Wanaprasta dan Sanyasin (bhiksuka) - Catur Asrama
Dalam masa kehidupan Wanaprstha dan Sanyasa (Bhiksuka) yang merupakan tahap akhir dari Catur Asrama, tujuan utama dari kehidupan seseorang adalah untuk mencapai kebebasan rohani yang disebut Moksha.
Kehidupan Wanaprstha merupakan persiapan awal untuk menuju moksha yaitu dengan mewariskan nilai-nilai yang positif untuk grhastin-grhastin penerus, disamping itu mempersiapkan hal-hal yang mendasar untuk menghadapi masa akhir dari hidup ini dengan harapan mendapatkan moksha.
Tahapan Wanaprastha adalah masa menjauhkan diri dari kehidupan duniawi. Sedangkan masa Sanyasa sudah berusaha melepaskan diri sama sekali dari kehidupan duniawi.
Pada tahapan Wanaprstha, usaha hidup yang paling utama adalah melepaskan diri secara bertahap dari nafsu duniawi, sedangkan pada tahap Sanyasa disamping melepaskan diri dari ikatan badan, karena fungsi badan perlahan-lahan akan semakin berkurang dan bagaimanapun kita harus ikhlaskan untuk melepaskan. Oleh karena itu pada masa Sanyasa asrama orang tidak akan dapat memperoleh kesenangan hidup melalui alat-alat tubuhnya. Oleh karena fungsi alat-alat tubuh sudah sangat jauh dari yang diharapkan maka, harapan untuk mendapatkan kenikmatan hidup duniawi sudah tidak mungkin. Kenyataan inilah yang mengharuskan masa Sanyasa Asrama melepaskan masalah Artha dan Kama. Harapan satu-satunya hanya bisa ditunjukkan pada dunia spiritual. Pada masa Sanyasa Asrama inilah puncak keikhlasan harus diberikan prioritas utama. Sat-saat mengakhiri hidup di dunia ini, setiap orang harus sudah mantap dalam keiklhasan untuk melepaskan diri dari segala ikatan-ikatan dunia. Kalau hal itu belum terwujud, daapt dipastikan orang akan digeluti oleh rasa takut dan gelisah untuk melepaskan dunia ini.
Dalam Agyastya Parwa dijelaskan tentang Wanaprastha dan Bhiksuka sebagai berikut:
"......wanaprastha ta sira, mur saking grama mwang, mungwing suci desa, makadi wukir. Magawe patapan, sthananira gumawayaken panca karma mwang malwangi wisaya mwang mangdesanaken dharma, huwus pwa sira wanaprastha, bhiksuka ta sira, mur saking patapan ira, nisparigraha, tan pangaku patapan, tan pangaku sisya, tan pangaku panhruh padaya tiningglaken ira..."
Artinya:
Wanaprastha-lah beliau, pergi dari desa dan menetap ditempat yang bersih suci terutama di gunung, mendirikan pertapaan sebagai tempatnya melakukan Panca Karma dan mengurangi nafsu kedunia-wian serta mengajarkan ajaran kerohanian. Setalah beliau melakukan Wanaprastha, Bhiksuka-lah beliau, pergi dari pertapaannya, tidak terikat, tidak mengaku memiliki pertapaan, tidak merasa punya murid, tidak merasa berpengetahuan, semua itu ditinggalkan oleh beliau.
Tingakatan atau jenjang kehidupan yang terakhir adalah Bhiksuka atau Samnyasa. Tingkatan kehidupan ini dengan tingkatan kehidupan Wanaprastha sesungguhnya tidak banyak bedanya. Hanya saja dalam tingkatan yang terakhir ini mereka sudah matang dengan kegiatan tapa, bratha, yoga dan Samadhi. Pikirannyapun sama sekali sudah tidak terikat dengan dunia kenikmatan, tidak terikat dengan keduniawian. Mereka sudah tidak mempunyai keinginan lagi untuk mencapai Artha dan Kama. Pikirannya hanya satu yakni manunggalnya Atman dengan Brahman atau Moksa sebagai Catur Purusartha yang keempat. Kegitaanya sehari-hari hanya Tapa, brata, yoga dan Samadhi sambil merenungkan kekuasaan Tuhan, memuja dan memuji kebesaran Tuhan. Disamping itu mereka juga sering kali melakukan Tirthayatra atau mengadakan kunjungan suci kepura-pura atau tempat-tempat suci lainnya
Tidak ada komentar:
Posting Komentar