuan cantik itu.
Tanpa menjawab Xu Xian, Bai Su-zhen membalas ciuman sang suami dengan hebat sambil menjepitkan pahanya lalu menggoyangkan pinggulnya karena menahan kenikmatan ketika jari tangan Xu Xian keluar masuk di lubang vaginanya. Sementara tangan Bai Su-zhen segera menyelusup ke dalam celana piyama Xu Xian, dan kemudian menggenggam serta meremas penis Xu Xian yang sudah tegak menegang.
"Buka pakaianmu, suamiku," Bai Su-zhen berbisik di telinga Xu Xian.
Xu Xian segera bangkit lalu melepas seluruh pakaiannya. penisnya terlihat sudah menegak dengan ditumbuhi bulu yang sangat lebat. Melihat itu, Bai Su-zhen segera bangkit dan duduk di tepi ranjang. Digenggamnya penis Xu Xian lalu dikocoknya perlahan. Cairan bening terlihat keluar dari lubang penis itu. Tanpa banyak cakap, ujung lidah Bai Su-zhen segera menjilati cairan tersebut sambai habis. Tak lama, Bai Su-zhen pun sudah mengulum batang penis Xu Xian yang lumayan besar.
"Ohh... Enak, istriku... Ohh..." desah Xu Xian sambil memegang kepala Bai Su-zhen lalu memompa pelan penisnya di mulut sang istri.
"Gantian ya..." kata Bai Su-zhen sambil melepas kulumannya lalu menatap mata Xu Xian.
Xu Xian tersenyum. "Naiklah ke ranjang..." ujarnya kemudian.
Bai Su-zhen pun segera naik ke atas ranjang, lalu telentang dan membuka lebar-lebar kedua pahanya, memperlihatkan vaginanya yang sudah menganga kemerahan pada sang suami. Tak lama, dia sudah mendesah karena lidah Xu Xian mulai bermain dan menjilati kelentit serta lubang vaginanya dengan begitu lincah.
"Ohh, suamiku... Teruss..." desah Bai Su-zhen agak keras. Apalagi ketika jari Xu Xian masuk ke lubang vagina itu sambil lidahnya tak henti menjilati tonjolan kelentitnya. Gerakan pinggul Bai Su-zhen semakin keras mengikuti rasa nikmatnya. Tak lama kemudian tangan Bai Su-zhen dengan keras meremas rambut Xu Xian dan mendesakkan kepala laki-laki itu ke vaginanya.
"Ohh... Enak, suamiku... Mmff... Sshh..." jerit kecil Bai Su-zhen terdengar ketika dia mencapai puncak kenikmatannya. Perempuan itu orgasme.
Xu Xian segera menghentikan jilatannya lalu naik ke atas tubuh sang istri. Walau mulut masih basah oleh cairan vagina Bai Su-zhen, Xu Xian langsung melumat bibir Bai Su-zhen. Bai Su-zhen pun langsung membalas ciuman Xu Xian dengan hebat. Sambil tetap berciuman, tangannya segera memegang dan membimbing penis Xu Xian ke lubang vaginanya. Selang beberapa detik kemudian... Bless!!! Penis Xu Xian langsung menusuk dan bergerak keluar masuk di dalam vaginanya.
"Punyamu sempit, istriku... Enak..." bisik Xu Xian.
Bai Su-zhen tersenyum sambil menggoyangkan pinggulnya. Tubuh keduanya sudah bermandi peluh sambil sesekali terdengar desahan nikmat mereka. "Memang kenapa?" tanya Bai Su-zhen.
"Aku tidak pernah bosan menyetubuhi kamu..." bisik Xu Xian sambil terus memompa penisnya.
Bai Su-zhen tersenyum. "Kalau Xiao Qing rasanya bagaimana," tanyanya nakal.
"Masih lebih enak punyamu..." kata Xu Xian.
Bai Su-zhen tersenyum lalu merangkulkan kedua tangannya ke pundak Xu Xian sambil tetap menggoyangkan pinggulnya mengimbangi gerakan penis sang suami yang kian cepat. Setelah beberapa lama, dirasakannya tubuh Xu Xian mengejang, gerakannya bertambah cepat.
"Aku mau keluar, sayang... Ohh..." bisik Xu Xian.
"Tahan dulu sebentar, suamiku... aku juga mau keluar... Mmhh..." bisik Bai Su-zhen sambil mempercepat gerakan pinggulnya. Tak lama kemudian tubuhnya mengejang, tangannya kuat memeluk tubuh Xu Xian. "Aku keluar, suamikuu... Oughhh!!" jerit Bai Su-zhen.
"Ohh... Nikmat, istriku... Ohh..." Selang beberapa detik, Xu Xian juga semakin mempercepat gerakannya. Sampai akhirnya... air maninya menyembur deras ke dalam vagina Bai Su-zhen. Xu Xian mendesakkan penisnya dalam-dalam ke tubuh sang istri.
Mereka langsung lemas saling berpelukan, sementara penis Xu Xian masih berada di dalam vagina Bai Su-zhen.
Malam itu, Bai Su-zhen berjanji untuk menerima paling banyak tujuh belas pasien sehari. Bila yang datang lebih dari jumlah yang ditentukan, mereka akan dilayani keesokan harinya. Xu Xian menempel pengumuman mengenai hal ini di pintu luar.
Semakin hari pasien Bai Su-zhen semakin bertambah banyak. Ia berhasil menyembuhkan wanita lumpuh yang hampir buta, wanita lanjut usia yang terkena disentri, seorang pria muda yang terserang demam dan hampir saja meninggal, seorang wanita yang menderita sakit dada sehingga tidak dapat menelan.
Orang-orang mulai memuji keberhasilannya. Seseorang mengusulkan untuk mengirim upeti kepada Bai Su-zhen. “Ia benar-benar orang suci. Kita tidak perlu membayar ongkos pemeriksaan dan obat. Kita harus mengumpulkan uang dan menandatangani surat ucapan terima kasih, yang akan kita gantungkan di pintu rumahnya. Dengan demikian, kebaikannya tak akan terlupakan.”
Semuanya setuju. Surat pernyataan terima kasih itu segera dibuat.
“Ibu Tabib Bai Su-zhen, pemilik Rumah Kasih. Anda kami anggap Dewi Bai. Dengan ini kami beritahukan bahwa kami telah sembuh berkat perawatan yang Anda berikan. Tuan Xu dan Nona Xiao Qing juga telah membantu kami dengan tulus ikhlas. Kebaikan Anda bertiga tidak akan pernah kami lupakan.”
Di bawah tulisan ini, lima puluh orang membubuhkan tanda tangannya. Dengan genderang dan gong, mereka membawa surat pernyataan ini dengan khidmat ke toko Xu Xian. Bai Su-zhen merasa terharu atas perbuatan mereka ini. Begitu pula Xu Xian dan Xiao Qing.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar