Minggu, 05 Juni 2016

Sengsara Membawa Nikmat 11



Pagi hari itu di rumah Alya, nampak Paidi sedang mencuci mobil Toyota Avanza milik Alya. Hari ini ia mendapat tugas untuk mengantar Hendra check up ke rumah sakit. Alya keluar dari dalam rumah dan menghampirinya.
“Mas, hari ini berangkatnya agak pagi ya, biar dapat antrian paling awal.” kata wanita cantik itu.
“Iya, Bu.” Paidi tetap bersikap sopan walaupun ia pernah meniduri sang majikan.
Belakangan ini Alya memang sengaja menjauhinya, namun itu tak menjadi pikiran buat Paidi. Ia cukup tahu diri, siapalah dia? Dan hal itu memang tak dipungkiri oleh Alya; demi menjaga perasaan suaminya, sengaja ia menjaga jarak dengan supirnya itu. Suaminya selalu cemburu kalau Alya terlalu dekat dengan Paidi.
Setelah selesai mencuci mobil, Paidi masuk ke dalam untuk berganti pakaian. Sementara Hendra sudah bersiap untuk berangkat. Tak lama Paidi keluar dari dalam kamar, siap mengantar Hendra pergi ke rumah sakit.
“Mas, aku nggak ikut ya.” kata Alya. “Jadi semuanya aku serahkan ke mas Paidi.”
“Iya, Bu,” Paidi mengangguk.

Setelah berpamitan kepada Alya, ia pun memapah Hendra masuk ke dalam mobil, sementara kursi roda ia taruh di bagasi. Berikutnya mobil ia nyalakan dan secara perlahan-lahan dibawanya kendaraan itu melaju meninggalkan rumah Alya. Mobil yang dikemudikan Paidi telah hilang di tikungan, namun nampak Alya masih berdiri termangu di tempatnya. Ia merasakan akan ada sesuatu yang hilang dari dirinya, tapi Alya malah mengabaikan. Segera ia beranjak dari tempat itu dan masuk ke dalam rumah. Ia berpikir, mungkin itu adalah efek karena ia kurang istirahat.
Sementara itu Paidi terus memacu mobilnya dengan kecepatan agak tinggi dari biasanya. Ia melakukan itu karena sedang mengejar waktu, agar sampai di rumah sakit lebih awal. Letak rumah sakit yang biasa dipakai untuk berobat Hendra memang cukup jauh jaraknya, Paidi memacu mobilnya semakin cepat. Namun mungkin hari itu adalah hari naas baginya, mobil yang ia kendarai mengalami pecah ban.
Dalam kecepatan tinggi, mobil yang pecah ban itu pun oleng. Dan, dari arah berlawanan terlihat ada truk container juga dengan kecepatan tinggi hampir menabrak mobil Paidi yang sudah hilang kendali. Ia membanting setir ke kiri, namun sayang mobilnya malah mencebur ke dalam ke sungai yang banyak terdapat batu-batu besar. Mobil itu jatuh dan ringsek, dan malang bagi Paidi dan juga Hendra, mereka akhirnya tewas di tempat karena terjepit bodi mobil yang rusak parah.
Banyak orang yang datang mengerumuni, sebagian ada yang membantu mengeluarkan jasad Paidi dan Hendra dari dalam mobil. Tak lama berselang sirine mobil polisi datang. Polisi segera melakukan olah TKP, dan ditemukan identitas Hendra dan Paidi. Polisi segera menelpon nomor yang tertera di kartu nama Hendra.
Saat itu Alya tengah bersiap mengantar Opi pergi ke sekolah. Ada dering telepon berbunyi, wanita cantik itu pun mengangkat teleponnya.
“Halo... apa benar ini rumah Pak Hendra?” tanya suara di seberang telepon.
“Iya, benar. Ini dari mana ya, Pak?” tanya Alya.
“Maaf, Bu. Kami dari kepolisian... maaf, ibu ini siapa ya?” tanya suara di seberang telpon.
Mendengar nama polisi, tiba-tiba hati Alya merasa tidak enak. “Saya Alya, Pak, istrinya Pak Hendra. Ada keperluan apa ya, Pak?” Alya masih sempat bertanya.
“Begini, bu Alya... suami ibu mengalami kecelakaan dan mobilnya mencebur ke sungai. Ada dua korban meninggal dunia dan diduga itu jasad pemilik mobil tersebut,”
Alya sudah tidak bertanya lagi, wanita itu langsung pingsan mendengar kabar buruk itu. Opi, anak Alya yang baru kelas 3 SD, begitu tahu kalau ibunya pingsan, segera pergi keluar rumah dan meminta bantuan ke tetangga terdekat. Dalam waktu sekejap, rumah itu pun penuh oleh para tetangga yang berdatangan. Mereka ramai-ramai memberikan pertolongan dengan mengangkat tubuh wanita cantik itu dan dibawa ke kamar.
Tak lama kemudian Alya sadar dari pingsannya. Saat teringat kembali apa yang terjadi barusan, jerit tangisnya langsung meledak saat itu juga. “Mas Hendraaaaaaaaaaaaaaaaaa...!! Hhuunnnnnggggggg...!!”
Ibu-ibu di perumahan itu mendekati Alya, mereka memberikan dukungan moril pada wanita cantik itu. “Sabar ya, Bu. Ini mungkin sudah jalan takdirnya Pak Hendra,”
Kabar tentang meninggalnya Hendra dalam kecelakaan segera tersebar luas ke mana-mana, maklum karena Alya dan Hendra banyak bersosialisasi dengan para tetangga. Bahkan kabar itu pun sudah sampai ke kampung Bejo.

***

Saat itu di rumah Bejo, Ani yang sudah bangun sejak subuh tadi masih mengurung diri di kamarnya. Ia belum mau keluar, wanita itu masih tiduran di atas ranjang. Saat itu Ani sudah rapi mengenakan gamisnya lagi, namun di balik gamis itu ia tak mengenakan celana dalam dan juga beha. Sebenarnya ia merasa risih, tapi harus bagaimana lagi, ia tak mau Bejo berbuat hal-hal yang bisa mencelakai suami dan keluarganya kalau ia tak mengikuti kemauan orang tua itu.
Saat itulah Bejo masuk ke dalam kamar. “Aku lapar, tolong buatin aku sarapan.” katanya.
Ani tak berkata apa-apa, ia tak mau berbicara dengan laki-laki bejat yang telah menodai kesucian rumah tangganya itu. Tapi ia tak melawan perintah Bejo, meski enggan ia tetap bangkit dari ranjang dan menuju ke dapur. Ani bermaksud membuat nasi goreng untuk sarapan mereka bertiga. Tak butuh waktu lama, nasi goreng sudah matang dan segera ia hidangkan ke meja makan. Saat itulah Bejo menghampiri dan merangkulnya dari belakang.
“Aku ingin tahu apa kamu benar-benar melakukan apa yang aku perintahkan,” kata orang tua itu sambil tangannya menelusup ke balik baju gamis yang dikenakan Ani. Ia menggerayangi vagina perempuan itu.
Udara yang begitu dingin di pagi hari membuat hasrat Bejo naik dan menuntut pelampiasan. Tangan kirinya menelusup ke bagian atas, mengarah ke payudara Ani yang montok dan besar. Sementara tangan kanannya masih berada di selangkangan Ani. Jari tangannya masuk menyusup ke celah vagina dan mulai mengocok kasar di sana, dengan tangan satunya masih terus meremasi payudara Ani dengan lembut, membuat wanita itu juga ikut terbakar birahinya karena rangsangan hebat yang diberikan Bejo.
Wanita cantik yang masih mengenakan gamis dan kerudung itu pun melenguh pelan, pertanda kalau ia sedang terbakar gairah. “Uhhhhmmmmmm,”
Bejo merasakan liang vagina Ani mulai basah, menandakan ia telah siap untuk disetubuhi. Bejo menghentikan kocokannya di liang vagina Ani, orang tua itu menyingkap gamis yang dikenakan Ani ke atas. Nampaklah bulatan pantat istri kyai Wardan itu yang membentuk indah. Bejo membuka dan memelorotkan celananya ke bawah, kontolnya sudah tumbuh sangat mengeras. Bejo menggesek-gesekkan kontolnya ke belahan pantat Ani yang semok.
Ani semakin melenguh merasakan ada benda tumpul tengah menggesek-gesek di belahan pantatnya. “Uhmmmmmm...”
Bejo menempatkan ujung gundul kontolnya ke bibir vagina Ani, perlahan kontol gemuk itu mulai menerobos masuk ke dalam memek. Peristiwa laknat itu pun  terulang kembali, dan lagi-lagi Ani dipaksa melayani nafsu bejat orang tua itu. Bejo mendiamkan kontolnya di dalam memek Ani, rupanya ia bermaksud menyetubuhi Ani dalam posisi berdiri. Tubuh Ani agak dicondongkannya ke depan.
“Kalau tiap hari seperti ini, aku jamin bu ustadz bisa cepat hamil.” kata Bejo membisik di telinga wanita itu. “Bu ustadz seharusnya berterima kasih padaku, karena aku dengan senang hati membantu bu ustadz agar cepat hamil,”
Mendengar kata-kata Bejo, Ani menjadi muak. Ia seperti mau muntah mendengarnya, tapi tak berani untuk membantah.
Bejo mulai menggerakkan pinggulnya ke depan dan kemudian menariknya mundur. Gerakan itu dilakukannya secara berulang-ulang, membuat Ani merintih-rintih merasakan kenikmatan yang kembali muncul. Gerakan pinggul Bejo semakin lama semakin cepat, Ani pun mendesah tak karuan merasakan nikmat yang luar biasa. Batinnya menolak tapi raganya tak bisa dibohongi, rintihannya semakin terdengar keras memenuhi ruangan dapur itu.
Maya yang tadinya tertidur pun jadi terbangun karena mendengar suara rintihan, tapi ia bingung siapa wanita yang merintih-rintih itu. Karena penasaran, ia pun bangkit dari tempatnya lalu melangkah keluar dari kamar. Pelan dia menuju ke sumber suara tersebut. Betapa terkejutnya wanita cantik itu saat melihat Bejo tengah menyodok memek Ani dari belakang dalam posisi berdiri.
“Akh, akh, akh, akh, akh, akh, akh... auuwww!” suara jeritan Ani saat batang kontol Bejo melesak terlalu dalam ke liang memeknya.
“Pak Bejo, apa yang bapak lakukan sama bu ustadz?!” kata Maya setengah tak percaya dan bingung harus berbuat apa, tapi ia tak berani mencegah aksi yang dilakukan Bejo.
“Hnnnggg... kamu diam saja disitu, nanti kamu juga dapat giliran. Sekarang aku sedang membantu bu ustadz bikin anak,” kata Bejo sambil terus merojok vagina Ani.
Mengetahui Ani yang sedang dimabuk birahi tinggi, Bejo menghentikan gerakan maju mundurnya sejenak. Ia sengaja menggoda dan mempermainkan wanita cantik itu. Ani yang sudah tenggelam dalam nafsu birahi, tak mempedulikan lagi dirinya yang menyandang sebagai istri kyai. Ia menuntut sebuah penuntasan birahi. Maka saat Bejo menghentikan gerakannya, Ani dengan spontan menggerakkan pantatnya sendiri maju mundur.
“Kamu lihat kan,” kata Bejo pada Maya. “Bu ustadz sendiri yang menginginkannya... hehe,”
Ani sudah tidak mempedulikan lagi celotehan Bejo. Pantatnya masih bergerak maju mundur, sementara kontol Bejo berada di dalam memeknya. Wajahnya terlihat bersemu merah. Ia semakin mempercepat gerakannya, hingga akhirnya ia mencapai orgasme.
“Aaaaaakhhhhhhhhhhhhhh...” suara jeritan Ani terdengar memanjang, tubuhnya melengkung dan untuk sesaat lamanya terdiam meresapi setiap orgasme yang mendera. Ani merasakan tubuhnya lemas sekali seperti tak ada tulangnya, ia pun ambruk menelungkup di atas meja makan.
Bejo mencabut kontolnya dari memek Ani, lalu memanggil Maya, “Maya, sini kamu. Kulum dan jilati kontolku!”
Tanpa banyak membantah, Maya mengikuti apa yang diperintahkan Bejo. Wanita yang kecantikannya mirip dengan artis dan presenter Susan Bachtiar itu pun segera berlutut di depan selangkangan Bejo.
“Hmmmmpppphhhhhhh...!!” suara dari mulut Maya saat mulai mengulum dan menjilati kontol Bejo, sementara tangan Bejo memegangi kepala wanita itu.
Kejadian itu tak berlangsung lama karena Bejo meminta Maya untuk berhenti, kemudian Bejo memerintahkan Ani duduk di atas meja makan dengan kedua paha terbuka lebar. Bejo menarik pantat Ani menuju ke tepian meja, ia sedang bersiap melakukan penetrasi kembali ke dalam memek perempuan itu. Dalam satu kali sentakan, kontol gemuknya kembali membelah liang vagina Ani.
“Aarrghhh...” Ani menjerit, sakit sekaligus juga keenakan.
Bejo mulai menggerakkan pinggulnya maju mundur. Sambil terus melakukan penetrasi, ia menyingkap gamis yang dikenakan Ani lebih ke atas lagi. Ia menangkup payudara montok wanita itu, memilin putingnya, menghisapinya, dan terkadang menggigit-gigit kecil hingga membuat Ani semakin menjerit tenggelam dalam derasnya pusaran birahi.
“Auuuuwwww... akhh, akhhh, akhh,”
Bejo semakin mempercepat gerakannya. Semakin cepat, sampai akhirnya ia merasa sebentar lagi akan orgasme. Orang tua itu pun menggeram dan tubuhnya mengejang, “Huaaarrrrrrrggghhhhhhhhh...!!”
Disusul kemudian Ani yang menjerit saat orgasmenya datang kembali, “Aaaaauuuuuuuuggggggggghhhhhhhhhhhh...!!”
Berkali-kali Bejo menembakkan spermanya ke dalam memek Ani dan mengisi rahim wanita itu dengan benih subur. Karena terlalu banyak cairan yang dikeluarkan, sebagian ada yang merembes keluar melalui celah vagina Ani. Tubuh perempuan itu semakin lemah, ia pun terkulai di atas meja dalam posisi telentang, dengan kedua kakinya menggantung ke bawah.
Bejo memerintahkan Maya untuk membersihkan batang kontolnya dari sisa-sisa sperma yang telah bercampur dengan cairan cinta Ani yang masih melekat di batang kontolnya. Setelah dirasakan kontolnya telah bersih dari sisa sperma, Bejo pun duduk di kursi.
“Aku capek, lapar. Maya, ambilkan aku nasi.” Ia memerintahkan.
Maya segera melakukan apa yang dipinta Bejo, diambilnya nasi lengkap dengan lauk pauknya.
“Duduk di pangkuanku dan suapi aku,” Bejo sudah seperti seorang raja, Maya duduk di pangkuannya sambil menyuapi. Sementara Ani masih terkulai lemas di atas meja.
Saat itulah terdengar suara pintu depan diketuk, pertanda ada tamu yang datang. Semua yang di dapur kebingungan, terutama Ani. Walaupun tubuhnya masih terasa lemah, ia memaksakan diri untuk bangkit. Ia merapikan sebentar pakaiannya, lalu melangkah ke depan menuju pintu utama. Maya ingin ikut berdiri, tapi Bejo menekan bahunya ke bawah, memaksanya untuk tetap duduk di atas pangkuan orang tua itu.
“Oh, Nek Sri...” sapa Ani. “Ada apa, nek, kok sepertinya ada sesuatu yang mau diomongin?” tanyanya pada nenek tua renta itu.
“Ini, bu ustadz... sudah dengar kabar duka belum?”
“Kabar duka apa, ya?”
“Itu, pak Hendra... suami dari bu Alya yang biasa ngaji bareng kita, suaminya itu meninggal karena kecelakaan tadi pagi bersama supirnya,” kata Nek Sri.
Ani terkejut mendengar berita itu, karena dua minggu yang lalu ia masih bertemu dengan Alya dan keluarganya, namun sekarang suaminya telah meninggal. “Ya sudah kalau begitu, kita kesana ya, Nek.”
“Iya, bu ustadz,”
“Sebentar, Nek. Saya kasih tahu Pak Bejo dulu. Nek Sri tunggu disini dulu ya,”
Ani meninggalkan Nek Sri di depan pintu, ia kembali menuju dapur dan memberitahu Bejo bahwa suami Alya meninggal karena kecelakaan bersama supirnya. Mendapat kabar itu, dalam hati Bejo tersenyum penuh kemenangan. Tak lama lagi niatnya untuk menguasai Alya akan tercapai.
Mereka kemudian bersiap-siap untuk pergi melayat ke rumah Alya. Bejo juga ikut bersama mereka. Dengan menggunakan mobil sewaan, mereka pun berangkat. Jarak dari rumah Bejo ke rumah Alya tidak begitu jauh, hanya butuh waktu 10 menit untuk sampai ke sana. Nampak bendera kuning dipasang depan rumah Alya. Ani, Maya dan Nek Sri turun dari mobil, lalu masuk ke dalam rumah. Sementara Bejo menunggu di dalam mobil. Ketiganya disambut oleh Dodit, pacarnya Annisa. Mereka diajak masuk ke dalam kamar Alya. Di sana sudah ada Dina, Lidya dan Annisa yang sedang menemani Alya.
Mengetahui bu ustadz yang datang, ketiganya langsung berdiri dan menyalami Ani. Ani mendekati Alya seraya berkata, “Yang sabar ya, mbak Alya. Ini mungkin sudah takdirnya Pak Hendra,”
“Iya, bu ustadz. Terima kasih telah datang,” kata Alya.
Mereka kemudian berbincang-bincang dengan saudara dan kerabat Alya, sementara itu terlihat Alya masih tenggelam dalam kesedihan karena ditinggal mati oleh sang suami. Hal yang tak pernah terbayangkan oleh Alya, walaupun sejak pagi tadi hatinya merasa tak enak, namun ia tak tahu kalau itu adalah firasat buruk baginya.
Lama bercakap-cakap dengan saudara dan kerabat Alya, setelah satu jam kemudian, Ani pun mohon diri pada Alya. “Mbak Alya, saya pulang dulu ya. Mbak Alya yang sabar, saya hanya bisa mendoakan mudah-mudahan suami mbak tenang di alam kuburnya.”
“Iya, bu ustadz. Terima kasih.”
Lalu mereka meninggalkan tempat itu. Sementara Bejo masih menunggu di mobilnya, ia bersiul-siul santai. Ani yang mengetahui hal itu mencoba mengingatkan.
“Pak Bejo, jangan bersiul seperti itu, Pak. Nggak baik.” kata Ani.
Karena di situ ada Nek Sri, Bejo tidak jadi marah. Tadinya ia mau marah karena Ani sudah berani menyinggungnya.

***

Waktu terus berganti, tak terasa seminggu sudah Kyai Wardan meninggalkan rumah, dan sore hari ini rencananya Kyai Wardan akan pulang. Kyai Wardan tidak mengetahui bahwa selama kepergiannya, sang istri setiap hari dan setiap waktu selalu digagahi oleh Bejo. Orang tua itu dengan leluasa melampiaskan nafsu bejatnya pada istri Kyai Wardan. Sedangkan Ani yang berada dalam tekanan, tak mampu untuk menolak apalagi melawan. Wanita alim itu rela mengorbankan kesuciannya demi untuk menyelamatkan keluarganya, terutama suaminya, karena Bejo selalu mengancam akan menghabisi suaminya kalau Ani tak mau menuruti keinginan orang tua bejat itu.
Terlalu seringnya Ani disetubuhi oleh Bejo, membuat wanita alim itu menjadi terbiasa dengan keadaan. Saat Bejo memintanya untuk melayani, tak butuh waktu lama bagi Ani untuk berpikir. Wanita alim itu sekarang telah berubah menjadi binal. Ani berpikir bagaimana jika nanti saat suaminya di rumah dan ia sedang terangsang berat, hasratnya dulu yang masih bisa ia pendam, kini sangat sulit untuk bisa ditahan. Gairah seksnya telah dibangkitkan oleh Bejo. Ani yang dari luar terlihat alim, namun saat terangsang berat bisa berubah menjadi seperti seekor kuda binal. Bejo telah merubahnya menjadi seorang wanita binal yang selalu haus akan seks.
Pagi itu Ani menghabiskan waktunya bersama Bejo dan Maya. Bejo lebih banyak menghajar memek Ani ketimbang Maya, ia ingin wanita alim itu segera hamil olehnya. Betapa bangganya orang tua itu saat nantinya Ani hamil karena perbuatannya. Istri seorang kyai terkenal telah hamil olehnya.
 Dan waktu pun beranjak sore, samar-samar terdengar deru suara mobil masuk pekarangan rumah dan berhenti tepat di depan pintu. Lalu keluarlah Kyai Wardan dari dalam mobil. Ani, Bejo dan Maya segera menyambutnya, ketiga orang itu bersikap biasa saja seperti tidak pernah terjadi apa-apa. Mereka bercakap-cakap sebentar, sebelum kemudian Kyai Wardan masuk ke kamar diikuti oleh istrinya.
 Malam harinya di dalam kamar, Kyai Wardan tengah bermesraan dengan Ani. Kyai Wardan yang sudah seminggu tak menggauli istrinya, memberi kode. Ani pun paham apa yang dimaksud oleh suaminya. Dia segera melepaskan semua pakaian yang dikenakannya, Kyai Wardan juga melepas semua pakaiannya. Setelah itu mereka melakukan pemanasan sebentar dengan saling memagut bibir, sambil sesekali Kyai Wardan menciumi dan menghisapi payudara Ani.
“Malam ini Ummi terlihat cantik sekali dan semakin seksi, Abah semakin sayang sama Ummi.” bisik Kyai Wardan di telinga istrinya. Ani tidak membalas kata-kata itu, dia hanya tersenyum manis pada suaminya.
Kini Kyai Wardan tengah bersiap untuk memasukkan penisnya ke dalam liang vagina Ani. Setelah dirasa seluruh batang penisnya masuk, dia mulai menggerakkan pinggulnya maju mundur. Namun itu tidak berlangsung lama, karena seperti biasanya, Kyai Wardan tak pernah bisa bertahan lama. Laki-laki itu menumpahkan spermanya ke dalam vagina istrinya hanya dalam dua menit. Tubuhnya terlihat lemah, berbeda dengan Ani yang belum merasakan apa-apa. Tetapi lagi-lagi ia harus menyembunyikan hal itu agar jangan sampai melukai perasaan suaminya.
Dan akhirnya, mereka pun tertidur.

***

Dua minggu kemudian...
Saat itu Ani sedang berada di kamar mandi, ia merasakan perutnya mual seperti mau muntah. “Hwekkkk... hwekkk...”
Kyai Wardan yang mendengar hal itu menjadi khawatir, “Kenapa, Mi?”
“Nggak tahu, Bah. Masuk angin kayaknya.”
“Ya sudah, kita berobat ke dokter.”
Bejo yang mendengar hal itu hanya tersenyum dalam hati. “Bodoh! Istri hamil tidak tahu. Gimana seandainya dia tahu kalau yang menghamilinya bukan dia, tetapi aku? Pasti sudah bunuh diri itu kyai,”
Rupanya Bejo tahu kalau saat ini Ani sedang hamil karena perbuatannya, orang tua itu tersenyum bangga.
“Pak Bejo, saya mau periksakan istri ke doter dulu ya,” kata kyai Wardan.
“Kenapa dengan bu ustadz, Kyai?” tanya Bejo pura-pura tidak tahu.
“Nggak tahu, Pak Bejo. Masuk angin sepertinya,” kata Kyai Wardan.
Kyai Wardan pun meninggalkan Bejo, mereka berdua pergi ke dokter dengan naik motor. Mereka menuju ke dokter yang biasa melakukan praktek divrumahnya dan lengkap dengan laboratoriumnya. Setelah menjalani tes urine, dokter pun menghampiri Kyai Wardan.
“Selamat ya, Kyai. Istri anda telah hamil, diperkirakan usia kandungannya baru 3 minggu.”
“Oh, yang betul, Dok?”
Kyai Wardan bersuka cita mendengar hal itu, saat yang lama dinanti telah datang. Ia pun segera melakukan sujud syukur. Namun kabar itu tidak serta merta membuat Ani bahagia, ia tahu kalau janin yang sedang dikandungnya itu bukan anak biologis Kyai Wardan, melainkan anak biologis dari Bejo. Ia tak tahu apakah itu musibah ataukah anugrah, tapi ia akan merahasiakannya. 
 Kyai Wardan dan istrinya segera pulang dan menyampaikan kabar bahagia itu pada Bejo.
“Pak Bejo, istri saya telah hamil. Saya senang sekali mendengarnya. Mulai sekarang, saya harus lebih giat bekerja untuk mencari uang demi masa depan anak kami.” kata kyai Wardan pada Bejo.
“Selamat ya, Kyai. Saya ikut senang mendengarnya, semoga dengan hadirnya anak semakin menambah rezeki.” kata Bejo.
“Betul sekali itu, Pak Bejo.” sahut Kyai Wardan.
Setelah berkata seperti itu, hape kyai Wardan berdering. Laki-laki itu segera mengangkatnya, sepertinya pembicaraan yang terjadi serius sekali. Setelah telepon ditutup, wajah Kyai Wardan terlihat sangat cerah, senyumnya pun mengembang.
 “Rezeki memang nggak kemana, Pak Bejo. Barusan saya dapat tawaran job ceramah di radio dua hari berturut-turut, setiap hari sabtu dan minggu, dan itu dimulai dari hari ini. Berarti saya dua hari ke depan tidak berada di rumah, lagi-lagi ngerepotin Pak Bejo nih,”
“Ah, nggak apa-apa, Kyai. Saya senang bisa direpotin kyai, enak soalnya.” kata Bejo.
“Kalau begitu saya mau ke kamar dulu, mau ngomong sama istri. Sekalian bersiap-siap.”
“Kalau Kyai mau bawa mobil... bawa aja, Kyai.”
“Terima kasih sekali lagi, Pak Bejo.”
Kyai Wardan masuk ke kamar dan meminta ijin pada istrinya untuk pergi bekerja selama dua hari ke depan. “Mi, maaf ya... dua hari ke depan Abah ninggalin Ummi lagi di rumah, karena Abah ada tawaran job ngisi ceramah di radio selama hari sabtu dan minggu, yaitu pagi dan malam habis isya’. Karena jaraknya yang cukup jauh, Abah terpaksa harus menginap di sana, itu juga kalau Ummi mengijinkan.” kata Kyai Wardan kepada istrinya.
Sementara Ani hanya menghela nafas panjang. Wanita itu seperti merasa keberatan kalau suaminya harus pergi lagi untuk dua hari ke depan. Ia sudah bisa membayangkan apa yang akan terjadi seandainya suaminya tidak berada di rumah, pastilah orang tua bejat itu pasti akan kembali menggagahinya. Kehormatannya sebagai seorang istri kyai yang dikenal oleh sebagian besar masyarakat  sebagai wanita alim, kini sudah ternoda oleh perbuatan cabul Bejo. Namun Ani juga tak cukup punya alasan untuk melarang suaminya pergi. Dengan berat hati wanita cantik berkerudung itu pun mengijinkan Kyai Wardan untuk bekerja.
Melihat hal itu, Kyai Wardan sangat senang sekali. Ia bangga mempunyai istri yang cantik dan juga pengertian seperti Ani. Kyai Wardan segera bersiap-siap untuk pergi. Setelah mengemasi barang-barang yang mau dibawa, dia keluar dari kamar sambil menjinjing tas berisikan baju dan perlengkapan yang ia butuhkan seperti kitab-kitab.
Di depan rumah, Bejo sudah menunggunya. Bejo menyerahkan kunci mobil beserta STNK.
“Saya berangkat dulu ya, Pak Bejo. Saya titip istri saya, tolong jagain dia.” kata Kyai Wardan tanpa curiga.
“Iya, kyai. Pasti saya akan menjaga semua orang yang ada di rumah ini, termasuk bu ustadz.”
“Saya sangat berterima kasih sekali atas kebaikan Pak Bejo.” kata Kyai Wardan.
“Ah, kyai ini bisa aja... orang cuma begitu aja,” kata Bejo pura-pura merendah.
Kyai Wardan segera masuk ke dalam mobil. Ia menghidupkan mesin dan memanasinya sejenak. Lalu sambil melambaikan tangannya ke arah Bejo, mobil yang dikemudikan oleh Kyai Wardan  perlahan mulai meninggalkan pekarangan rumah, hingga akhirnya menghilang di tikungan jalan. Bejo segera masuk ke dalam, orang tua itu menyelinap masuk ke kamar Kyai Wardan. Dilihatnya Ani sedang tiduran di atas ranjang.
 Saat melihat Bejo masuk ke dalam kamarnya, wanita itu terkejut bukan main, dan benar saja apa yang dipikirkannya tadi saat suaminya meminta ijin. Sambil menyeringai mesum ke arahnya, Bejo berjalan mendekati ranjang sembari memelorotkan celananya. Spontan saja batang kontol gemuknya meloncat keluar dari balik celana dalam. Ia terus berjalan mendekati Ani, sambil tangannya mengurut-ngurut batang kontol gemuknya.
 “Benar kan, bu ustadz, senjata saya ini sangat ampuh dan mujarab. Sebagai ucapan terima kasih bu ustadz karena telah hamil oleh saya, saya minta bu ustadz mengulum kontol saya.”
Ani masih terpaku di tempatnya, wanita itu masih ragu karena ia belum pernah melakukan oral seks bersama suaminya sekali pun. Melihat hal itu, mata Bejo melotot ke arahnya.
“Ayo, Lonte. Tunggu apa lagi?”
Ani tidak berani lagi melawan keinginan Bejo, wanita itu pun turun dari ranjangnya. Ia mulai berlutut di selangkangan Bejo, dengan gerakan perlahan tangannya yang halus mulai memegangi batang kontol gemuk Bejo yang berwarna hitam. Walaupun ia sering disetubuhi Bejo lebih dari satu kali, namun hatinya masih berdesir saat melihat batang kejantanan orang tua itu. Harus diakui bahwa batang itulah yang sudah membuatnya seperti terbang melayang-layang di atas awan, dan Ani sangat menikmati itu. Semenjak berhubungan dengan Bejo, kini dengan suaminya sendiri ia merasakan hambar saat berhubungan intim. Bejo telah membuat wanita alim nan cantik ini menjadi lupa daratan, apalagi kini ia tengah mengandung anak hasil hubungannya dengan Bejo.
 Ani mulai mengulum batang kontol Bejo, mulutnya yang mungil terlalu kecil untuk dimasuki batang kontol Bejo yang besar. Sementara Bejo menikmati hangatnya mulut Ani yang sedang mengulum kontolnya, orang tua itu merem melek sambil kedua tangannya berpegangan ke kepala Ani yang saat itu masih mengenakan kerudung.
“Uhhhhmmmm,” suara Ani saat mengulum kontol Bejo.
“Aaaaakkkhhh... terus, manis! Aku suka sekali seponganmu.” kata Bejo.
Ani semakin intens memberikan rangsangan di kontol Bejo, terkadang ia menjilati batang kontol itu hingga ke lubang kencingnya. Bejo semakin kelojotan menerima rangsangan yang begitu hebat di selangkangannya, orang tua itu membungkukkan badannya dan melucuti gamis yang dikenakan Ani. Kini hanya tinggal celana dalam, beha, dan kerudung yang masih menempel di tubuh wanita itu. Bejo semakin erat berpegangan pada kepala Ani, pinggulnya bergerak maju mundur memompa mulut Ani. Saat orgasmenya akan datang, Ia semakin dalam membenamkan kontolnya ke dalam mulut Ani, membuat wanita itu tersedak.
“Uhukkkk...!!”
Namun Bejo tak mempedulikannya. Saat orang tua itu tengah meraih orgasme, tubuhnya terlihat mengejang. Lalu ia pun menggeram, “Huaaaaaarrrrrrrgggggghhhhh...”
Ccort, croott, crooott... banyak sekali cairan sperma yang keluar dari kontol Bejo, orang tua itu memaksa si wanita alim untuk menelan habis semua pejuhnya. Tangannya menarik kerudung yang dikenakan Ani, membuat kepala wanita itu terdongak ke atas.
“Telan semua pejuhku, Manis. Kamu mungkin belum pernah merasakannya sekalipun dengan suamimu yang bodoh itu,” kata Bejo membisik di telinga Ani.
Mau tak mau wanita itu pun menelan cairan sperma Bejo yang baunya amis. Kemudian Bejo menarik kedua lengan Ani ke atas, kini posisinya berdiri di tepian ranjang,
“Pak Bejo, saya mohon hentikan semua ini. Kita sudah melakukan perbuatan dosa besar. Saya juga tak mau lagi mengkhianati suami saya,” rengek wanita itu kepada Bejo.
“Hehe... aku sudah terlalu banyak melakukan dosa, jadi sekalian saja aku meneruskannya. Kamu diam saja, manis. Turuti semua keinginanku, toh kamu nanti juga bakal menikmatinya. Atau kamu ingin suamimu mati olehku?!” kata Bejo  mengancam, terlihat seringai lebar di bibirnya.
Mendengar ancaman Bejo, hati wanita itu menjadi ciut. Ia tak ingin terjadi sesuatu pada suaminya, kini Ani semakin tak bisa berbuat banyak selain menuruti keinginan bejat orang tua itu. Maka saat Bejo menyuruhnya naik ke atas ranjang, dia pun menuruti permintaan orang tua berkepala botak itu. Bejo memintanya untuk menungging, sementara kepalanya menelungkup ke bawah. Terpampang jelas di hadapan orang tua itu kedua bongkahan pantat Ani yang putih mulus serta padat berisi.
Bejo semakin bernafsu melihat pemandangan indah di depan matanya. Batang kontolnya dirasakan mulai mengeras lagi setelah sempat layu sebelumnya, kini pria tua bertubuh gemuk dan berkepala botak di bagian depan itu telah bugil. Lalu Bejo pun naik ke atas ranjang. Celana dalam Ani yang berwarna putih ia pelorotkan ke bawah, batang kontolnya yang mulai mengeras ia gesek-gesekkan ke belahan pantat wanita cantik itu.
“Uhhhhhmmmm...” suara desahan Ani saat dirinya merasakan api birahi telah membakarnya, gesekan kontol Bejo di belahan pantatnya telah mengantarkannya menuju gerbang kenikmatan surga dunia. Batang kontol itu juga yang telah menanam benih di rahimnya, dan selalu mengisi hari-harinya saat suaminya tidak ada di rumah semenjak Bejo masuk ke dalam kehidupan rumah tangganya.
“Siap-siap digenjot ya, Manis!” kata Bejo. Kontol gemuknya yang sudah menegang keras itu mulai memasuki liang vagina Ani.
“Uhhhmmm... pelan-pelan, Pak.” kata Ani.
“Ouughhh... masih legit memekmu ini, Manis.” terdengar lenguhan orang tua itu.
Bejo merasakan himpitan vagina Ani begitu erat dan begitu nikmat, kontolnya serasa dipijat oleh dinding-dinding vagina Ani, sementara kedua tangannya meremasi dan memilin bokong Ani yang semok. Dengan perlahan orang tua itu menggerakkan pinggulnya maju mundur, gerakan Bejo semakin lama semakin cepat dan mulai stabil, membuat Ani semakin mendesah tak karuan. Wanita itu merasa seperti dibawa Bejo melayang-layang di atas awan, tak dapat dipungkiri bahwa wanita alim nan cantik itu juga menikmati persetubuhan ini.
 “Akh, akh, akh, akh, akh, akh, akh, akhh...” suara desahan yang keluar dari mulut Ani memenuhi kamar pribadinya, sementara kedua tangannya meremasi kain sprei. Di dalam hatinya ia menolak perlakuan Bejo padanya, akan tetapi nafsu birahi yang membakar juga tak bisa membohongi. Malam itu Ani merasakan gairahnya begitu meledak-ledak, wanita itu ingin menikmatinya sepanjang malam.
“Hahaha... kamu sekarang sudah jadi lonte beneran, Manis. Aku suka itu.” kata Bejo yang membuat telinga Ani memerah, namun wanita itu tak mempedulikannya.
Bejo terus menggenjot vagina Ani dari belakang, kedua tangan Ani ia telikung ke belakang. Posisi tubuh Ani terlihat melengkung karena kepalanya mendongak ke atas. Bejo terlihat seperti seorang yang sedang memacu kuda, kadang tangannya menampari bokong semok Ani.
“Ukh, ukh, ukh, ukh, ukh, ukhh...” Ani terus saja melenguh merasakan nikmatnya disetubuhi orang tua itu.
Kedua anak manusia berlainan jenis dan terpaut usia yang cukup jauh itu terus saja memacu birahi mereka. Bejo ingin memberikan kepuasan pada Ani yang tak akan pernah dilupakan wanita itu seumur hidupnya. Orang tua bejat itu memang sudah sangat berpengalaman dalam berhubungan seks, berbagai macam variasi gaya ia pakai malam itu, membuat Ani si wanita alim harus orgasme berkali-kali.
Ani sendiri sudah tidak terlihat seperti orang yang diperkosa, terbukti saat Bejo menyetubuhi dalam posisi misionaris, wanita yang dari luar terlihat alim itu malah menikmatinya. Dia melingkarkan kedua kakinya di pinggang Bejo, sementara Bejo terus menyetubuhinya dengan penuh nafsu. Terkadang orang tua itu mengenyoti kedua payudara montok Ani, Bejo terlihat gemas dengan payudara montok itu. Hingga suatu ketika Bejo merasakan sebentar lagi dirinya akan meraih orgasme. Ia benamkan dalam-dalam batang kontolnya ke dalam vagina Ani, tubuhnya terlihat mengejang. Kemudian terdengar suara dari mulut  Bejo yang menggeram.
“Huuaaargggghhhhh... terima pejuhku ini, Manis.”
Disusul kemudian oleh Ani yang juga mencapai puncak. Kali ini ia merasakan multi orgasme mendera dirinya, teriakan panjang keluar dari mulutnya memenuhi kamar pribadinya.
“Aaaaaaaaaaaaaaakkkkhhhhhhhhhhhhhhhhhhhh...!!!”
Crrrt, crrrrt, crrrttt, crrrrrrrtttt, crrrrrrttttttt... berkali-kali Bejo menembakkan spermanya ke dalam vagina Ani, hingga akhirnya mereda. Tubuhnya yang gemuk ambruk menindih tubuh molek istri Kyai Wardan. Sejurus kemudian suasana di ruangan itu menjadi hening, hanya terdengar deru nafas mereka berdua yang tersengal-sengal. Keduanya merasakan letih yang teramat sangat, terlebih Ani, yang sepanjang malam ini merasakan orgasme enam kali. Tubuhnya terasa sangat lemas, tulang-tulangnya seperti dilolosi dari dalam tubuhnya. Malam ini memang ia merasakan beda dari biasanya, Ani betul-betul merasakan kepuasan yang luar biasa.
Tak lama kemudian keduanya pun tertidur, Bejo tidur di samping Ani sambil memeluk tubuh molek istri Kyai Wardan. Wanita cantik yang dalam kesehariannya selalu mengenakan jilbab lebar itu kini benar-benar telah tunduk dan takluk pada seorang pria tua buruk rupa seperti Bejo.
Ani adalah seorang wanita muda istri seorang kyai terkenal di daerah itu, oleh masyarakat sekitar ia dikenal sebagai wanita alim dan juga solehah. Namun tak akan ada yang menyangka kalau di atas ranjang ia ternyata bisa menjadi binal. Tinggi badan Ani yang sekitar 165 cm, dengan bentuk wajahnya yang oval, serta kelopak matanya yang besar dan alisnya yang hitam tebal, mirip seperti artis cantik Riyanti Cartwright.
Juga bentuk tubuhnya yang terlihat proporsional, dengan pinggang yang ramping serta bokong yang bulat dan  semok. Ditambah lagi ukuran payudaranya yang terlihat besar dan montok, pasti akan membuat semua lelaki yang melihat keindahan tubuhnya akan meneteskan air liur karena terpesona pada kecantikan serta kemolekan tubuh wanita muda itu saat tak mengenakan sehelai benang pun. Hanya lelaki beruntung lah yang bisa menikmati keindahan tubuh molek wanita muda itu.
Yah, selain Kyai Wardan, Bejo adalah pria yang sangat beruntung itu. Walaupun ia melakukannya dengan jalan pemaksaaan, namun akhirnya wanita muda itu harus tunduk mengakui keperkasaannya.

***

Waktu terus berlalu, tak terasa usia kandungan Ani sudah hampir tiga bulan. Perutnya terlihat semakin membuncit, untunglah rahimnya tergolong kuat karena setiap ada kesempatan saat suaminya tak ada di rumah, Bejo selalu memaksanya untuk berhubungan badan. Padahal ia sedang hamil muda yang masih sangat rentan apabila melakukan hubungan intim. Bersama Maya, Ani harus melayani nafsu bejat orang tua itu.
 Dan belakangan ini Bejo punya aktivitas lain. Yah, memang benar, orang tua itu sedang melakukan pendekatan kepada keluarga Alya Arumsari. Bejo tengah berusaha mendekati anak Alya yang biasa dipanggil Opi dan baru duduk di bangku kelas 3 SD. Bejo selalu memberikan hadiah pada anak itu, kadang ia membelikan boneka pada gadis cilik itu. Opi pun senang mendapatkannya, semakin lama gadis cilik yang lugu itu semakin dekat dengan Bejo. Namun Bejo meminta Opi untuk merahasiakan semua itu pada Alya, ibu Opi.
Gadis cilik itu mengangguk, menyetujui permintaan Bejo. Setiap pulang sekolah, Opi selalu diantar Bejo. Namun tidak sampai di depan rumah Alya, sengaja Bejo melakukan itu karena menurutnya belum tepat waktunya untuk bertemu dengan Alya. Sementara Alya sendiri penasaran siapa orangnya yang telah baik hati selalu mengantar Opi pulang dan selalu memberikan hadiah pada anaknya.
“Tak apalah, yang penting Opi pulang dalam keadaan baik dan tak kurang suatu apapun. Kelak aku juga pasti akan tahu siapa orangnya,” batin Alya dalam hati.
 Sudah lewat empat puluh hari Alya ditinggal mati suaminya, namun wanita yang kecantikannya mirip seperti artis Paramitha Rusadi itu masih merasakan duka yang mendalam. Kini ia harus menjadi seorang single parent bagi anaknya, melewati semua rintangan hidup sendirian tanpa ada lelaki di sisinya. Wanita cantik itu selalu menitikkan air mata saat teringat kenangannya bersama sang suami.
Suatu sore Alya telah selesai berolah raga, wanita cantik itu masih rajin menjaga kebugaran tubuhnya. Kebetulan ia sedang libur, Alya duduk di ruang tengah sambil bersantai menunggu anaknya pulang dari les privat. Sengaja ia tidak mengantar Opi pergi les privat karena jaraknya yang cukup dekat dengan rumah. Saat itu Alya mengenakan kaos ketat berwarna pink, dengan celana leging ketat berwarna hitam.
Alya nampak seksi sekali mengenakan pakaian itu. Lekuk-lekuk tubuhnya yang indah terlihat jelas, dengan pinggang yang ramping serta pinggulnya yang besar. Bokongnya yang bulat nampak semok, dan di bagian atas yaitu payudaranya terlihat montok, padat dan berisi, menggoda setiap lelaki yang melihatnya.
Terdengar pintu depan dibuka, ia melihat anaknya masuk ke rumah sambil berlari kecil menghampirinya. “Mama, ada yang mau ketemu sama mama. Orangnya ada di depan.” kata Opi.
“Siapa, Sayang?” tanya Alya pada anaknya itu.
“Orangnya bilang kalau Opi nggak boleh ngasih tahu sama mama. Surprise katanya,” kata Opi.
“Ya sudah, sekarang Opi pergi ke kamar ganti baju. Mama akan menemui orang itu.” kata Alya.
 Setelah berkata seperti itu, Opi pun pergi ke kamarnya. Sementara Alya berjalan ke pintu depan untuk menemui orang yang dimaksud Opi. Alya sudah di depan pintu rumahnya, ia melihat seorang pria bertubuh gemuk yang tingginya sekitar 160 cm sedang berdiri memunggunginya, hanya sedikt rambut di kepala bagian belakangnya.
“Maaf, anda siapa ya?” tanya Alya pada orang itu.
Perlahan orang yang disapa Alya itu membalikkan badan, dan betapa terkejutnya wanita cantik itu saat mengetahui orang itu adalah Bejo. Ia pun mundur beberapa langkah ke belakang, sementara Bejo hanya menyeringai kepadanya dan berjalan mendekati.
“Apa kabar, Mbak Alya? Mbak Alya terlihat cantik sekali sore ini.”
“M-mau apa Pak Bejo datang kemari, dan bu-bukannya Pak Bejo harusnya di penjara?” kata Alya terdengar gugup.
“Hehe... nasib baik selalu berpihak pada saya. Mbak Alya. Seperti yang Mbak Alya lihat sendiri, kini saya telah bebas.” kata Bejo sambil terus menyeringai. “Kalau Mbak Alya tanya mau apa saya kemari... yah, terus terang saja tujuan saya kesini mau menghibur Mbak Alya. Saya dengar Mbak Alya sekarang sudah jadi janda, ditinggal mati suami Mbak Alya yang bodoh itu. Dan saya pikir Mbak Alya pasti juga merindukan saya, sudah lama kita tak mereguk kenikmatan bersama-sama, hehe.” kata Bejo.
“Pergilah, Pak Bejo, sebelum kesabaran saya habis.” kata Alya yang sedang emosi karena merasa dilecehkan.
“Ayolah, Mbak Alya, janganlah berpura-pura seperti itu. Saya berjanji akan memuaskan Mbak Alya, sampai Mbak Alya nggak bisa berdiri tegak, hehe.” kata Bejo sambil terus merangsek Alya.
 Alya mundur ke belakang menghindari Bejo, ia bermaksud menutup pintu rumahnya. Namun dengan cepat Bejo menahan, dan apalah daya, tenaga Alya kalah kuat dibandingkan Bejo. Alya melangkah mundur dan dengan refleks ia mengambil barang-barang yang ada di dekatnya dan melemparkannya ke arah Bejo. Orang tua bertubuh gemuk itu menangkis serangan Alya sambil terus menyeringai dan semakin maju merangsek. Saat posisinya semakin dekat, Bejo meraih lengan wanita cantik itu, dan menariknya dengan kuat, lalu menelikungnya ke belakang punggung. Tapi Alya terus saja meronta dan melakukan perlawanan sejauh yang ia bisa.
“Dasar laki-laki bajingannnn... lepaskan aku!!”
Alya tak menyerah begitu saja walaupun kedua tangannya sudah dikunci oleh Bejo, wanita itu berusaha melepaskan cengkeraman Bejo,dengan terus meronta. Hingga suatu ketika saat kesabaran Bejo sudah habis, orang tua itu pun menjambak rambut hitam Alya yang masih terikat.
“Heh, Lonte! Aku bisa melakukan apa saja padamu dan pada anakmu! Kamu sudah kehilangan suami, apakah kamu juga ingin kehilangan anakmu itu?” Bejo mengancam Alya.
Diancam seperti itu membuat perlawanan Alya mengendur, tak tampak lagi perlawanan dari wanita cantik itu. Alya pun menangis terisak sambil memohon kepada Bejo untuk tidak mencelakai anaknya, ia tahu betul sifat Bejo yang kasar karena ia pernah merasakannya dulu.
“Ja-jangan, Pak. Saya mohon jangan sakiti anak saya,” kata Alya sambil menangis.
“Kalau begitu turuti semua perintahku, dan jangan pernah melawan lagi.” kata Bejo.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar